Menjijikkan (revisi)

125 6 0
                                    

"Kaki itu terikat tali, enggan lepas hingga lagi-lagi membelit tubuhnya."

.

.

.

Regan sedikit melirik kearah sampingnya, napas Bila begitu saat berat. Seperti begitu banyak beban yang tengah ia pikul saat ini.  "Gue mau tanya sama lo, apa dengan mengakhiri diri semuanya akan selesai?"

Bila terdiam, membeku di tempat lalu beberapa menit kemudian bibirnya mengeluarkan suara. "Gue harap itu selesai."

Regan menggelengkan kepalanya setelah mendengar ucapan yang di lontarkan oleh wanita yang ada di sampingnya.

"Luka lo memang berat tapi setidaknya, bego lo jangan di pelihara."

"Apa yang buat lo berpikir untuk bunuh diri? Hidup setelah ini pasti akan menyenangkan. Lo belum pernah coba main sama gue ke pantai, ke gunung dan banyak lagi. Setelah bayi itu lahir gue ajak lo ke manapun yang lo mau, tapi gue mohon singkirkan semua niat jahat lo."

Bila menggelengkan kepalanya.
tanpa melihat kearahnya, ia memilih menunduk menatap kakinya yang bengkak karena terlalu lama berjalan tadi.

"Hidup itu sebuah pilihan Bil, banyak masalah di setiap kepala manusia. Tapi banyak juga ketidakpuasan karena suatu hal, lo ingat kata gue dulu. Semua manusia memang ada batasnya tapi mencoba bertahan itu adalah sebuah perjuangan. Kita memang merasa kotor tapi itu adalah kotoran yang hadir karena pola pikir kita sendiri."

Regan menghela napas panjang, Bila tetap diam seribu bahasa sekarang. Ia ingin sekali memberi pelajaran pada laki-laki itu, bisa-bisanya membuat wanita di sampingnya begitu menderita.

"Dia lagi?"

"Lo bisa anggap laki-laki itu adalah sebuah tong sampah yang hanya isinya barang-barang busuk dan tidak layak."

Air mata Bila perlahan menetes sedikit demi sedikit, sakitnya sesak dan juga perih. Ia butuh keadilan dari apa yang sedang ia alami, lelah dengan kehidupan yang terus membuatnya jatuh semakin dalam.

Semuanya membuatnya putus asa dari Noval, bayi yang di kandungannya dan kehidupannya. Tidak ada yang membuatnya bangkit, sekarang semakin redup. 

Bunuh diri mungkin cara terbaik untuk melarikan diri dari masalah yang di hadapi. Regan mengangguk, ia sudah tau siapa yang membuat Bila jadi begini.

Keadilan, Regan juga menginginkannya. Mereka adalah korban seseorang, Regan merasa bukan ayah kandung dari bayi yang sedang wanita itu kandung. Tidak ada jejak ingatan akan kejadian itu, sama sekali tidak ada. Kalau pun keadaan mabuk Regan pasti akan mengingatnya tapi ini tidak.

Noval tidak pernah percaya, nama baiknya tercoreng begitu saja. Walaupun ia sudah bersumpah berapa kali, hasilnya sama Noval tidak percaya dengan ucapannya walaupun ia adalah sahabatnya. 

Bila masih terdiam setelah menangis hebat, Regan lagi-lagi menghela napas panjang. Membiarkannya, kalau dia tidak ingin bercerita, ya sudah. Regan tak ingin memaksanya lagi.

"Bil."

"Gue harap lo engga berbuat macam-macam setelah ini, bunuh diri engga akan menyelesaikan masalah. Kalau lo bunuh diri sama saja menyia-nyiakan kesempatan untuk hidup lebih baik. Lo masih punya gue dan lo masih punya Tuhan."

"Tapi?" Bila menatap Regan lalu kembali menunduk. "Gue tau ini berat, gue juga berusaha buat kita berdua cari keadilan. Tapi gue masih gagal, masih buntu engga ada penerangan sama sekali dan gue mohon kita berjuang bersama buat itu."

"Engga selamanya kejahatan itu menang, Bil. Bangkai lama kelamaan akan ke cium sama seperti kejahatan. Engga akan bertahan lama."

"Tapi kenapa sulit?" Bila menghapus air mata yang ada di pipinya. Mengapa sesulit itu untuk bertahan sekali saja, mengapa?

Kenapa sesakit itu?

