Part 1 - Ratih

8.5K 190 8
                                    

"Apapun pekerjaannya, aku mau. Yang penting aku bisa keluar dari tempat ini dan mendapatkan gaji yang besar." Pinta Ratih pada teman kecilnya, Cempaka.

"Tidak semudah itu, Ratih. Aku tidak bisa sembarangan memberimu pekerjaan. Apalagi sampai harus keluar negeri." Jawab Cempaka dengan ekspresi sedih. "Aku harus memastikan kamu mendapatkan pekerjaan dan calon majikan yang baik. Aku tidak mau kamu mendapatkan majikan yang kasar dan jahat. Kamu tidak tahu seberapa jahatnya orang-orang kaya diluar sana. Orang polos sepertimu justru akan menjadi mangsa yang empuk bagi mereka." Ucap Cempaka menenangkan.

Entah sudah keberapa kalinya Ratih memohon supaya Cempaka—teman masa sekolahnya yang merupakan putri dari pemilik agen penyalur tenaga kerja—untuk memberikannya pekerjaan keluar negeri atau pekerjaan apapun yang lokasinya sangat jauh dari desa tempat mereka tinggal.

Ratih putus asa. Ratih ingin menjauh dari keluarganya, bukan karena dia tidak mencintai mereka, namun karena dia sudah lelah dengan setiap desakan ibunya.

Ratih lelah menjadi kambing hitam sekaligus sapi perah keluarganya. Ia selalu saja menjadi tersangka atas segala kesalahan yang terjadi di rumahnya. Ia lelah menjadi bulan-bulanan ibunya yang selalu bersikap seolah selama ini Ratih tidak pernah mau berkorban untuk keluarga mereka.

Dan Ratih juga lelah diperlakukan layaknya anak tiri.

Ratih bukannya tidak bisa mandiri dan mencoba mencari pekerjaan sendiri. Dia punya keberanian untuk pergi, tapi ia tahu keberanian saja tidak akan cukup untuk membuatnya bertahan di kota besar karena yang paling dia butuhkan untuk pergi merantau adalah uang.

Ya, uang sialan yang selalu membuat Ratih tampak tak berguna sebagai seorang anak. Uang, uang, uang yang selalu lebih berharga bagi ibunya.

Ratih sudah bekerja keras sesuai dengan kemampuannya namun seberapa lelah pun ia, perjuangannya tak pernah dianggap. Bahkan setelah semua kerja kerasnya dirampas oleh wanita yang sudah melahirkannya, ibunya itu selalu menuduh Ratih menyembunyikan uang darinya. Bahkan lebih buruk, wanita itu seolah menganggap Ratih sebagai pencuri.

Empat tahun sudah dia lulus sekolah menengah atas dan selama itu pula ia tidak bisa menikmati gajinya.

"Hanya sebanyak ini?" Itu adalah pertanyaan rutin yang keluar dari mulut ibunya setiap kali Ratih baru saja menerima gaji.

"Kamu pasti menyembunyikan sebagian gajimu. Dimana kamu menyimpannya? Kamu belikan untuk apa?" Tuduhan itu disertai dengan penggeledahan. Bukan hanya tas, tapi seluruh tubuh Ratih pun diperiksa oleh ibunya dan itu membuat Ratih merasa dirinya seperti seorang pencuri.

"Demi Tuhan, Ma. Itu semua gaji yang aku dapat bulan ini." Selalu dan selalu seperti itu ucapan Ratih pada ibunya. Ia bahkan tidak berani untuk mengambil selembarpun gaji yang dia terima dari majikannya. Bahkan amplop yang diberikan oleh majikannya ia serahkan pada ibunya dalam keadaan utuh.

"Jangan berbohong. Bagaimana bisa gaji seseorang jumlahnya naik turun seperti ini. Bulan kemarin kamu mendapatkan lebih dari ini." Tegur ibunya lagi masih tidak percaya.

Ratih berusaha untuk tidak berteriak dan memaki ibunya karena sikap tidak percayanya itu. Dia sudah lelah bekerja, dan bahkan sebelum ia sempat meneguk air minum ibunya sudah memberondongnya dan menuntut gaji yang ibunya tahu akan ia dapatkan hari ini.

"Bulan kemarin penjualan toko itu cukup besar jadinya bos memberikan bonus yang cukup besar juga. Sementara bulan ini penjualan sedikit, jadi bonusnya juga sedikit." Ratih berusaha untuk menjelaskan namun ibunya masih saja tampak tidak percaya padanya.

"Gaji sebanyak ini tidak akan cukup untuk biaya hidup sampai bulan depan." Gerutunya seraya duduk di atas sofa, menendang kaki adik laki-laki Ratih yang tengah berbaring santai sambil menonton acara televisi supaya mengubah posisinya. "Bahan pokok itu setiap harinya semakin melonjak naik. Beras, minyak, telur. Kamu pikir uang yang kamu berikan ini cukup?" Ucapnya masih menggerutu.

Entangled by Your CharmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang