Tawa yang lenyap (revisi)

119 9 1
                                    

Tawaku hilang ...
Entah siapa yang membawanya?
Apa Tuan yang membawanya?
Sudi kah Tuan mengembalikan lagi tawa itu?

.

.

.

.

.

.

.

Ada yang kosong tapi bukan rumah, bak angin yang hanya menghembus tanpa ada wujud. Ia menghantam dengan keras membuatnya hancur tidak ada yang tersisa. Apa arti tersenyum menurut Bila? Yaitu kegilaan.

Tersenyum paksa, tertawa dengan paksa saat dunia hampir di ambang kehancuran. Jiwanya hancur tapi tubuhnya masih utuh, matanya kosong kala melihat dunia. Tidak ada lagi dunia yang ia tatap indah dulu.

Matanya selalu kosong dan mulutnya hanya diam. Kadang menangis tersedu-sedu kadang baik-baik saja, sakit memang.

Dunia memang seperti itu, bak pisau yang menancap di dada. Sakit, berdarah dan membekas.

Lalu bagaimana bekas itu akan menghilang?

Kapan?

Hidup tidak selalu lurus tapi tidak dengan ini. Kenyataan memang lebih pait, Bila menginginkan mimpinya dulu. Indah dan menyenangkan, ia iri. Mengapa sesakit ini, tubuhnya sudah tidak utuh.

Hidupnya kini hanya sebuah ilusi,  kakinya bahkan seperti berlayar entah di mana. Ia mati kutu di tempat ini. Saat  Bila hanya menatap dirinya di cermin dengan tatapan kosong. Matanya sedikit berembun dan lurus ke depan. Bagaimana bisa sembuh kalau selalu di timpa lagi dengan kenyataan yang lebih pahit.

Cara bertahan apa lagi yang harus ia lakukan. Jika menyerah saja semua orang melarang?

"Apa mati bisa menyelesaikan masalah?" tanya dihadapan cermin.

"Apa bisa?"

Bila kembali terdiam setelah berbicara seperti itu. Kematian seperti apa yang Bila katakan? Bunuh diri? Ia sudah mencoba tapi tetap gagal.

Ketukkan pintu membuat Bila sadar dari lamunannya yang panjang. Wanita itu menoleh, mengambil napas panjang sebelum membukakan pintu.

Noval sudah berada di depannya dengan berpakaian rapih. Bila masih terdiam tanpa suara, laki-laki itu melempar sesuatu kepada Bila. "Pake."

Bila hanya mengangguk, menutup pintu dengan keras dan masa bodo jika mengenai laki-laki itu.

Sebuah dress berwarna hitam begitu cantik melekat di tubuhnya. Perutnya terlihat jelas mengembul di balik dress hitam yang ia pakai.

Noval kembali mengetuk pintu kamar wanita itu. Bila membuka pintu kamarnya, tanpa berbicara apapun. Alis laki-laki itu mengerut, seperti ada yang berbeda dari Bila.

"Ayo!" Bila mengikuti langkah kaki di depannya, entah akan ke mana ia sekarang. Tak ada ucapan yang terlontar dari mulut Noval, ia hanya terdiam Seperti batu.

Bila kesusahan saat masuk ke dalam mobil, di dalam hati ia berdecak. Seperti tidak berguna, begini saat tidak bisa. Lagi-lagi Bila menyalahkan dirinya sendiri dan juga bayi yang sedang ia kandung.

Anak yang di kandungannya tidak berdosa. Tapi mengapa semua orang menganggapnya sebagai aib yang harus di tutup-tutupi.

Mobil itu melesat jauh dari apartemen. Noval fokus mengemudi, pikirannya tertuju pada kemarin. Apa Noval tau bahkan wanita yang bersamanya adalah sodara tirinya.

Dan jika Ayahnya tau pasti Noval akan di pukul mati-matian. Bila tersenyum miris tapi itu tidak mungkin, ia sudah di buang dan kini dia bukan lagi putri dari Ayahnya. Sekarang sudah berubah, mereka pasti akan mendukung hubungan keduanya saat tau bahwa yang di kandungannya bukan lah darah daging Noval.

Karena ia dan juga Noval tidak pernah melakukan apapun ketika masih berpacaran. Laki-laki itu selalu menjaganya namun ia di rusak oleh seseorang yang sampai saat ini belum ia ketahui.

Regan? Tentu saja, Bila merasa bukan dia pelakunya. Kalau memang dia pelakunya pasti dia sudah bertanggung jawab tapi ini tidak. Laki-laki selalu jadi penasehatnya dan pendengaran terbaiknya.

Netranya menatap jendela sepanjang jalan. Noval menghentikan mobilnya di sesuatu tempat yang ia sangat hapal kalau ini adalah rumah laki-laki itu.

Setelah beberapa lama ia menginjak kakinya kembali di sini. Tidak ada yang berubah tapi ia yang berubah, Bila mengikuti langkah kaki di depannya.

"Ayo!" Suara bentakan terdengar saat langkah kaki laki-laki itu mulai jauh darinya.

Bila langsung mempercepat langkah kakinya menyusul Noval yang berada di depannya. "Cepat, lo mau orang tua gue curiga."

Bila mengatur napasnya saat sudah melangkah sejajar dengan laki-laki itu. Tubuhnya terasa berat sekarang, untuk jalan pun susah. Noval tidak pernah bisa memahaminya sekarang.

Noval membuka pintu rumahnya, yang pertama dilihat adalah Hanin. Wanita paru baya itu tersenyum lalu memeluk tubuh Bila dengan erat. "Aduh makin besar aja ini cucu bunda."

Bila tersenyum miris. Noval yang menyaksikan itu langsung membuang mukanya ia memilih untuk pergi ke kamar.

Hanin menyuruhnya untuk duduk. Bila mengangguk, ia duduk di sebelahnya. Bila menghela napas, matanya mencuri pandang pada laki-laki paru baya yang sedang duduk di sana. Dulu hubungan dengan Bima begitu berjalan baik, selalu ada pembicaraan yang menarik tapi sekarang laki-laki paru baya itu bak tidak mengenalinya lagi. Ya, semua sudah berubah tidak ada yang sama lagi.

"Kamu ke atas aja istirahat." Bila mengangguk.

"Bisa sendiri?" tanya Hanin.

"Bisa Bunda."

Bila menggambil napas panjang sebelum menaiki tangga yang ada di depannya. Dengan langkah perlahan ia mencoba menaikinya, napasnya tersengal saat sampai di atas. Kamar yang berada di atas hanya ada satu dan di pakai oleh Noval.

Bila berdiri di depan kamar, sebelum masuk ia mengambil napas panjang. Perasaannya mulai tidak enak, ada rasa was-was Noval akan mengusirnya jika dengan berani masuk ke dalam kamar tanpa ijin darinya.  Bila mengetuk pintu kamar itu dengan pelan tapi tidak ada sautan. Pintu kamar juga tidak di kunci.

Bila masuk ke dalam, ternyata laki-laki itu tidak ada di sini. Tubuhnya terdiam saat pandangannya tertuju pada dinding di sudut kamar dan beberapa barang yang ia kasih. Ternyata laki-laki membuangnya atau bisa jadi belum membuangnya.

Air matanya menetes, saat melihat foto yang ada di depannya. Senyum mereka masih merekah indah, Noval yang masih mencintainya. Bila mengusap air matanya, dia mengambil satu foto laki-laki itu dan memeluknya. Bila menyimpan lagi, ia berjalan menuju ranjang dan duduk di sisinya.

Tatapannya kosong.

Suara pintu terbuka membuat kesadaran kembali, ternyata laki-laki itu masuk ke dalam. Mereka hanya diam, tak lama Noval mengambil sebuah kotak yang ada di atas lemari.

Mengemasi semua barang yang bersangkutan dengannya, semua foto mereka di masukkan ke dalam kardus. Barang-barang pemberiannya juga, Bila tersenyum miris nyatanya di mana pun tempatnya sudah tidak ada.

Laki-laki keluar, Bila penasaran akan di bawa kemana kotak tersebut. Mengintip di jendela dan ternyata benar dugaannya, kotak itu tidak di simpan di gudang melainkan di buang ke tempat sampah yang berada di luar.

Sakit hati kembali lagi.

Bila Dan Lukanya (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang