Sudah terhitung 2 Minggu angkasa berada dibansal rumah sakit, setelah hampir 1 Minggu dinyatakan koma dan dirawat diruang ICU. Akhirnya 2 hari yang lalu dirinya sadar dan keadaanya semakin membaik.
Dirinya berpikir tidak akan selamat, tapi nyatanya tuhan masih mengizinkannya untuk hidup.
"Huh" helaan nafas kasar keluar dari bilah bibirnya.
Angkasa menatap nanar selang infus yang bertengger ditangan kanannya dan melirik kantung darah yang bergantung berdampingan dengan kantung infus.
"Huh"
Hanya itu yang dia lakukan sedari tadi, menghela nafas dan terus menghela nafas.
Dirinya merasa sangat bosan karena hanya bisa rebahan dan sulit untuk melakukan sesuatu. Dokter bilang jika dirinya masih dalam tahap pemulihan, lukanya yang dia alami cukup parah karena ada beberapa tulang rusuknya yang sedikit bergeser, bahkan lehernya saja harus dipasang cervical collar yang membuatnya semakin susah untuk bergerak.
"Kenapa asa masih di kasih kesempatan untuk bertahan ya tuhan?" Tanyanya menerawang sambil menatap langit-langit kamarnya.
"Asa bersyukur sih masih hidup, tapi kalo boleh milih mending nyerah aja gak sih?, Akhh gak tau gua pusing"
Angkasa melirikkan matanya dan tersenyum ketika melihat 2 burung gereja yang sedang bertengger di balkon jendela kamarnya sambil bercanda, iya rumah sakit yang asa tempati memang terdapat balkonnya.
"Asa pengin jadi burung. Biar bisa terbang bebas kemanapun asa mau"
"Huh" lagi-lagi dirinya menghela nafas.
Kembali dirinya menatap langit-langit kamar.
"Sekarang gua sebatang kara. Gak ada lagi yang peduli dan gak ada lagi tempat untuk meluapkan keluh kesah gua" Matanya mulai berkaca-kaca.
"Dulu ada Rendi sama Gilang. Tapi sekarang? Gua bener-bener sendiri"
"Bunda udh gak bisa diharapin, dan sekarang gua gak tau harus kemana" perlahan airmatanya turun dari ujung matanya.
"Papa? Ayah? Mama? Bunda?"
"Apa panggilan orangtua kandung gua ya?"
Angkasa menghapus kasar air matanya, "Kenapa gua jadi cengeng gini sih, mana angkasa yang selalu kuat dalam menghadapi masalah. Cemen" Angkasa terkekeh menertawakan dirinya sendiri.
"Setelah gua keluar gua harus ke rumah Rendi sama Gilang. Gua bakal bikin peringatan buat keluarga Lacava itu, bodo amat gak mau tau, pokoknya gua harus balas dendam sama perbuatan mereka" Angkasa berucap dengan antuasias sambil mengacungkan kepalan tangannya yang terbebas dari infus ke atas.
Dan tanpa dirinya sadari, diluar kamarnya ada seseorang yang tersenyum dengan semua ucapan yang dilontarkan angkasa, "Jangan harap bisa lawan lacava" Setelahnya orang tersebut berlalu pergi tanpa berniat untuk masuk.
.
.
.
"Anjing!. Bangsat!"
Prang
Prang"Sialan!!!"
Prang
"Huh.. huh.. huh.."
Setelah meluapkan emosinya, dirinya pun meluruhkan tubuhnya didekat kasur sambil berusaha mengatur nafasnya yang tersengal-sengal, bahkan tangan dan badannya mulai gemetaran.
"Hiks.., maafin avy karena minum obat lagi ma. Maaf karena gak bisa nepatin janji"
Kavy, dengan wajahnya yang sangat berantakan terus meracau menyalahkan dirinya sendiri dan mulai mengambil sesuatu dilacinya, membuka bungkusan kecil yang dia ambil, lalu meletakkan isinya di tangan dan mulai mengendusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
Teen FictionAngkasa Nick. Dia tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua, tinggal hanya berdua bersama bundanya tapi tidak pernah merasakan kebahagiaan. Hingga suatu hari dia dijual oleh bundanya dan dibeli oleh seseorang yang sedikit merubah hidupnya. Kelua...