54. Nyawa dipertaruhkan

17.1K 1.5K 39
                                    

Lacava akhirnya membuat keputusan, ahh bukan Lacava melainkan Jenia. Jenia akhirnya bersedia menerima tawaran Magenta untuk bekerjasama melakukan kudeta kepada Dirga.

Bahkan mereka telah menyiapkan orang-orang kepercayaannya untuk segera menghancurkan Dirga dan keturunannya. Bukan hanya mereka berdua, tapi Deandra juga ikut andil dalam membantu dan ingin melihat kehancuran seorang Dirga.

Dirga sendiri yang saat ini sudah kembali ke Indonesia sangat terkejut mendengar berita tersebut, dirinya merasa gagal dalam melindungi keluarganya, apalagi saat mengetahui jika Jenia ingin menguasai Lacava seutuhnya dan tidak membiarkan Anak sulungnya Jevan untuk memimpin Lacava selanjutnya.

Kini diruang keluarga Mansion Dirga semua Anak serta cucu-cucunya sedang berkumpul, kecuali Jevan yang mungkin akan datang nanti sore bersama dengan Anak-anaknya.

"Bagaimana ini Pa?" Tanya Jo membuka suara menatap Papanya itu yang sedari tadi hanya diam, Jo tau jika Papanya sedang memikirkan masalah ini apalagi seharusnya sedari dulu Papanya adalah Pemimpin asli Lacava jika Opanya dulu tidak memiliki selingkuhan.

"Papa bingung harus apa Jo, tapi yang penting sekarang adalah melindungi Kakak kamu Jevan. Karena incaran utama mereka adalah Jevan." Jo yang mendengar itu mengangguk.

"Tanpa Papa suruh Jo pasti akan melindungi Kakak." Dirga hanya diam mendengar itu, entahlah, pikirannya saat ini sangatlah kacau dan tidak tau harus bertindak seperti apa dalam menanggapi permasalahan kudeta ini. Sebenarnya bisa saja jika Dirga harus bertindak nekat melawan mereka, tapi dia juga harus siap karena kehilangan banyak nyawa. Tidak, dia tidak ingin keluarganya hancur apalagi jika harus mengorbankan nyawa Anak serta cucunya.

Sedangkan Jevan dan Anak-anaknya kini sudah tinggal di mansion milik Jevan, dan sedari tadi mereka menemani si kecil bermain dihalaman belakang bersama dengan Kola, kucing kesayangannya Dean yang seharusnya berada di Bandung tapi Angkasa memintanya untuk dibawanya ke Jakarta.

K tiba-tiba muncul dan membisikkan sesuatu kepada Jevan yang sedang duduk bersama Anak-anaknya kecuali Angkasa.

"Kamu jaga Angkasa, saya dan Anak-anak akan kesana." K yang mendengar itu mengangguk, membungkukkan sedikit tubuhnya dan segera pamit undur diri untuk mempersiapkan semuanya.

"Kenapa Angkasa gak diajak Pa?" Tanya Kavy menatap Jevan.

"Biar Adek kamu itu disini, Papa tidak ingin jika Angkasa harus terlibat." Kavy yang mendengar itu hanya pasrah dan beranjak menghampiri Angkasa.

"Kamu ngapain sih Dek?" Tanya Kavy sambil berjongkok dan memperhatikan Angkasa yang sedang menggali tanah bersama dengan Kola.

"Nyiapin tempat buat kola eeq,"

"Apaan sih Dek jorok tau gak, lagian udah disiapin pasir juga."

"Orang Kolanya yang minta mau berak ditanah, iya gak Kola?"

Miau~

Kavy yang mendengar kucing itu menyaut seakan mengerti ucapan Adeknya langsung menatapnya jengah, "Abang sama lainnya mau pergi, kamu disini aja ya." Sejenak Angkasa menghentikan aktivitasnya dan menatap sang Abang.

"Kemana?" Tanyanya penasaran sambil melirik keluarganya yang sepertinya sedang berdiskusi.

"Kerumah Opa,"

"Oke."

Sejenak Kavy merasa heran dan sedikit curiga, "Kamu gak mau ikut?" Angkasa menggeleng sebagai jawaban, "Tumben? Biasanya gak mau ditinggal sendiri."

Angkasa yang mendengar itu tidak menjawabnya dan memilih berdiri, membersihkan tangannya yang kotor di celananya barulah dia beranjak untuk menghampiri sang Papa yang masih berbincang dengan keempat Abangnya. Kavy sendiri yang melihat kepergian Adeknya langsung mengikutinya dari belakang. Sekilas Kavy menatap tidak percaya Kola yang ternyata memang buang air besar di tempat galian Adeknya tadi.

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang