21. It Was All a Lie

191 25 8
                                    

Beberapa jam yang lalu, di ruang kosong dalam gedung pertunangan

"Kau pasti berbohong!"

Askar menatap pria dengan raut bersalahnya dengan berapi-api. Ia tak bisa percaya apa yang dirinya dengar barusan.

"Aku tak mengatakan ini supaya kau menjadi emosi begini," kata pria itu, Rahan, "Aku mengatakannya karena aku rasa kau perlu tau."

Askar menyibak rambutnya frustasi.

"Bagaimana bisa? Bagaimana bisa aku mempercayai semua ini?"

"Jika kau tak ingin percaya, terserah padamu. Tapi aku hanya mengatakan hal itu karena aku merasa bersalah."

"Mengapa aku baru mengetahui hal ini sekarang," rutuk Askar, "Mengetahui Ruzeline adalah Rania rasanya begitu mencengangkan."

"Memang kau tak pernah merasa heran kenapa mereka begitu mirip?" heran Rahan.

"Tentu saja aku heran. Tapi, mengingat bahwa manusia punya 7 kembaran di dunia ini, dan juga melihat kuburan Rania yang ada di hadapanku, aku selalu mencoba mewajarkan semuanya."

"Intinya karena sekarang kau sudah tau, tolong jangan benci Adikku. Ia menyembunyikan fakta ini karena dirinya hanya ingin hidup dengan tenang. Tapi aku sangat tau bahwa dia menyayangimu, Askar," pinta Rahan sungguh-sungguh.

"Jika ingin hidup tenang, kenapa Arhad Bumantara? Kenapa ia harus berhubungan dengan Arhad?"

"Karena itulah aku melindungi Rania dari jauh, Askar. Hanya saja ia tak mengetahui hal ini."

"Aku tak mengerti, kenapa ia memalsukan kematiannya, dan juga kenapa-"

"Aku akan menjelaskan semuanya. Kau bisa lanjut bertanya setelah aku selesai menceritalan semua hal."

Rahan pun menarik napas panjang sebelum mulai bercerita. Ia yakin Askar pasti akan sangat marah padanya setelah ia bercerita. Tetapi,

Rahan pikir ia memang pantas mendapatkannya.

Karena itu ia menceritakan semua hal dengan jujur. Setelah selesai bercerita, sebuah tinju melayang pada pipinya.

"Iya, wajar jika kau marah," ujar Rahan memegangi pipinya, "Aku tak akan menghalangimu. Pukuli aku sepuasnya. Aku akan menghitung hal ini sebagai salah satu penebusan dosaku."

Mendengar penuturan Rahan, Askar diam. Ia tak melayangkan tinjunya lagi.

"Askar?"

Rahan memanggil, tetapi pria itu hanya menghela napasnya frustasi.

"Rania tak suka jika aku tak bisa mengendalikan emosi," kata Askar, "Aku tak akan memukulimu lagi."

Rahan tersenyum dengan sudut bibir yang terluka, "Itulah sebabnya aku ingin kau yang menjadi pendamping Adikku, bukan orang Bumantara tersebut."

"Aku percaya kau akan melindungi Adikku lebih baik darinya."

***

Masa sekarang

Nenek Tisna, Rahmi, dan Tyas tengah merapikan Kedai untuk dibuka saat makan siang nanti. Tapi, sebuah tamu tiba-tiba datang ke Kedai.

"Selamat datang, Nyonya dan Tuan. Ada urusan apa?" Nenek Tisna menyambut.

"Begini, benar ini kediaman Nona Ruzeline kan?" wanita itu, Ishita bertanya pada Nenek, dengan Hada yang ada di belakangnya.

"Benar Nyonya. Ada apa ya?" kata Nenek Tisna takut.

Pyramid: TemaramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang