Question of the day: lebih suka Jesse apa Ekata? Hahaha
Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG & Twitter @akudadodado yaaw.
Thank you :)
🌟
"Bapak ke mana, Obyn?"
"Ke neraka."
"Apa?"
Aku menatap sekretaris dari divisi lain yang sering mengantarkan dokumen ke mejaku. Dia menyelipkan rambut ke belakang telinganya untuk dapat mendengarku lebih jelas.
Aku tadi sengaja berkata dengan suara pelan agar dia tidak mendengarnya. Ini menjadi kebiasaan yang aku lakukan karena mengatai bosku dengan suara lebih menyenangkan di telinga ketimbang menahannya dan berakhir jadi penyakit. Momentum untuk marahku juga sudah luntur akibat Harsa tahu nama apa yang aku pakai untuknya di ponsel.
Namun, marah pun apa yang bisa aku lakukan? Membuat masalah dengan Harsa padahal semalam Rowen baru saja syukuran karena statusku yang sudah pegawai tetap? Setelah aku menghubungi kedua orang tuaku dan mengabari aku sudah memiliki pekerjaan setelah sekian lama menganggur dengan ijasahku itu? Aku tidak mungkin melakukan sesuatu meski pun aku sudah menusuk Harsa di dalam imajinasiku beratus kali.
Suaraku mengecil, tapi aku memastikan telingaku dapat mendengarnya. Bukan orang lain.
"Bapak lagi pergi meeting keluar. Biasanya seharian. Dokumennya nggak ada yang urgent, kan?"
Sekretaris itu, yang aku ingat bernama Wina, tertawa pelan. "Dokumen di sini isinya urgent semua sama super duper VVIP."
Ini yang bikin aku kesal. Harusnya jika memang urgent bisa dikerjakan jauh-jauh hari. Bukannya memaksa bosku untuk menandatangani dokumen. Mana mau Harsa tanda tangan jika tidak dibaca kata per kata dengan teliti lebih dulu. Tapi orang-orang yang berada di bawahnya lebih banyak memandang sebelah mata karena usianya yang jauh lebih muda.
Aku yang baru bekerja di sini selama tiga bulan saja dapat merasakannya. Bagaimana orang-orang menaruh dokumen sehari atau dua hari mendekati tanggal proyek harus di jalankan, padahal ada segepok dokumen yang harus dibaca dan Harsa cek perhitungannya. Harsa berakhir pulang lebih malam dari kebanyakan orang.
Itu berimbas ke jam pulangku juga.
Bagian yang tidak aku pahami adalah Harsa yang otoriter kepadaku, tapi membiarkan orang-orang yang jelas-jelas jahat kepadanya. Ini tidak adil.
Mataku meneliti dokumen di tangan sambil misuh-misuh dalam hati. Aku memerhatikan tanggal pembuatan memo, lalu dokumen pelengkap untuk korespondensi perhitungan dana pensiun salah satu perusahaan. Aku tidak paham sama sekali bagaimana perhitungannya, pun aku tidak mau mempelajari excel yang Harsa selalu pelototi di layar komputernya. Aku cukup tahu SUM dan sejenisnya yang mudah. Begitu memasuki VLOOKUP aku dengan senang hati melemparkan handuk putih. Pekerjaanku tidak sampai ke sana dan hasrat belajarku tidak sebesar itu untuk mempelajari hal-hal di luar ekspertise-ku.
Yang menarik perhatianku adalah tanggal di email. Dua bulan lalu. Semakin aku membuka lembarannya, tanggalnya berakhir di bulan lalu. Seharusnya ini bisa diserahkan bulan lalu, kan?
Namun aku tahu kalau konfrontasi langsung bukan hal yang berguna di dunia kerja. Tidak semua orang bisa menerima ucapanmu yang terus terang. Juga kamu perlu tahu apa yang terjadi di sini dan dari mana gosip berawal dan berakhir? Tepat sekali; sekretaris.
Aku menggunakan sikuku sebagai sandaran di atas meja untuk memajukan tubuh dan bersikap ramah. "Mbak, lo tahu nggak gosip kenapa ruang rapat di bawah dikunci setelah jam pulang? Gue nggak terlalu banyak denger, nih. Lo kan duduk deket ruang rapatnya. Give me some juicy gossip."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rent a Date [FIN]
ChickLitTAMAT & PART LENGKAP May contain some mature convos and scenes Menurut perjanjian, Robyn hanya boleh berurusan sekali dengan kliennya. Itu idealnya, tapi hidup Robyn tidak pernah berjalan sesuai dengan rencana. Robyn justru kembali bertemu dengan H...