Panti asuhan (revisi)

122 7 0
                                    


"Bohong jika mereka tidak menginginkan keluarga yang lengkap."
.
.

.

.

.


"Kelak dia akan seperti mereka."

Regan melirik sekilas perut Bila yang membuncit lalu kembali lagi menatap beberapa anak kecil yang sedang bermain.

Ya, bayi yang di kandung oleh Bila akan seperti mereka yang berada di sini. Kehadirannya tidak diinginkan oleh orang tuanya, Regan tidak bermaksud lain yang ia bicarakan ialah fakta yang sebenarnya terjadi.

Tubuhnya seketika membeku di tempat, tangan kanannya ia letakkan pada permukaan perutnya yang membuncit. Mulutnya membisu, Bila tidak bisa mengelak karena ucapan Regan memang benar.

"Kelak dia akan seperti mereka di sini. Tidak ada tangan yang menggenggam mereka dengan hangat,  tidak ada selimut yang membuatnya nyaman. Mereka menganggap satu sama lain adalah keluarga tapi kenyataannya mereka hanyalah orang-orang yang terbuang."

"Untungnya saja mereka bisa hidup, bahkan orang tua mereka tidak membunuhnya. Banyak orang yang tega membunuh anaknya sendiri, mengapa mereka tidak menaruhnya di panti asuhan dan membiarkan mereka hidup?"

"Apa mereka tidak punya rasa kasihan? Atau rasa bersalah ketika membunuh buah hatinya sendiri?" Regan tersenyum tipis. "Seperti ada tapi seolah mereka tidak menghiraukannya."

"Dunia memang mengerikan."

Bila mulai menangis, Regan langsung menarik wanita itu keluar. Mereka duduk di taman, air mata Bila masih berlomba-lomba keluar. Regan menghela napas, ia melanjutkan ucapannya yang tadi.

"Gue ngajak lo ke sini bukan maksud apa-apa, gue hanya ingin lo lihat. Di sini banyak anak yang engga diinginkan kehadiran, mereka dibuang dan dirawat di sini. Mereka engga tau siapa orang tua mereka, mereka hanya menganggap ibu panti adalah ibu mereka."

"Bukannya mereka  tidak berdosa? Mengapa mereka ditinggalkan?"

"Gue mau tanya sama lo?" Regan melirik Bia yang masih setia menangis.

"Ke depannya mau bagaimana?" tanya Regan.

Tujuan ke depannya harus wanita itu siapkan, siap atau tidak siap itu adalah konsekuensinya.

Tangisan Bila makin kencang, Regan menghela napas. "Biarkan dia lahir, lo bisa titip dia di sini. Kelak kalau lo udah gede, lo bisa asuh dia lagi, gue bakal bilang sama ibu panti supaya dia engga di adopsi." Regan menatap lurus ke depan, jika itu terjadi ia pasti menjadi peran penting di sini.

"Lo bisa leluasa liat perkembangan dia, dia bakal kenal lo sebagai Kakak bukan ibu. Jangan biarkan dia menderita karena lo engga sayang sama dia, dia engga salah. Dia engga berdosa dan lo hanya korban sama kayak dia."

"Kalau lo mau, gue bakal kasih tau ibu panti, supaya rawat bayi lo di sini dan lo bisa cerai dari Noval. Lanjutin pendidikan lo dan kejar apa yang buat lo bahagia."

"Bukankah itu yang lo mau?" tanya Regan.

Bila langsung mengangguk. "Ya, itu yang gue mau."

"Oke, gue kasih tau ibu panti sekarang." Tangan Regan di cekal dari belakang oleh Bila. "Engga sekarang gue belum siap."

"Oke."

"Biarkan dia hidup, sepuluh tahun lagi ... lo bisa ambil dia. Kalau lo engga mau rawat anak itu biar gue rawat."

"Jangan putus asa, hidup masih panjang. Lo bisa bahagia seperti apa yang lo mau. Rasa cinta itu bisa pudar, dia sudah memiliki pengganti lo dan lo harus mundur."

"Kalau kejadian terjadi saat kita sudah dewasa, mungkin engga akan seperti ini. Kita hanya remaja yang tidak tau apa-apa, bahkan uang saja kita tidak punya. Gue pasti rawat bayi lo, menganggapnya anak gue tapi takdir berkata lain. Semua ini terjadi saat kita remaja dan belum dewasa."

Bila menatap lurus ke depan setelah mendengar ucapan yang di lontarkan oleh Regan tadi. Laki-laki itu pergi entah ke mana, membiarkan Bia sendiri dan berpikir untuk ke depannya.

Kepalanya seperti akan pecah. Ia harus bagaimana, pikiran campur aduk.

Melahirkan bayi lalu membiarkan tumbuh di sini, apa yang dia inginkan?

Apa membiarkan dia mati dengan rasa kecewa?

Apa yang dia mau sebenarnya?

Bila memejamkan matanya, sepertinya  kedepannya ia tidak tahu akan seperti apa. Mungkin membiarkannya lahir atau tidak.

Semuanya sudah Regan katakan pada Ibu panti, semua masalah Bila. Aida menyetujui, bayi itu layak hidup mereka tidak bersalah.

Dengan syarat merahasiakan pada orang tuanya, Regan belum siap jika orang tuanya tau tentang ini. Bagaimana persahabatannya hancur karena wanita yang bahkan Regan tidak terlalu kenal.

Setelah mengutarakan semuanya akhirnya perasaan lega menghampirinya. Kelak anak itu lahir atau tidak, dia pasti akan bahagia kalau tinggal di sini walaupun tanpa Bila.

Tanpa dekapan ibu kandungnya.

Regan membiarkan Bila sendiri, memberi waktu untuk berpikir tentang masa depannya.

_

Tangan Noval mengepal saat melihat Bila masuk ke dalam mobil Regan. Tanpa mereka tau, ia sudah memperhatikan mereka dari tadi. Niatnya datang hanya untuk membawa baju ganti tapi apa yang dilihatnya sekarang.

Ia benci seseorang yang berada di dekat Regan.

Noval menjalankan motornya setelah melihat Mobil yang di tumpangi Bila melaju lebih dulu. Ia menjaga jarak sedikit jauh, mobil hitam itu tidak hilang dari pandangan Noval sekali pun.

"Sialan, ke mana wanita itu pergi?"

Ia egois, tentu saja. Noval belum sepenuhnya puas dengan apa yang ia lakukan sekarang. Sakit hatinya tidak sepadan dengan penderitaan Regan ataupun dengan Bila. Balas dendamnya masih di tahap awal, ia belum melihat wanita itu menderita seumur hidupnya.

Noval tidak akan melepaskan Bila sampai kapanpun, ia membuatnya mati perlahan-lahan.

Noval menghentikan motornya saat mobil Regan ia ikuti berhenti di sebuah bangunan yang baru pertama kali ia kunjungi. Noval melirik papan nama yang tidak jauh darinya berhenti.

Kening laki-laki itu mengerut. "Untuk apa mereka ke sini?" tanya Noval.

Noval berdecak kesal, ia memutuskan pergi. Karena teringat dengan janjinya pergi dengan Nira, kalau tidak pasti ia masih berada di sini dan mengawasi setiap gerak-gerik musuhnya berada.

Ia tidak perduli, sekecil apapun itu pada Bila yang ada di pikirannya kini hanya Nira. Rasa cintanya sudah berganti dengan rasa benci, seolah rasa itu sirna di di hempas begitu rasa oleh rasa sakit tidak pernah ia sangka sedikit pun.

Benar saja, luka yang membekas  adalah luka yang diberikan oleh orang terdekat.

Bila masih terdiam, duduk di kursi taman di pekarangan panti yang sedang mereka kunjungi. Ia menunduk saat bayi di perutnya menendang, ia mengusapnya lalu kembali menangis. "Kelak lo akan di sini."

"Lo engga perlu menderita, setelah lo lahir gue bakal hilang. Jangan ikut gue, lo di sini sama mereka dan jangan pernah cari gue."

"Hidup akan menyakitkan jika lo ikut gue."

Bila Dan Lukanya (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang