43. Ranabraha: The Sun and His Moon

58 9 0
                                    

KEKAISARAN RANABRAHA
── Amurwabhumi, 6 September 1351

Di kamar yang ada di kediaman wilayah Amurwabhumi, Raishan baru saja terbangun dari tidurnya. Atau lebih tepatnya, ia memang tidak tidur.

Raishan bangkit dari kasurnya, ia lalu pergi membasuh diri. Setelah ia keluar dari kamar, ternyata Airishena sudah bangun.

"Suasana di sini berbeda dengan di Ibukota. Keduanya nyaman, tapi di sini benar-benar menakjubkan," kata Airishena pada Raishan.

"Benar. Karena itu aku mengajakmu ke sini."

Airishena pun terkikik senang, ia lalu bangkit dari kasur dan pergi untuk membasuh dirinya.

Setelah keduanya telah rapi, mereka sarapan bersama. Lalu ketika sarapan sudah habis, Raishan mengajak Airishena berkuda bersamanya.

"Di mana kudaku?" tanya Airishena pada Raishan.

"Itu," tunjuk Raishan.

"Tapi itu kan kudamu?" bingung Airishena.

"Iya. Kita naik kuda yang sama," kata Raishan, membuat wajah Airishena memerah.

"Be-Berarti... aku duduk di depan Kanda?"

"Benar. Kau naik dulu, aku akan bantu."

Dengan wajah yang bersemu merah, Airishena naik ke kuda dibantu Raishan yang menggendongnya ke atas kuda. Setelah Airishena naik, Raishan pun naik dan duduk di belakang gadis itu.

"Kita mau ke mana, Kanda?"

"Menyusuri Amurwabhumi. Oh iya, kita sekalian pergi ke wilayah Rambula untuk melihat karya para pengrajin," kata Raishan.

Mereka pun berkuda menyusuri Amurwabhumi. Sepanjang jalan, Airishena tak henti-hentinya takjub ketika melihat Amurwabhumi yang begitu indah.

Raishan yang melihat ekspresi Istrinya dari belakang, hanya bisa tersenyum senang. Cukup lama mereka berkuda, lalu akhirnya, mereka sampai di wilayah Rambula.

"Banyak sekali ya pengrajin di sini," kata Airishena. Ia lalu turun dari kuda dibantu oleh Raishan.

"Biasanya ketika orang berkunjung ke Amurwabhumi, mereka akan pergi ke Rambula. Karena itu banyak yang berjualan buah tangan di sini," jelas Raishan. Ia lalu menggandeng tangan Airishena untuk berjalan beriringan dengannya.

Raishan dan Airishena mengenakan pakaian yang tidak mencolok, dan juga topi caping untuk menutupi wajah mereka sehingga keduanya bisa berjalan-jalan dengan santai.

"Kanda lihat ini," Airishena berhenti di sebuah tempat yang menjual aksesoris, "Cocok untukmu," ia menunjuk sebuah gelang perak yang tampak cocok dengan Raishan.

"Wah, pilihan yang bagus, Nyonya. Gelang ini bahkan hadir secara berpasangan," penjual itu menunjukkan gelang yang mirip dengan gelang perak tadi, tetapi dengan versi lebih feminim.

"Aku beli ini," kata Raishan cepat, memberikan banyak koin emas.

"Tu-Tuan, ini banyak sekali," kata penjual itu.

"Ambil saja semua. Aku dan Istriku akan langsung pakai gelang ini," kata Raishan. Ia pun mengambil gelang yang ia belikan untuk Airishena, dan memakaikannya pada gadis itu.

"Terima kasih," kata Airishena. Karena Raishan memakaikannya gelang, Airishena lantas juga memakaikan Raishan gelang.

"Terima kasih," ucap Raishan.

"Pasangan yang romantis," puji penjual itu, "Terima kasih banyak Tuan dan Nyonya sudah membeli gelang ini. Oh iya, kata Kakek saya, gelang yang Tuan dan Nyonya pakai sekarang telah diberkati. Pemiliknya akan menjadi cinta sejati selamanya. Itu karena Kakek menemukan gelang tersebut di tepi sungai Air Pasa. Sungai yang menjadi simbol cinta."

Pyramid: TemaramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang