Question of the day: makanan pedes atau nggak pedes?
Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.
Thank you :)
🌟
"Lo yakin nggak mau cobain kerja di Love 404?" Rowen keluar dari kamar mandi dengan handuk di kepalanya. "Review lo bagus banget, lho. Dapet tips gede pula."
"Itu bukan dia yang review, tapi temennya yang pesenin. Paling yang kasih tips juga temennya. Si Harsa, klien lo, berengseknya nggak ketolong. Kalau gue harus ketemu yang sejenis dia lagi nantinya, gue bakalan ngamuk sejadi-jadinya. Mau dapet jutaan kek sekali kencan."
"Lo kayaknya dapet yang apesnya aja. Asli, deh. Satu banding dua puluh kali klien yang brengseknya begitu. Kebanyakan yang pakai jasanya tahu peraturan Love 404."
Aku mematut diri di depan cermin. Melihat seluruh penampilanku untuk memastikan tidak ada celah di makeup juga bajuku; kemejaku rapi, pantalonku tidak ada benang yang keluar, high heelsku mengilat di bawah sinar lampu. Warna di wajahku tidak ada yang berlebihan; nude. Sempurna.
"Kalau gue keterima kerja di tempat ini, gue nggak perlu side job juga."
"Gajinya kecil," tandas Rowen, "dikurangin sama biaya hidup dan bayar kostan, sisanya sedikit banget."
Semalam, saat aku tengah memperkirakan gaji dan biaya yang aku keluarkan di excel, Rowen mengintip layar laptopku. Komentar pertamanya adalah "Gaji lo kecil amat. Lulusan S2 gajinya segitu emangnya? Capek banget kuliah tinggi-tinggi gajinya segitu."
"Mulut lo lebih julid dari netijen," sahutku sebal, "gue nggak punya pengalaman kerja dan ini benefitnya juga banyak biarpun gajinya kecil. Emangnya di kerjaan lo ada insurance?"
"Enggak. Tapi gue bisa bayar sendiri."
Ugh, dia benar. Pendapatan Rowen lebih dari cukup untuk hidup hedon dan asuransi kesehatan. Tapi aku tidak mau kalah. "Benefit lain banyak yang nggak bisa lo dapatin dari Love 404."
Aku menepis ingatan semalam yang hanya membuatku gusar. Aku menyemprotkan parfum beraroma lembut yang sebentar lagi tamat riwayatnya. "Gue berangkat dulu. Wish me luck."
**
Bekerja sebagai sekretaris tidak masuk dalam radarku selama ini, tapi setelah pandemi mencari pekerjaan bukan hal yang mudah. Banyak perampingan di sana-sini karena ekonomi dunia yang sedang menurun. Semua aspek terkena dampaknya. Jadi, sebagai orang yang menganggur berbulan-bulan, aku tidak punya banyak pilihan agar tidak didepak dari kostan ini.
Aku melamar ke seluruh pekerjaan yang tersedia. Tidak tebang pilih. Aku hanya perlu gaji UMR, lebih bagus lagi jika lebih dengan benefit kesehatan lantaran asuransi swastaku tidak ada. Aku hanya mengandalkan layanan kesehatan dari pemerintah karena kedua orang tuaku turut berhenti membayar premi asuransiku.
Jadi, saat aku merasa di atas angin karena wawancara ini tampaknya akan membuahkan hasil, wajah yang aku tidak ingin lihat malah memasuki ruangan.
"Ini Pak Harsa, user yang akan wawancara kamu selanjutnya." HRD yang lebih dulu mewawancaraiku menggeser CV ke arah bangku kosong di kepala meja. "Beliau tiba-tiba bilang hari ini bisa karena ada meeting yang dimundurkan," terangnya.
Cowok itu langsung menempati kursi. Sama sekali tidak melihat ke arahku dan langsung mengambil lembaran kertas di atas meja. Matanya lalu beralih kepadaku setelahnya dan kembali ke kertas. Dua kali. Seakan untuk memastikan apa yang dilihatnya benar. Matanya meneliti lembaran kertas itu sambil sesekali melihat ke arahku dengan kerutan dalam di dahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rent a Date [FIN]
ChickLitTAMAT & PART LENGKAP May contain some mature convos and scenes Menurut perjanjian, Robyn hanya boleh berurusan sekali dengan kliennya. Itu idealnya, tapi hidup Robyn tidak pernah berjalan sesuai dengan rencana. Robyn justru kembali bertemu dengan H...