RaD Part 40 - 17.2 Kepala Pusing, Jantung deg-degan

14.3K 1.8K 565
                                    




Question of the day: aku mau bikin intermezzo 3 POV Sasa, nih. Enaknya di part yang mana ya POV dia? Kalau mau baca, sila komen dan pencet bintang di semua part & follow wattpadku :)

vote, komen dan follow akun WP ini + IG & X & Tiktok @akudadodado. Thank you

🌟

"Kamu yang mikirnya kejauhan. Pikirin yang sekarang aja."

Aku mendengkus. "Pikirin hari ini doang itu previlese orang berduit tahu. Orang-orang menengah ke bawah harus mikir bagaimana hidup mereka setelah hari ini; uang makan, uang listrik, uang bayar rumah, cicilan hutang yang nggak ada habisnya. Ujung-ujungnya kami harus merencanakan uang untuk sebulan ke depan yang cukup untuk gaji, kalau ada lebihan mungkin bisa ke hitungan tabungan. Bapak sama Roro yang hidup dengan sendok berlian mana paham yang kayak gini."

Harsa menutup wajahnya dengan telapak tangan sambil tertawa. "Kenapa bawa-bawa Roro? Yang bener juga sendok emas, Bebek."

"Sendok berlian kalau levelnya kayak Bapak sama Roro. Anjing macam apa yang pakai chocker berlian gitu?"

Tawa Harsa hilang, dia kembali tersenyum sensual dengan matanya yang fokus ke leherku. "Aku bisa kasih kamu chocker."

"Kenapa saya ngerasa ini chocker-nya beda sama yang Roro punya."

Senyum dan tatapan Harsa di leherku tidak luntur. "Nggak tahu. Menurutmu gimana?" Suaranya yang pelan dengan setiap kata yang berbalut godaan yang menjanjikan hatiku tidak akan baik-baik saja jika terjerumus ke perangkap yang sudah dia siapkan.

"Enggak. Saya nggak mau ikutan mikir hal aneh yang ada di kepala Bapak."

"Kamu nggak bisa bohong kalau kamu nggak tertarik sama aku."

"Setop pakai aku-kamu." Aku memutar jari telunjukku berlawanan dengan arah jarum jam. "Balik ke saya-kamu." Jangan kira aku tidak sadar dia sengaja memakai kata aku, bukannya saya lagi.

Harsa menangkap jari telunjukku. "Nggak mau." Lalu menariknya mendekati mulut. Waktu berjalan sangat lambat saat matanya menatapku dalam seakan menghipnotis hingga aku dikejutkan dengan tekanan di jariku yang menggeser tatapanku ke sana. Jariku berada di antara gigi putih Harsa lalu dia mengecupnya.

Jantungku. Mau. Meledak.

"Kamu tertarik sama aku."

"Enggak. Lagian, yang Bapak lakuin ini inappropriate. Ini masuk ke tindak pelecehan di kantor."

Bibir Harsa pindah ke jariku yang lain dan semakin lama aku semakin sulit fokus ke kepintaranku dan bukan hal lain yang menggedor-gedor. Aku harus menghindari tabrakan mata dengan Harsa jika tidak ingin tersedot ke dalam pesona yang berbicara lebih banyak ketimbang kata-kata yang keluar dari mulutnya. Aku bisa membaca banyak hal terlarang yang menjanjikan di kedua bola mata itu yang membuat perutku serasa disisipi lebah yang berdegung.

Mata sama dengan daerah terlarang. Dully noted.

"Punya pekerjaan lain di kantor juga nggak boleh. Ada di kontrak yang sudah kamu tanda tangani."

"Bapak mengancam saya?"

"Enggak. Aku cuma stating fact, sama kayak yang kamu bilang tadi."

"Mainnya curang banget."

Gimik usil muncul di wajah Harsa, masih dengan gestur arogannya yang tidak pernah lepas. Sialnya, selain kesal aku juga masih melihat sisi seksinya. "Aku nggak pernah bilang kalau aku main adil. Lagian, kamu juga sukanya blackmail. We are two peas in a pod."

Rent a Date [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang