RaD - 7.3 Family Day di Kantor!

13.3K 1.8K 431
                                    


Question of the day: phone call atau WA?

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG & Twitter & Tiktok @akudadodado yaaw.
Thank you :)
🌟

Aku mengoles pewarna kuku berwarna salem saat semua pekerjaanku rampung. Belum ada lagi dokumen yang masuk, sedangkan Harsa tidak mungkin menyelesaikan dokumen sehingga aku tidak bisa memasukkan ke log yang aku buat agar tidak ada yang saling menyalahkan jika dokumen terselip.

Bola mataku melirik ke arah bola bulu berwarna hitam dan putih yang langsung kabur dariku begitu camilannya habis. She looks so peaceful and like an angel, too bad she looks like the devil herself when she wake up.

Roro sudah tidur dekat pintu ruangan Harsa yang tertutup satu jam terakhir. Dia persis seperti anak perempuan yang tidak rela dipisahkan dari ayahnya. Saat pintu itu terbuka, yang pertama aku lihat adalah kaki yang dibalut stilleto heels berwarna putih. Kakinya mulus hingga nyamuk pun akan tergelincir jika mau hinggap di sana dan menggigitnya untuk makan.

Aku disuguhkan senyum kecil saat tamu Harsa melewati mejaku. Roro dengan sigap mengikuti papanya dan berjalan di samping bosku sambil menggoyangkan ekor. Melihat mereka dari belakang membuatku membandingkan tinggi keduanya. Manusia maksudnya, bukan si Roro. Dengan heels yang bisa menjadi senjata pembunuh dengan ujung yang lancip itu saja, tamu bosku hanya mencapai dagunya. Tipe cewek yang selalu terlihat menggemaskan karena mungil dan imut.

"Lo nggak diajak," bisikku yang diabaikan Roro. Ketiganya tidak lagi dapat aku lihat begitu pintu lift tertutup.

Aku mengambil dokumen yang ada di tray out dan menambahkan yang baru saja datang selama satu jam terakhir ke tray in Harsa. Tumpukan di tray itu masih banyak. Aku memicingkan mata dan meneliti setiap sudut meja kerja Harsa. Tidak melewatkan sesenti pun untuk aku pelototi. Lututku bahkan sampai menempel di lantai agar sudut pandangku lurus di bidang datar itu. Apakah ada bentuk hati atau ada sesuatu yang basah di sana.

"Kamu ngapain jongkok di sana?"

Aku otomatis berdiri saat mendengar suara Harsa. Tanganku menggaruk belakang kepala yang tidak gatal. Wajahnya tidak bisa dikatakan senang, dia sedikit kusut untuk ukuran orang yang baru saja disambangi pacar.

"Bapak, saya perlu bilang ke OB buat bersihin furnitur di sini secara ekstra, nggak? Saya itu mau duduk, tapi bingung di mana yang masih steril."

Harsa melipat mulutnya ke dalam dan mengambil napas dalam kemudian mengembuskannya kuat-kuat. "Bebek, saya tahu kamu punya masalah dalam mengontrol ucapan dan kamu terlalu impulsif buat berpikir dulu baru berbicara, tapi kamu harus tahu kalau kamu nggak mampu buat bayar pengacara kalau ada yang berniat menuntut kamu. So zip it."

Aku mengikuti perintah Harsa dengan menutup ritsleting tak kasat mata di mulutku. Hanya berlaku lima detik sebelum kembali mengaga dan aku melontarkan pertanyaan. "Itu pacar Bapak, ya? Calon ibu tiri saya? Oh, God, kok semua orang punya pacar, sih?" Aku melemparkan bokongku ke kursi di depan meja Harsa. Kedua sikuku berada di atas mejanya hingga bokongku terangkat sedikit. "Bapak kan orang kaya, ya. Kasih saya kisi-kisi dong biar dapat suami orang kaya. Kayak misalnya mereka suka cewek yang kayak gimana. Saya made by order kok tipenya. Mau jadi apa aja bisa. Saya lagi mau mengembangkan bakat gold digger yang terpendam, supaya bisa naik tingkat jadi professional trophy wife."

Harsa hanya memandangku seolah aku sudah kehilangan kewarasanku untuk yang keseribu kalinya, tapi aku tetap mengoceh. "Persaingan jadi gold digger profesional juga berat lho, Pak.

Bosku lagi-lagi mengeluarkan napas berat dari mulutnya seolah apa yang aku bicarakan lebih ruwet dibandingkan pekerjaannya yang berkaitan dengan angka. "Nggak tahu. Saya nggak punya pengalaman cari cowok kaya buat dijadiin suami. Kamu bukannya baru naik gaji setelah diangkat jadi karyawan tetap kemarin?"

Rent a Date [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang