Rad - 2.3 Obyn Bukan Pengangguran Lagi

26K 2.7K 332
                                    


Question of the day: Pilih move on atau balikan sama mantan?

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.

Thank you :)

🌟


Tanganku pegal karena harus mengganti ratusan lembaran kertas.

Kakiku pegal karena sudah dua jam berdiri.

Pinggangku pegal karena harus membungkukku tubuh untuk mengambil kertas dan menaruhnya kembali.

Aku mendorong pinggangku ke depan untuk peregangan. Memutar tanganku untuk melepaskan lelah dan menendang-nendang pelan kakiku agar tidak sakit. Pikiranku pun kosong agar tidak merasa bosan dengan rutinitas stagnan yang aku lakukan. Mataku sama sekali tidak berminat membaca isian dokumen ini saking muaknya melihat deretan kata.

"Kamu masih ngescan?" Mirna, sekretaris yang tadi mengajariku menggunakan mesin, kembali dengan botol tumblr di tangan kanan. Dia kembali mengisinya dengan kopi yang ada di pantry.

"Iya, Mbak."

Kepalanya melongok ke arah dokumen yang menjadi mimpi burukku. "Laporan tahunan?" tanyanya heran. Jari lentiknya membalik halaman selanjutnya dan matanya membesar dengan dua alis rapi terangkat tinggi. "Kamu ngapain scan laporan tahunan?"

"Bapak yang minta," jawabku lesu, tapi masih memaksakan senyum meski samar.

"Pak Harsa? Dia bukannya sudah punya copy-nya? Semua direksi langsung dapat laporan tahunan." Mirna pun membaca tulisan di punggung binder. "Ini laporan dua tahun lalu pula."

Aku mau pingsan. Dua jamku terbuang percuma untuk scan file yang sudah ada digitalnya, dan yang lebih tidak pentingnya lagi: ini dokumen dua tahun lalu. Apa gunanya Harsa meminta dokumen ini?

Apalagi kalau bukan buat ngerjain lo?

Anger boiling in my chest making it hard to breathe normally.

"File Pak Harsa hilang? Padahal bisa minta aja ke sekretaris perusahaan atau ke sekretaris lain."

"Otaknya yang hilang," kataku lemah dan dapat didengar oleh telingaku saja. Aku tidak bisa menjamin mulutku tidak akan mengeluarkan bisa, jadi aku memasang brongsong tembus pandang.

Mirna melanjutkan dengan senyum. "Kalau kamu mau, aku bisa kirim ke email. Kasihan banget kalau scansemuanya."

Ekspresi kasihan yang diberikan kepadaku membuatku mulas dan merasa bodoh di saat yang bersamaan. Bisa-bisanya aku melakukan yang diperintahkan seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, tanpa melihat lebih dulu apa yang aku kerjakan.

Aku mengangguk kepada Mirna, "Thank you, Mbak." Lalu aku mencatat nomor ponsel Mirna dan mengirimkan pesan. Aku perlu berjaga-jaga kalau Harsa menggunakan cara yang serupa untuk membodohiku. Aku tidak akan jatuh ke lubang yang sama dan mulai bekerja dengan cerdas.

Aku kembali ke meja dengan langkah yang sedikit aku entakkan untuk melampiaskan kesal. Mau marah juga tidak bisa. Dia bosku. Bos tidak pernah salah adalah hal kuno, tapi masih berlaku. Terutama untuk karyawan baru. Setidaknya aku harus memiliki cadangan pekerjaan lebih dulu sebelum cari gara-gara dengan Harsa.

Aku mengetik di atas keyboardku dengan cepat. Isinya makian yang akan membuatku ditendang keluar gedung. Aku membuang napas panjang lalu menghapusnya dengan setengah hati. Mengganti email itu dengan versi profesional:

Rent a Date [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang