Question of the day: lebih suka karakter good boy apa bad boy?
Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG & Twitter & Tiktok @akudadodado.
Thank you :)
🌟
Setelah melewati gunung, sungai dan lembah. Melewati waktu canggung harus bertemu Harsa di luar kantor dengan pakaian kasual; kaos, jogger, kets yang semuanya berwarna hitam.
"Kamu diam selama perjalanan, tiketnya saya upgrade ke business class." Adalah kalimat pertama yang aku dengar dari Harsa begitu aku hanya berjarak dua langkah darinya yang berdiri dekat lounge. "Kalau kamu ngoceh, kamu di kelas ekonomi yang kakinya terbatas." Dengan niat sekuat baja dan menggigit lidah untuk tidak mengomentari apa pun yang ada di sekitarku kepada Harsa (aku tetap berkomentar untuk diriku sendiri) akhirnya aku mendapatkan kenyamanan business class selama hampir tujuh belas jam perjalanan, termasuk transit.
Kami akhirnya tiba di Varenna.
"Tahun ini katanya salju mungkin turun. Coat, thermal inner, boots, shawl taruh di cabin aja biar sampai bandara sana bisa dipakai," kata Harsa sehari sebelum keberangkatan. Untung telinga dan otakku mendengarkan sarannya, sehingga aku tidak mati kedingingan di perubahan cuaca ekstrem saat pesawat mendarat.
Jadi aku sudah mengenakan puffer jacket berwarna hitam dengan thermal inner serta syal rajut di leherku. Kakiku juga tidak kalah hangat dengan kaos kaki thermal dan legging tebal lalu boots khusus musim dingin. Juga kepalaku sudah hangat karena topi rajut. Aku lebih mirip orang-orangan sawah ketimbang manusia dengan banyaknya layer pakaian yang aku kenakan, tapi aku tidak mau mengambil resiko dengan menjadi sakit dan harus mengembalikan uang Harsa.
Aku melirik ke bosku yang juga sudah siap dengan mantel wool hitam dan kaosnya kini sudah berganti dengan turtle neck hitam. Dia pasti sudah terbiasa dengan cuaca ini.
Ekstrem dalam kamusku karena aku tidak pernah melihat salju dan suhu dingin yang pernah aku rasakan mentok di delapan belas derajat. Terutama dengan suhu di Jakarta yang berada di atas tiga puluh derajat setiap hari karena matahari yang tidak mau gantian dengan hujan.
Kini, angin yang menusuk tulang menyapa wajah dan tanganku yang tanpa perlindungan. Mau aku memanaskannya dengan napasku seperti di film-film, ini tidak membantu sama sekali. Tapi indahnya pemandangan dan bangunan hotel lumayan membantuku mengalihkan pikiran.
Hotelnya berada tepat di sisi Lake Como dan di sekelilingnya ada botanical garden. Ini bagian yang membuatku tidak sabar untuk berkeliling. Ada empat taman yang mau aku datangi dan perlu aku foto untuk kirimkan kepada Rowen. Udara segar yang akan aku hirup dalam-dalam karena kualitas udara seperti ini akan susah aku dapatkan saat aku kembali bekerja.
Atau lantai dari bebatuan yang indah, bukan dari beton. Atau arsitektur nan indah khas bangunan lawas, bukan hutan beton dengan gedung pencakar yang menutupi birunya langit. Mungkin karena aku berada di kota kecil, jadi semua gedung di sini mungkin hanya lima lantai saja, sehingga sejauh mata memandang, aku dapat melihat pegunungan Alpen dengan puncaknya yang berwarna putih ditutup salju, juga hijaunya pepohonan yang berada di sekitar villa. Kalau aku kembali ke sini di musim semi, aku sudah pasti akan mendapatkan warna lain yang semakin memanjakan mata.
Tidak seperti perkiraan Harsa, tidak ada salju yang turun, meski suhunya berada di antara 3-8 derajat selama kami menginap nanti. Kontras warna hijau dari daratan dan putih dari pegunungan Alpen yang berada di seberang lain dari Lake Como memanjakan mataku hingga angin yang menusuk tulang kembali hadir dan membuatku menggigil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rent a Date [FIN]
ChickLitTAMAT & PART LENGKAP May contain some mature convos and scenes Menurut perjanjian, Robyn hanya boleh berurusan sekali dengan kliennya. Itu idealnya, tapi hidup Robyn tidak pernah berjalan sesuai dengan rencana. Robyn justru kembali bertemu dengan H...