• 37

61 7 0
                                    

selamat membaca-!

•••

Mala sedang membakar sosis dan daging yang sudah di potong kecil-kecil di atas panggangan. Abu-abu yang berasal dari kayu yang dibakar membuat matanya berkali-kali berair.

"Udah kamu ikut kumpul aja di sana, ini biar aku yang bakar."

Mala menoleh lalu menggeleng pelan, gadis itu mengipas-ngipaskan api agar tidak padam. Sedangkan Bian membolak-balik sosis dan beberapa daging.

"Nirmala. Mata kamu udah merah banget, takut nanti malah infeksi," ucap Bian sekali lagi. Berusaha membujuk Mala agar pergi dari sekitaran api.

"Gausah, Kak. Lagian masa nanti kamu bakar ginian sendirian?" tanya Mala tanpa menoleh ke arah Bian dan fokus kepada api di hadapannya.

Bian berdecak. "Kalo dibilangin bisa ga sih jangan keras kepala?"

"Gabisa," jawab Mala santai.

Bian menaruh penjepit itu ke tanah, berjalan ke arah Mala lalu mendorong tubuh gadis yang hanya sebatas dadanya itu hingga ke teras. Mendudukkan paksa tubuh Mala di antara Jovan dan Arumi.

"Diem disini. Gausah balik lagi ke sana," ucap Bian.

Mala menoleh kesal ke arah Bian. "Apaan sih? Orang mau bantuin juga."

"Aku ga perlu bantuan kamu. Obatin tuh mata pake tetes mata, aku bawa. Ambil aja di tas kecil yang ada dikamar," ucap Bian.

"Gausah bantah, tinggal ikutin aja apa susahnya?" tanya Bian saat melihat mulut Mala yang hendak berbicara itu.

"Lan, bantuin gue bakar sosis sama daging. Dikit lagi mateng kok," ucap Bian dan langsung di angguki oleh Nolan.

"Batu si pala lo. Marahan lagi kan?" tanya Jovan.

"Apasih, orang gaada yang marahan," sahut Mala.

"Ipisih, iring giidi ying mirihin," ledek Jovan.

"Van, gue tabok lo ya?!" geram Mala.

Jovan menjulurkan lidahnya. "Diem sini. Gue yang ambil obatnya." Lalu lelaki itu masuk ke dalam villa, mencari obat yang Bian maksud.

"Coba, Mal. Ngadep sini," ucap Arumi. Gadis itu menuntun bahu Mala agar mengarah padanya. Ia meneliti mata Mala yang memang memerah, terkena abu.

"Nih obatnya," ujar Jovan sambil menyodorkan obat tetes itu kepada Mala.

"Bisa ga lo pakenya?" tanya Arumi.

Mala menggelengkan kepalanya.

"Sini tiduran di paha gue," ucap Arumi sambil menepuk-nepuk pahanya. Tanpa menunggu lama, tubuh Mala sudah berbaring dengan menjadikan paha Arumi sebagai bantalan.

"Jangan ngedip dulu."

Tes.

Satu tetesan masuk ke dalam mata kanan Mala, karena memang mata bagian kanan lah yang terkena abu.

"Udah meremin mata lo, nanti kalau makanan udah jadi baru deh bangun," lanjutnya.

"Makasih Umiku," ucap Mala lalu memejamkan matanya sesuai intrupsi dari Arumi. Hingga tak sadar, ia terlelap.

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang