Bila menundukkan kepalanya. Ucapan Noval masih berputar di kepalanya, laki-laki itu hanya menikahinya karena terpaksa tidak lebih. Bila bisa bernapas dengan lega, setidaknya ia tidak menikah dengan laki-laki pilihan Ayahnya yang tidak lain adalah sahabat Ayahnya sendiri.Noval masih memandang Bila dengan tatapan tidak percaya. Seperti bom yang begitu saja meledak di kepalanya, ia tidak menyangka jika dirinya akan dihadapkan pada urusan seperti ini. Sebenarnya ada rasa kasihan di hati kecilnya melihat Bila menangis tapi Noval berulang kali menepis itu semua. Udah terlanjur kecewa bagaimana lagi.
Suara tegas yang keluar dari mulut Riksi membuat Noval dan Bila yang sedang duduk terkejut dan akhirnya menoleh ke sumber suara.
"Hubungi orang tua kamu!"
Deg..
Dadanya berdetak hebat sekarang, ia melirik sekilas pada laki-laki yang sempat menjadi kekasihnya itu. Noval dengan ragu mengangguk, mengeluarkan ponsel dari saku celananya lalu mencari nomor telepon Ayahnya.
Noval langsung pada intinya, ia meminta orang tuanya untuk datang ke sini tanpa alasan apapun. Biarkan mereka tahu di sini, Bila lagi-lagi menundukkan kepalanya. Bersuara untuk menolak semua ini juga tidak ada gunanya. Bila dihadapankan akan dua pilihan menikah dengan Noval atau menikah dengan teman Ayahnya.
Tentu saja ia memilih Noval.
Bila tidak bisa mencegah apapun sekarang, karena kehidupannya kembali di pertaruhan lagi. Ia tidak mau di kasihani oleh seseorang termasuk Noval ataupun orang tuanya.
Sudah cukup ia mengecewakan dirinya sendiri dan semua orang. Bila ingin kembali berlari, jika kemarin ia berhasil mungkin saat ini ia tidak seperti ini.
Satu jam berlalu, akhirnya orang tua Noval datang dengan wajah khawatir. Mereka bertanya apa yang terjadi pada anaknya. "Ada apa ini?" tanya Bima saat memasuki rumah milik Bila.
Riksi menunjuk Noval, ia membiarkan laki-laki itu yang berbicara dengan orang tuanya sendiri. Riksi kecewa? Tentu saja. Siapa yang tidak kecewa jika anak gadisnya kehilangan kesuciannya hanya karena laki-laki yang belum menghalalkannya.
Sebelum duduk Hanin terlebih dahulu menatap Bila yang sedang menundukkan kepalanya dan tubuhnya bergetar. Perasaan tidak enak langsung ia rasakan saat ini, ia menepuk pundak anaknya. "Sebenarnya ada apa ini? Katakan yang sejujurnya, Nak?" tanya Hanin.
Terlanjur, ia sudah ia sini. Noval menatap lekat mata ibunya dan berkata dengan ragu. "Maaf, Bun. Sebentar lagi cucu Bunda otw lahir."
Deg...
Berita buruk.
Noval terpaksa kembali berbohong, anak itu bukan anaknya. Tidak ada darahnya yang mengalir di tubuhnya dan hari ini ia harus mengakuinya sebagai anaknya hanya untuk hari ini.
"Hah?" Bundanya masih bingung.
Plak
"Apa kamu hamilin anak orang, Noval?"
Noval mengangguk. "Nikahi dia."
"Oke."
-
"Sialan."
Noval menendang lemari yang berada di sudut kamarnya setelah pertemuannya dengan orang tua Bila. Ayahnya marah besar padanya, ia sudah berbicara jujur tentang janin yang gadis itu kandung bukan anaknya ketika mereka sudah sampai di rumah.
Sebejat apapun Noval, ia tak akan merusak wanita yang di cintai setelah sang Bunda. Amarah laki-laki itu meluap karena gadis itu tidak menyangkal kalau dirinya hamil bukan karenanya. Bila hanya diam selagi menunduk tanpa mencegah semuanya terjadi.
"Anjing, mati sana!"
"Sialan!"
Noval menyugar kasar rambutnya, ia mengambil ponsel dan juga kunci motor miliknya. Berlari meninggalkan rumah dengan secepat mungkin, tubuhnya di tarik oleh seseorang dari bekalang tak lain adalah sang Ayah yang sedang menatapnya dengan amarah.
"Mau ke mana lagi kamu!"
Noval melepaskan tangan laki-laki parubaya itu, meninggalkannya begitu saja. Bima berteriak kencang memanggil anaknya supaya laki-laki itu berhenti namun usahanya sia-sia. Anaknya begitu keras kepala sama sepertinya.
"Noval, berhenti kamu!"
"Noval!"
Bima mendencak. "Cih, anak engga tau diri."
Noval melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, berusaha menghilangkan semuanya beban yang tiba-tiba mendarat di pundaknya sekarang.
Ia menghentikan motornya, memukul stir motor miliknya. "Argh, sialan!"
_
Kembali lagi...
Ia kembali lagi masuk ke dalam gudang setelah Noval pergi bersama orang tuanya. Air matanya masih mengalir dengan deras, sesekali Bila menyerka air mata yang menetes di pipinya. Bila memegang perutnya dengan kuat, ia belum makan dari malam hingga sekarang. Bila tidak tahu Bi Ningsih dimana sekarang, ia berdoa semoga beliau baik-baik dan pengawal Ayah tidak berbuat macam-macam.
Bila menelan air ludahnya sendiri ketika rasa haus mulai menyerangnya lagi. Tidak ada air di sini, hanya ada ruangan gelap dan suara yang sama seperti kemarin. Jika kemarin ada Bi Ningsih yang memeluknya dengan erat dan mencoba menenangkannya. Tapi sekarang tidak ada raga satu orang pun yang memeluknya di dalam kegelapan ini.
Malang sungguh hidupnya sekarang.
Suara-suara kecil itu kembali terdengar di telinganya, mungkin jika tikus di balik lemari itu bisa berbicara. Tikus itu akan tertawa dan berbicara tentang semua yang ia sesalkan saat ini.Bila menyandarkan tubuhnya pada dinding yang dingin, tangisnya masih belum reda.
Bisakah ia menghilang dari bumi ini?
Tangisan itu begitu lirih, menusuk siapa saja orang yang mendengarnya. Tangannya mencengkram perut yang sudah tidak lagi di tutupi oleh korset, dengan keras hingga ia bisa merasakan sakit yang luar biasa dari perutnya.
Perutnya sudah mulai terlihat jelas sekarang, usia kandungannya juga sudah masuk bulan ketiga. Bila mencengkram perutnya dengan kuat "Ah, kenapa lo datang. Gue engga butuh lo hidup sekarang!"
Tangan yang lainnya memukul kuat lantai. Sekarang hidupnya tak lain hanya di isi oleh tangisan saja, sejujurnya ia sangat-sangat membenci itu. Di kasihani, di maki, di sudutkan, diasingkan itu akan terjadi besok. Karena ia sudah memutuskan untuk keluar dari sekolah tanpa ada kejelasan sama sekali.
Hidupnya sudah seperti api, sekali di beri kayu akan membesar. Ia benci hidupnya sekarang, ia benci dirinya, ia benci semuanya, ia benci anak yang ia kandung.
-
"Arghh!"
Semua barang yang ada di depannya ia lempar begitu saja, ia berteriak kencang. Noval frustasi sekarang, bagaimana tidak hari ini semuanya begitu kebetulan.
Noval mengacak-acak rambutnya.
Kebongkarnya kehamilan Bila, orang tuanya marah, ia harus menikah muda dengan gadis itu. Sejujurnya, di hati paling terdalam nama gadis itu masih tersimpan kuat di sana. Hanya saja rasa kecewanya begitu dalam hingga membuat hatinya terluka.
Gadis yang membuatnya tertawa dulu kini hanya memberi penderitaan yang begitu berat. Dan beberapa hari lagi, dirinya akan menikah muda bertanggung jawab atas apa yang tidak ia perbuat.
"Anjing, bego, arghh!"
Noval kembali berteriak sepuasnya sebelum akhirnya menyadari apa yang harus ia lakukan besoknya itu menikah.
"Nyawa di bayar nyawa, penderitaan di bayar penderitaan dan gue akan buat perhitungan sama lo."
"Tunggu tanggal mainnya." Noval tersenyum smirk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bila Dan Lukanya (Selesai)
Teen FictionWarning : 17+ Selesai Ada beberapa adegan kekerasan! _ Follow sebelum membaca. Jangan lupa tinggalkan vote. _ Abila harus menelan pil pahit ketika kejadian beberapa bulan menimpanya, ia hamil. Semua orang menghilang kekasihnya, Ayahnya dan dunia...