RaD Part 33 - 14 Gelato dan Kebingungan

15.1K 1.8K 271
                                    




Question of the day edisi buka puasa: kolak atau gorengan?

vote, komen dan follow akun WP ini + IG & X & Tiktok @akudadodado.
Thank you :)
🌟


Percuma megoceh apa pun kepada Harsa yang menutup telinganya untuk penolakanku. Setiap aku mengatakan tidak, itu sepertinya mental dan tidak dianggap olehnya. Dia hanya berjalan di sampingku dengan lengkah pendek.

Kami keluar di pukul delapan pagi, tanpa sarapan terlebih dahulu. Aku memang tidak berencana untuk makan di hotel karena tidak mau bertemu dengan Damian. Aku tidak mau jutek ke suami Rania yang sampai kemarin masih ramah kepadaku. Tidak tahu deh nanti kalau suaminya sudah cerita. Juga, aku mau menjauhkan diri dari menggunakan kata aku-kamu kepada Harsa dan keramahannya yang kelewat ramah saat ada orang lain, terutama Rania. Aku harus menjaga diri agar tidak jatuh hati kepada bosku yang aku tahu ujungnya tidak akan baik.

Tidak ada yang lancar dengan orang yang masih mengantungkan hatinya kepada mantan yang masih sering dia temui. Mana statusnya keluarga pula. Tiap dia mengatakan mau ke acara keluarga, masa aku harus deg-degan? Mau mantannya sudah punya pacar lain kek, sudah menikah. Memangnya hubungan pacar tidak bisa putus? Memangnya pernikahan tidak bisa bercerai? Terlalu banyak variabel yang akan membuatku tidak tenang dan mencurigai pasanganku. Jenis hubungan tidak sehat yang ingin aku hindari, karena selain tidak sehat untukku, itu juga tidak sehat untuk pasanganku.

Hati dan pekerjaanku yang menjadi taruhannya kalau aku jatuh cinta kepada Harsa.

Pemberhentian pertamaku adalah gelato. Tempatnya kecil dengan jalanan setapak yang kalau salah langkah kamu bisa langsung tercebur ke Como. Bercanda. Di sini aman.

Bebatuan menjadi bagian paling besar dari arsitektur dan jalanan. Kami berhenti di salah satu tempat yang kosong di depan toko yang menjual oleh-oleh. Aku tidak tahu apa namanya, tapi tempat ini melengkung seperti pintu masuk gua. Semuanya batu, hingga ke bagian atasnya. Ada pembatas yang dapat dipakai sebagai tempat duduk yang langsung mengarah ke pemandangan Como dan pegunungan dan sedikit rumah dengan atap yang berwarna terakota. Langitnya berwarna biru dengan matahari yang bertengger di atas langit. Sedikit lebih hangat dibandingkan cuaca berangin kemarin. Ini waktu yang tepat untuk makan gelato.

Aku melirik Harsa yang berdiri di sampingku saat memesan gelato, "Bapak yang bayarin, kan?" Dia mendengkus tapi mengeluarkan lembaran Euro dari dompetnya.

Harsa membeli mint choco sedangkan aku mencoba rasa mangga. Ini beneran mangga, bukannya perisa saja. Lembutnya pas dan lumer ketika bertemu lidahku. Overall, aku suka.

"Pak, itu kan rasa odol." Kakiku naik satu ke atas bangku batu, sebelah lagi menjadi sanggahan agar tidak menggantung di udara.

"Itu rasa mangga. Di Indo juga ada banyak."

"Kayak choco mint nggak ada aja di Indo." Aku mengeluarkan ponsel dari tas kecilku. Dari tadi dia tidak berhenti berbunyi.

"Kamu lagi cuti saja lebih sibuk dari saya, ya."

"Dating apps," jawabku singkat.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah kehidupan percintaanku yang sangat minim, bahkan di bawah garis percintaan, aku mengunduh aplikasi kencan dan semalam suntuk menggunakannya untuk bertukar pesan dengan orang asing. Selain untuk melebarkan jala pencarian jodoh ke kancah internasional, aku juga bisa berlatih bahasa inggris. Ini tidak ada hubungannya dengan Harsa yang masih single. Tidak sama sekali.

"Saya mau merasakan bule flavor. Bapak bikin juga, dong. Move on. Saya perhatiin di jadwal Bapak, nggak ada lagi setelah jam pulang kantor. Dulu-dulu, sebelum saya, kayaknya ada yang di-block sama nama restoran begitu."

Rent a Date [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang