55. Pamit

23.4K 1.8K 100
                                    

Angkasa termenung dibangku balkon kamarnya sambil menatap langit yang terlihat tidak begitu indah, hanya ada sekitar beberapa bintang yang dapat dia hitung dengan jari.

Dirinya sedih dan marah karena Papa dan para Abangnya mengabari jika mereka tidak bisa pulang malam ini, tadi dia juga sedikit bertengkar dengan K karena tidak diizinkan untuk menghubungi Papanya, K hanya berkata "Tuan kecil, Hari ini Tuan Jevan dan yang lainnya tidak bisa pulang, urusan mereka semua belum selesai."

Angkasa menghela nafas, Rendi, Gilang, dan Bang Jay juga sudah pulang dari tadi sore karena katanya ada urusan mendadak.

"Bang J, ada sesuatu yang keluarga Asa sembunyin kan?" Tanyanya sambil memegang dadanya seakan dia sedang berbicara dengan Jacob.

"Angkasa gak tau masalah apa yang mereka hadapi. Tapi Asa tau satu hal, keluarga Asa pasti dalam bahaya. Gilang bilang akan ada pertumpahan darah, Asa gak sebodoh itu untuk tidak memahami apa yang dimaksud Gilang. Santa ngajarin untuk bisa membaca tingkah seseorang, dan tingkah Gilang terlihat sedang berbohong, K dan yang lainnya juga seperti sedang menyembunyikan sesuatu dari Asa." Ucapnya pelan sambil menunduk sedih dan menatap sendu lantai marmer kamarnya.

"Tolong keluarga Angkasa Abang."

Setelah mengatakan itu Angkasa berlalu menuju meja belajar, mengambil buku catatannya dan menulis semua keinginannya agar nanti dibaca oleh Jacob.

Saat dirasa semuanya sudah ditulis barulah Angkasa mengembalikan buku tersebut, beranjak menuju kasur dan merebahkan tubuhnya sambil memeluk guling.

"Angkasa sayang sama kalian semua, dan berharap besok masih bisa ngeliat kalian." Gumamnya pelan sebelum matanya tertutup dan tak lama menyelam ke alam mimpi.

Sedangkan di mansion Dirga, kini semuanya masih berkumpul walaupun hari semakin larut, diskusi panjang mereka tak kunjung selesai dan menemui titik temu.

Mereka semua tidak ingin salah langkah dan bertindak yang mengakibatkan salah satu diantara mereka menjadi korban, tapi dilain sisi jika mereka terus bertahan seperti ini maka mereka juga harus menerima kehancuran karena tau jika saat ini tindakan para musuh tidaklah main-main.

"Bunuh saja Jenia." Sahutan dari seseorang membuat mereka yang berada diruang keluarga langsung menoleh ke arah pintu utama. Terlihat Evan, ahh tidak, tapi Rey yang berjalan pongah menghampiri mereka semua yang berada diruang keluarga.

"Evan, Ada urusan apa kamu disini?" Tanya Dirga tegas karena sedikit terkejut dengan kehadiran cucu dari pihak Adek tirinya itu. Rey yang mendengar Dirga memanggil nama asli tubuh yang ditempatinya saat ini tidak memperdulikannya karena dirinya tau jika Dirga tidak akan pernah mau memanggil dirinya Rey.

"Ingin bertemu dengan Lui," Louis yang namanya disebut hanya diam sambil menatap Rey, "Bisakah kamu memberikan saya obat yang melumpuhkan seseorang untuk beberapa waktu itu?" Lanjut Rey bertanya sambil menatap Lui.

"Untuk apa?" Balas Louis menatap heran Rey.

"Melumpuhkan Jenia." Jawab Rey dengan santai, bahkan dia dengan tenang duduk di ujung sofa tanpa memperdulikan tatapan tajam semua orang yang berada disana sedang mengarah kepadanya.

Louis yang mendengar itu menatap Jevan, lalu kembali menatap Rey yang hanya diam menyilangkan kedua tangannya di atas paha.

"Kamu tau bukan konsekuensinya jika melakukan ini?" Rey yang mendengar itu menatap Dirga yang bertanya, "Sangat tau, maka dari itu izinkan saya yang mengurus Jenia. Sisanya saya serahkan kepada kalian semua." Jawab Rey menatap sekilas Dirga, Jevan, dan Jourell.

"Magenta yang berbahaya, dia memanfaatkan kebodohan Jenia untuk melakukan kudeta kepada kalian. Apalagi kudeta ini akan dilakukan oleh tiga orang manusia busuk. Seperti Magenta, Deandra, dan juga Demon." Lanjutnya sambil berdecak kesal.

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang