*Bukan untuk di tiru!
"Apa kau akan bahagia jika aku mati?"
.
.
.
Dia baik? Ya, dulu. Laki-laki itu baik hingga membuatnya jatuh cinta sejatuh-jatuhnya.
Apa janji itu telah hilang?
Apa dia melupakan janjinya itu?
Bila ingin tertawa, dunia memang tidak adil untuknya. Ia seperti mati perlahan-lahan, menahan sakit yang keterusan.
Ah, Bila sangat ingat bagaimana Noval begitu serius mengatakan jika ia tidak akan meninggalkannya di masa sesulit apapun. Tapi sekarang janji itu hanya sekedar janji, entah laki-laki itu ingat atau tidak.
Mungkin bisa saja janji itu hanya sebuah angin yang keluar dari mulutnya. Janji untuk bertahan ini sirna oleh masalah.
Memang dia bertahan tapi tidak untuk raga dan hatinya. Laki-laki itu berkeliaran mencari bunga yang lebih indah dan suci daripada Bila.
Jika sudah tidak cinta mengapa bertahan?
Mengapa tidak di akhir saja?
Mengapa mereka berdua tidak bercerai?
Bila sudah lelah, dia terdiam beberapa menit di dapur dengan tatapan kosong. Tangannya mengambil pisau buah yang tergeletak di meja, Bila memegang kuat gagangnya sebelum ia goreskan pada pergelangan tangannya.
Dengan bergetar Bila mengangkat tangan kirinya sedikit demi sedikit, sembari menyakinkan bahkan keputusan ini tepat. Dengan perlahan-lahan Bila menggores pisau itu pada nadinya hingga darah segar mengalir begitu deras.
Anyir, bau darah begitu menyengat. Bila menahan sakitnya, napasnya seperti tersekat. Pandangannya tiba-tiba kunang-kunang ia berharap berakhir setelah ini.
Mungkin ia akan mati?
Apa ia akan ke surga ketika mati?
Apa dengan mati masalahnya akan berakhir?
Pisau yang ada di tangannya di rampas dengan cepat.
"Lo gila!"
Teriakkan itu begitu samar di telinganya, berdengung. pandangan sudah sangat kabur ia tidak tau siapa itu, Noval? Bila tidak mengharapkannya.
Seketika Bila kehilangan kesadarannya dengan darah yang terus mengalir, Noval yang baru saja masuk ke dalam apartemen di kejutkan oleh Bila. Laki-laki itu langsung mengambil pisau yang ada di tangan Bila.
Noval merobek baju yang di pakai, melilitkannya pada pergelangan tangan Bila. Supaya pendarahan itu berhenti, Bila tampak pucat. Setelah melakukan pertolongan pertama, Noval langsung membawa Bila ke rumah sakit sebelum berita buruk muncul.
Laki-laki itu mengatur napasnya yang tersengal-sengal, ia tidak bisa membohongi hati kecilnya. Bahwa Noval khawatir dengan wanita yang sedang ada di dalam.
Dia masih hidup.
Noval bernapas lega, ia langsung berlari masuk ke dalam.
Noval berdiri di dekat pintu, ia tak mendekat lalu kembali lagi keluar.
_
Bila mencoba membuka matanya perlahan. Kepalanya berdenyut, ia kembali lagi mencoba membuka matanya. Semua putih, bangunan ini tampak begitu bersih.
Apa ini di surga?
Apa ia sudah mati?
Tidak, Ia masih bisa merasakan jika tangan yang tadi ia sayat ternyata nyeri. Bila masih hidup dan ia masih bernapas saat ini, ia berusaha menaikkan tangannya yang terluka. Ia akan melakukannya lagi, pikirnya.
Tangannya mengusap perutnya, pergerakan itu masih terasa di tangannya. Ternyata dia masih hidup, mengapa Tuhan tidak mengambil satu nyawa di dalam tubuhnya?
Bila menangis kencang, mengapa tidak mati. Mengapa?
Ia sudah lelah.
Seribu cara sudah ia lakukan, tapi bayi itu tidak lenyap. Tidak ada yang berhasil sama sekali.
