"Menangis teruslah menangis hingga kau lupa apa itu menangis."
.
.
.
.
.
Apa takdir membuatnya begitu rumit, sejauh mana ia bersembunyi mereka pasti bertemu lagi. Tubuhnya membeku saat melihat sahabatnya—Nabila berada di sana sedang duduk terdiam dengan memegang buku pelajaran.
Pandangannya kini bertemu, dengan cepat Bila mengalihkan pandangannya ke lain arah. Nabila yang sedang duduk mengerutkan keningnya, porsi tubuh wanita yang melihatnya tadi tidak asing. Lagi-lagi Nabila mengabaikannya, Bila menghela napas panjang. Untungnya Nabila tidak mengenalnya karena ia memakai masker dan juga kacamata.
Bila berjalan menghindar, Nabila kembali melihatnya. Bila berjalan menjauh ia tersadar sesuatu. "Gantungan itu?" ucapnya pelan. Hanya Ia dan Bila yang memilikinya karena Nabila membuatnya sendiri.
Tanpa berpikir panjang, Nabila bangkit dari duduknya menghampirinya. "Abila!"
"Abila!" teriak Nabila.
Bila menghentikan langkah kaki, seluruh tubuh bergetar. Tidak di sangka Nabila, mengenal dirinya ketika menggunakan masker.
Tubuhnya masih terdiam bahkan saat sahabatnya sudah berdiri dihadapannya dengan penuh tanya.
"Ini lo, kan? Hah?" tanya Nabila.
Dengan terpaksa ia menggelengkan kepalanya, berpura-pura memang melelahkan. Sejujurnya ia sangat merindukan sahabatnya.
"Bukan, Mbak salah orang." Bila membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauh.
"Engga. Gue tau ini lo, Bil." Nabila berteriak, ia tidak memperdulikan orang-orang yang menatapnya penuh tanya.
"Bukan, Mbak. Mbak salah orang."
Nabila membuka masker yang di pakai oleh Bila, wanita itu langsung menangis dan menjongkok. "Kenapa lo engga cerita sama gue."
Nabila menangis, melihat kondisi sahabat baiknya. Wanita di depannya tidak bercerita apapun tentang kondisinya saat ini, bahkan ia tidak tau bahwa sahabatnya tengah mengandung.
Sahabat macam apa ia?
"Rasanya gue gagal jadi sahabat lo." Nabila masih menangis, ia mengusap air mata yang berada di pipinya. Sedangkan Bila masih membeku di tempatnya, ia tidak menyangka bahwa hari ini akan seperti ini.
"Kenapa lo engga cerita? Lo masih anggap gue sahabat lo?" Perkataan sahabat begitu menyakiti hati kecilnya, ia terpaksa berbohong tentang kondisinya dulu dengan pura-pura pindah kota.
"Enam bulan lo pergi, gue kira lo bahagia tapi nyatanya lo." Nabila menatap kondisi sahabatnya sekarang, sahabatnya begitu memperhatinkan jika di lihat. Tubuhnya tidak sama dengan tubuhnya dulu, pipinya tirus, kantung mata begitu hitam. Tangannya begitu ramping berbeda dengan dulu, ini bukan Abila Jiana yang Nabila kenal dulu.
Ini bukan sahabat baiknya.
Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Tidak sanggup melihatnya lebih dalam lagi, "Kenapa lo bisa seperti ini, hah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bila Dan Lukanya (Selesai)
Ficção AdolescenteWarning : 17+ Selesai Ada beberapa adegan kekerasan! _ Follow sebelum membaca. Jangan lupa tinggalkan vote. _ Abila harus menelan pil pahit ketika kejadian beberapa bulan menimpanya, ia hamil. Semua orang menghilang kekasihnya, Ayahnya dan dunia...