selamat membaca !
•••
Bel tanda masuk berbunyi begitu nyaring. Semua siswa berhamburan menuju kelasnya masing-masing karena ujian mata pelajaran kedua akan segera dimulai. Begitu pula dengan keempat siswi yang sedang berlarian karena bel sudah berbunyi sejak 4 menit yang lalu, sedangkan mereka harus menemani Zea yang ada panggilan alam dan tidak berani ke kamar mandi sendirian.
"Ah kalo sampe telat, ini semua salah lo, Je!" seru Mala. Demi apapun, Mala merasa kaki nya sudah tidak sanggup untuk menaiki anak tangga yang sialnya terasa sangat banyak.
Gadis itu berhenti sejenak, menopang tubuhnya di atas kedua lutut.
"Duluan aja, gue bener bener ga kuat."
Mala menginterupsi ketiga temannya, yang diikutin dengan baik oleh ketiga temannya. Setelah merasa energi nya kembali terisi, Mala melanjutkan langkahnya pelan.
Ruang kelas tampak sunyi, Mala menelan salivanya dengan kasar. Jantungnya berdegup dengan kencang, ia berdoa dalam hati.
Semoga pengawasnya guru olahraga.
Membuka knop pintu dengan perlahan, nafas lega keluar dari hidung nya saat melihat siapa yang mengawas.
Pak Indra -- wali kelas sekaligus guru penjas.
Mala langsung menghampiri meja guru dan menyalami tangan Pak Indra. "Maaf, Pak. Tadi perut saya sakit."
Pak Indra menganggukkan kepalanya. Pria yang umurnya sudah menginjak kepala empat itu memberikan satu lembar soal. "Nih soal kelas 10, untuk lembar jawabannya minta aja sama kakak kelas disamping kamu."
Mala mengangguk pelan, padahal jantungnya semakin berdegup kencang.
Aduh ini bilangnya gimana ya? Kok gue makin tremor. Batin Mala.
Suara kursi berdecit saat ditarik, menarik perhatian Bian yang sedang fokus melihat soal ujian. Netra lelaki itu menatap Mala yang masih setia menundukkan kepalanya. Ini pertama kalinya, Bian melihat dengan jelas wajah Mala walau kini wajah Mala tertutup beberapa helai rambut.
"K-kak lembar jawaban gue ada di lo ya?" tanya Mala. Enggan menatap mata Bian.
Bian mengangguk, lalu mengambil lembar jawaban yang memang dititipkan oleh Pak Indra kepadanya.
"Nih."
Mala mengambil lembar jawaban itu, masih setia dengan tatapannya kebawah.
"Lo kenapa ga pernah natap mata orang yang lagi ngomong?"
Pertanyaan itu. Pertanyaan yang keluar dari bibir Bian, mampu membuat Mala refleks mengangkat pandangannya tepat ke arah mata Bian.
"Padahal mata lo cantik, sayang banget kalo ga digunain buat natap mata orang," lanjutnya kemudian Bian kembali fokus mengerjakan ujian Matematika Wajib.
Mengedipkan matanya berulang kali, otaknya seakan berhenti bekerja. Ucapan Bian barusan, itu beneran untuk Mala?
Lelaki yang disukainya, memujinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral
Teen FictionEphemeral (adjective), artinya berlangsung untuk waktu yang sangat singkat. Sialan. Mala merutuki hatinya yang sangat mudah untuk jatuh cinta itu. Bagaimana mungkin ia jatuh cinta kepada lelaki yang tidak sengaja ia lihat saat sedang tersenyum? Ter...