Bila mengusap air mata di pipinya, matanya berkeliling mencari laki-laki yang masih berstatus suaminya itu berada. Bila tersenyum kecut, ia tidak ada di sini. Mungkin dia bersama dengan wanitanya di luaran sana.
Tanpa Bila tau, Noval berada di luar. Darah mengering menempel di bajunya, bahkan baju bagian bawah robek.
Ponselnya bergetar, ternyata Nira menghubunginya. Wanita itu berkata ia sedang di mana, Noval menjawab rumah sakit.
"Siapa yang sakit?" tanya Nira.
"Sepupu, gue butuh baju."
"Oke, sayang." Noval mematikan ponselnya, ia menunggu di luar.
Di dalam sana, Bila kesusahan untuk beranjak ke kamar mandi. Ia meraih botol infusan dengan pelan, turun dari ranjang. Tangan kanannya memegang botol infusan, dengan kaki terletih Bila berhasil sampai di kamar mandi tanpa bantuan siapapun.
Bila menghela napas lega saat ia sudah selesai buang air kecil. Ia meringis saat tidak sengaja tangan kirinya tersenggol sesuatu. Ia melihat tangan, darah sudah membasahi kasa yang melilit di tangannya.
Di luar, Nira yang baru saja datang langsung memeluk tubuh kekasihnya dengan penuh khawatir. Wanita itu membingkai wajah Noval. "Lo engga apa-apa, kan?" tanya Nira panik.
Noval menggelengkan kepalanya. "Engga."
Nira melepaskan pelukannya.
"Kok banyak darah sih, sayang?" tanya Nira sembari menatap darah yang mengering di bajunya.
"Biasa, sepupu bikin ulah," dustanya.
"Ulah?"
"Hm, bunuh diri." Nira langsung terkejut.
"Tapi dia engga apa-apa, kan?"
"Engga."
Nira menghela napas lega, ia kembali memeluk tubuh Noval dengan erat. Noval pun membalasnya, ia menjatuhkan wajahnya di tekuk Nira. Kebohongan yang semakin hari semakin menumpuk, Nira belum tau bahwa laki-laki yang berada di pelukannya adalah suami orang. Bahkan jika ia sudah tau, Nira tidak akan melepaskannya karena ia sangat mencintainya sekarang. Mencintai tubuhnya tentunya, tidak ada yang bisa memuaskannya kecuali Noval.
Laki-laki itu sangat ahli bermain, hingga membuatnya menggila di bawah rengkuhannya.
Nira suka itu.
Nira mengecup bibir Noval dengan brutal setelah memastikan tidak ada yang melihatnya. Napas mereka terengah-engah, Nira mengusap bibir Noval yang belepotan oleh lipstik yang ia pakai.
"Lanjutkan di rumah," bisik Nira di telinga Noval. Laki-laki itu mengangguk sembari tersenyum.
Noval menarik pinggang Nira, supaya merapat di tubuhnya. Laki-laki itu melumat leher wanita yang ada di pelukannya, Nila mendesah. "Jangan mendesah."
"Hm."
Noval menghentikan aksinya, mengambil baju yang tadi ia minta. "Lo tunggu di sini."
Nira mengangguk, ia duduk di kursi sembari menunggu Noval selesai mengganti pakaiannya. Tidak di sangka, Bila menatap dua orang tersebut dari tadi.
Niatnya pertamanya untuk melihat Noval, apa dia ada di depan atau tidak?
Tapi yang di lihat malah adegan dewasa yang menjijikkan menurutnya. Wanita itu sangat cantik lebih cantik darinya, Bila menutup kembali pintu yang tadi ia buka sedikit setelah melihat mereka menjauh dan pergi entah kemana.
Bila menghela napas, ia kembali duduk di ranjang.
Mencabut paksa infusan yang ada di tangannya lalu pergi keluar tanpa ada orang yang mengetahuinya.
"Pergi yang jauh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bila Dan Lukanya (Selesai)
Teen FictionWarning : 17+ Selesai Ada beberapa adegan kekerasan! _ Follow sebelum membaca. Jangan lupa tinggalkan vote. _ Abila harus menelan pil pahit ketika kejadian beberapa bulan menimpanya, ia hamil. Semua orang menghilang kekasihnya, Ayahnya dan dunia...