"Lo punya gue, engga akan sesulit yang lo bayangin. Untuk Noval mungkin lo harus berusaha untuk bodo amat dengan apa yang dia lakukan. Semakin lo tersiksa semakin laki-laki itu senang. Dan untuk dia." Regan menunjuk perut Bila yang membuncit.

"Pertahankan sebentar lagi, lahirkan dia. Kita bisa tes DNA siapa Ayahnya yang sebenarnya."

Bila menggigit bibir bawahnya, Regan langsung paham. "Kita akan kasih anak itu ke orang yang membutuhkan. Banyak suami istri di luaran sana masih belum mempunyai anak. Gue pastiin dia aman dan lo bisa leluasa liat dia sebagai orang asing."

Orang asing, rasa menyakitkan saat mendengar kata tersebut di ucapkan oleh Regan. Bila terdiam, Regan menoleh sekilas lalu melanjutkan lagi ucapannya.

"Tapi jika lo mau urus dia, ya engga apa-apa. Mungkin kehadirannya membuat lo kembali bercahaya lagi. Mungkin tawa dari anak yang lo kandung bisa membuat lo tersenyum. Bisa jadi, siapa yang akan tau masa depan?"

Regan menghela napas panjang setelah bangkit dari duduknya.
"Jangan terlalu di pikirin, ayo gue anter lo pulang." Regan menarik tangan Bila, menyuruhnya pulang kembali ke apartemen.

"Kenapa?" tanya Regan, Bila menggelengkan kepalanya.

"Bertahan sekali lagi."

Bila mengangguk, ia mengikuti langkah kaki di depannya. Sesampainya di apartemen, Bila tidak langsung masuk di terdiam di depan pintu. Menghela napas dalam-dalam tiba-tiba pintu terbuka memperlihatkan Noval.

Bila menunduk, ia melewati Noval. Langkah kakinya berhenti saat tangannya di cekal olehnya. Bila membalikkan badannya menghadapnya, wajahnya begitu sinis. 

"Dari mana? Harusnya lo di rumah sakit, kan?" tanya Noval, Bila masih terdiam.

"Jawab!"

"Bosan." Bila melepaskan cekalan di tangannya lalu kembali ke kamarnya. Bila langsung menangis tersedu-sedu, melampiaskan semua amarah dan kesedihannya di sini.

"Argh, kenapa harus gue?!" Tangannya mencengkram erat seprai. Hingga buku-buku tangannya memutih hingga tidak sadar tertidur.

Noval menghentikan aksinya dengan Nira di dalam mobil. Ciuman itu terlepas begitu saja, "kenapa?" tanya Nira sembari memandang Noval dari jarak dekat.

"Engga."

"Lo takut ke ciduk?" Nira tertawa melihat ekspresi wajah laki-laki yang ada di samping. "Ya, engga apa-apa tinggal kita nikah aja."

Noval hanya tersenyum menanggapinya. Nira menarik kaos yang Noval pakai, ia memasangkan wajah memelas. "Ke apartemen lo, ya, gue mau nyoba di sana."

Noval terdiam, ia melirik ponsel yang berada di sakunya. Ternyata waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. "Sepertinya wanita itu sudah tidur," batin Noval.

"Ayolah."

Noval mengangguk, melajukan mobilnya menuju apartemennya. Sesampainya di sana, Nira langsung mencium bibir Noval dengan brutal. Hingga napas mereka terengah-engah, Noval membawa Nira ke kamar sebelum ke kamar ia memastikan Bila tidak mendengar apa yang di lakukannya.

"Itu kamar siapa?"

"Saudara."

"Oh."

Noval melanjutkan aksinya yang tadi, suara desahan terdengar jelas. Bila yang sedang tertidur pulas langsung terbangun, ia terdiam kala mendengar suara tersebut. "Suara apa itu?" 

Bila beranjak dari tempat tidurnya, menelusuri suara yang menggangu tidurnya. Bila terdiam saat berada di depan pintu kamar Noval suara itu semakin jelas.

Bila membuka sedikit, kakinya langsung mundur ke belakang. Mulutnya mengangga tidak percaya, jadi selama ini mereka sudah berhubungan ke tahap suami istri?

Matanya perlahan memanas saat melihat Noval berada di atas wanita itu dengan tidak memakai sehelai benang di tubuhnya. Suara desahan itu membuat telinga sakit, Bila berlari menuju kamarnya mengunci rapat pintu kamar.

  
"Sangat menjijikkan." Sama dengannya.

Bila Dan Lukanya (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang