RaD Part 41 - 18.1 Bos Micin 2.0

21.4K 2.6K 464
                                    


Question of the day: Habis part 45, aku mau bikin Intermezzo 4 POV Sasa. Enaknya di part yang mana ya POV dia?

vote, komen dan follow akun WP ini + IG & X & Tiktok @akudadodado. Thank you

🌟

"Bapak, bisa kali tangannya dilepas. Itu pintu lift udah tutup." Aku berusaha mengangkat tangan Harsa yang semenjak maminya datang lebih banyak menyentuh tengkukku. Sekujur tubuhku meremang gusar tiap dia melakukannya.

Aku kira setelah maminya pulang, dia akan berhenti melakukan gestur orang yang tengah kasmaran dan aku bisa terbebas dari dengungan lebah di perutku, tapi nyatanya dia lebih keras kepala dari anak kecil.

"Sasa dan nggak mau. Kamu masukin di invois aja."

Harsa menggiringku memasuki apartemennya lagi dan kami duduk di sofa balkon. Seharian berada di sini membuatku tahu kalau apartemen Harsa hanya satu kamar dan dia tidur bersama Roro yang memiliki tempat tidur sendiri di dekat ranjang. Kamar mandi hanya satu di kamarnya. Untuk tamu hanya powder room. Sengaja karena dia tidak suka kalau ada yang menginap di sini.

Harsa duduk di sebelahku. Lantaran sofa ini memang untuk dua orang, aku tidak bisa membuat jarak lebih di antara kami. Tangan Harsa bersandar di punggung sofa dan jari-jarinya kembali bermain di leher dan juga anak rambutku. Tanpa dikomando, bulu kuduk di tanganku berdiri dan aku berdoa semoga Harsa tidak melihatnya dan masih sibuk dengan apa pun yang dia lihat di langit sana. Sesekali kelima ujung jarinya mengembang dan menguncup di kulit leher.

"Bungkus makanannya, ya? Masih banyak yang belum dibuka." Harsa memecah keheningan yang kami berdua sengaja ciptakan.

Makanan yang Harsa pesan sangat banyak hingga aku mengira dia mau memberi makan satu kompi, padahal kami hanya bertiga. Aku tadi mengira kalau maminya Harsa akan protes atau memandangku aneh karena tidak membantu Harsa menyiapkan masakan rumahan, tapi beliau memekik girang saat tahu restoran mana anaknya memesan makanan. Ternyata itu adalah restoran favorit beliau.

Aku masih belum terbiasa dengan konsep ibu pacar—meski pura-pura—yang baik hati padahal dia kaya raya. Sinetron yang Mama tonton mempengaruhi cara pandangku terhadap orang kaya sepertinya.

"Nggak usah. Besok pagi juga dijemput ke sini lagi. Nggak kemakan juga nanti. Atau dikasih ke satpam di bawah aja. Sayang kalau keburu basi."

"Ok. Nanti sekalian anter kamu pulang aku kasih ke mereka. Kamu ngapain aja kalau malam-malam?"

"Tidur kalau lagi nggak ada job."

"Aku kepikiran kamu jawab itu, tapi masih mikir masih seusia kamu mungkin ada variasi jawaban lain." Harsa mengangkat kedua kakinya ke atas sofa. Bersila. "Nggak keluar?"

"Nggak sempet. Waktu kuliah sibuk tugas. Lulus kuliah sibuk cari kerja. Duit juga nggak ada, soalnya Papa dan Mama nggak mau biayain lagi. Katanya cukup bayarin sekolah sampai S2. Terus mereka pelesiran belum balik-balik. Kostan juga dibayarin sama adek. Pas kerja dapat bos yang gila kerja, pulang malam terus jadinya sabtu-minggu tepar tapi masih harus keluar ketemu orang buat kencan. Gimana aku mau menikmati masa muda?"

Harsa tersenyum lebar. "Bosnya ganteng dan loyal pasti."

"Ganteng meh, loyal mayanlah. Dapat proyek di luar jam kantor buat tambahan uang jajan."

"Kamu nggak tanya aku ngapain di weekend?"

"Cari cewek di night club kayak yang di novel-novel?"

"Jadi korbannya Kamal buat mancing cewek-cewek datang ke cafenya dia."

Rent a Date [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang