kehidupan para tokoh (revisi)

227 6 0
                                    

Noval Atmaja

Anak dari pasangan Bian Atmaja dengan Hanin Mazaya. Lahir pada tanggal 06 bulan delapan dan ini usianya menginjak usia 17 tahun. Noval anak yang dari kecil saat senang dengan motor hingga ketika dewasa Noval mengikuti balapan liar.

"Kuncinya Bunda sita, Bunda engga suka kamu balap-balapan. Kamu masih sekolah, Nak, belajar yang benar dan banggakan diri kamu sendiri." Wajah Noval memelas ketika kunci motornya di sita oleh Bundanya.

"Jangan selalu mengandalkan uang Ayah kamu. Kamu itu laki-laki Nak, tugas laki-laki bekerja dan tugas kamu sebagai siswa adalah belajar yang benar."

Noval menganggukkan kepalanya paham, ia menghela napas saat Bundanya keluar. Ponsel yang tadi ia simpan di dalam buku kini ia keluarkan. Mulai mengirim pesan kepada semua orang yang sempat ia cek sebelumnya.

"Kembalikan uang itu Bunda engga suka, uang hasil balapan kamu."

_

Abila Jihana Aleta

Bila meringis saat tangannya di pukul oleh Ayahnya mengunakan sapu yang ada di kamarnya. Tangannya menjadi sasaran ketika Bila tidak turut dan hasil ulangan tidak memuaskan.

Suara sapu terlempar begitu saja, Ayahnya melangkahkan kakinya keluar. Bi Siti langsung masuk ke dalam, memeluk tubuh Bila yang sedang menangis. Selalu seperti ini, didikan Ayahnya begitu keras kadang membuat Bia muak. Tapi hanya Ayahnya yang ia punya, kemana lagi jika ia memutuskan berlari jauh?

Tidak ada yang memeluknya nantinya. "Bibi ambil dulu es batu, ya, Non."

Bia duduk di ranjang kamar miliknya, ia sendirian setiap hari. Ayahnya selalu bekerja dan kadang tidak pulang, jika pulang Bia harus merelakan tubuhnya di pukul jika ia tidak belajar di malam hari.

Semua itu terjadi sejak kecil, tidak ada hari tanpa tangannya di pukul oleh sapu. Kasar memang tapi cara didiknya begitu menakutkan.

Bi Siti berlari kecil saat masuk ke dalam kamar, beliau duduk di sebelah Bia. Meringis saat es batu itu menyentuh tangannya yang memerah akibat pukulan sang Ayah. "Perih pasti ini, Non."

Bila hanya tersenyum tipis, perihnya sudah tidak ada rasanya sama sekali. Sudah terbiasa seperti ini, Riksi selalu main tangan. Tapi Ayahnya hanya memukul tangan dan pahanya saja mengunakan sapu kadang buku tebal miliknya.

Bi Siti meniup tangan majikannya.  Bila alergi dengan salep, ia tidak pernah menggunakan sama sekali. Tubuhnya pasti akan gatal jika salep itu mengenai kulitnya.

"Sekarang Non istirahat, Bibi keluar dulu." Bia tidak langsung tidur, memutuskan untuk duduk di meja belajar dan mulai mengerjakan beberapa soal yang ada di buku hingga jam sepuluh malam.

Bila menutup buku miliknya, ia memutuskan untuk tidur. Lampu ia matikan, ternyata sepi dan gelap tidak semenakutkan yang Bila kira di waktu kecil.

Regan Malik

Selalu sempurna, keluarganya begitu sempurna. Mempunyai orang tua yang begitu baik membuatnya kadang menjadi manja ketika ada di rumah. Regan hidup bersama orang tuanya dan beberapa adiknya yang masih kecil.

Ia hanya mempunyai tiga teman yaitu Noval, Ikbal dan juga Fatih. Kisah pecintanya tidak selalu berjalan mulus, Regan selalu saja menggoda wanita hanya untuk kepuasannya karena ia sedang melajang.

"Sini sarapan dulu." Regan duduk di depan Raga-Ayahnya. Ia mengambil beberapa makanan yang tersedia di atas meja dan mulai memakannya.

"Bang nanti pinjam motor." Regan menatap tajam Adiknya, ia menggelengkan kepalanya. Regan tidak mengijinkan Adik perempuannya mengendarai motor. "Engga-engga, kamu naik mobil saja sama Ayah."

"Ish, Yah. Bang Regan." Adiknya menunjuk Regan.

Raga menghela napas, anak pertamanya memang benar. Ia juga masih tidak mengijinkan anaknya mengendarai motor untuk sekarang.


Ikbal Vianja

Ikbal memeluk tubuh ibunya yang menangis seperti biasanya Ayahnya selalu mengambil uang hasil kerja ibunya. Setiap hari selalu seperti ini, mereka bertengkar dan Ayahnya selalu menghabiskan uang hanya untuk judi online.

Ikbal bangkit, ia memandang Ayahnya yang sedang asik menghitung uang yang ia rampas dari tangan istrinya. Ikbal merebut semua uang yang ada di tangan Ayahnya, Vian langsung memandang anaknya dengan tajam begitu pula ibunya juga menatap sembari menggelengkan kepalanya. "Apa-apa kamu ini, kembalikan uangnya."

"Engga akan Ikbal kembalikan, ini bukan punya Ayah."

"Kembalikan, anak sialan!" Kursi kayu itu mengenai tubuh Ikbal yang sedang berdiri. Ia selalu menjadi Tameng jika sedang seperti ini, Ikbal hanya anak tunggal tidak mempunyai adik sama sekali.

Ikbal bersyukur untuk itu.

Ibunya langsung memeluk tubuh anaknya. "Kembalikan uangnya, Nak."

"Tapi Bu."

Ibunya mengambil uang yang ada di tangan anaknya, memberikan uang itu pada suaminya. Vian tersenyum sembari menatap mereka berdua. "Gitu dong istri dan anak yang baik." Vian menutup ibu rumah dengan keras.

Ini yang membuat Ikbal tidak nyaman jika harus tinggal di rumahnya. Lebih baik ia menginap di rumah Regan, Fatih ataupun Noval. Tidak ada piring yang melayang, suara teriakkan yang menggema dan juga kekerasan. "Kamu engga apa-apa, Nak," tanya Ibunya sembari tangannya menyentuh wajah putranya.

Ikbal meringis ketika tangannya di sentuh oleh ibunya. Wanita parubaya itu langsung berdiri mengambil obat merah yang berada di atas nakas. "Lain kali jangan begitu Nak, ibu takut kamu kenapa-kenapa."

"Ikbal pengen ibu cerai sama Ayah, untuk apa ibu mempertahankan suaminya yang seperti itu, Bu. Ibu yang kerja keras tapi laki-laki itu yang habiskan untuk judi."

"Engga segampang itu Nak lepas dari Ayah kamu."

"Ikbal akan bantu ibu pisah dari laki-laki itu."

"Uang untuk ulangan kamu?" tanya ibunya sembari menunduk. Ikbal menenangkan ibunya. "Tenang aja, Bu. Ikbal ada kok, ibu jangan khawatir."

"Uang dari mana, Nak."

"Ada, ibu engga perlu tahu."  Ikbal membersihkan hasil karya yang di buat Ayahnya tadi, menyimpan kembali kursi yang tadi di pakai untuk memukulnya ketempat semula. Ibunya mengambil sapu menyapu  pecahan piring gelas yang berserakan di atas lantai.

Ikbal memandangi ibunya dengan sendu. Ia ingin ibunya bercerai dari Ayahnya, untuk apa mempertahankan benalu seperti Ayah yang tidak bisa mencari uang dan hanya sibuk judi online.

Al Fatih Mahendra

Fatih sama seperti Regan keluarganya harmonis hanya dengan Bundanya. Ayahnya sudah meninggal satu tahun yang lalu karena serangan jantung. Fatih keluar dari kamar saat ia mendapatkan pesan dari Ikbal yang mengatakan laki-laki itu akan menginap di rumahnya.

Seperti biasa, Ikbal merebahkan tubuhnya di ranjang. Ia memegang sikunya yang kini sudah diobati dan di tutup oleh perban. Fatih menghela napas, melempar rokok kepada sahabatnya yang sedang tiduran di ranjang.

Ikbal langsung bangkit, mereka duduk di depan rumah Fatih sembari merokok. "Ada masalah lagi?"

"Hm, seperti biasa. Sekarang gue mau melarikan diri sebentar, pala gue pusing tiap hari dengerin orang berantem mulu." Ikbal tersenyum setelah mengakhiri ucapannya, yang selalu tertawa terbahak-bahak biasanya selalu memendam luka yang besar.

"Tempat gue terbuka buat lo."

"Lo emang sahabat gue."

"Dari dulu kali."

"Hm."

Bila Dan Lukanya (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang