RaD Part 50 - 20.2 Perkara Bibir Kering

11.8K 1.5K 316
                                    


Question of the day: friends to lover atau enemy to lover?

vote, komen dan follow akun WP ini + IG & X & Tiktok @akudadodado. Thank you

🌟

Harsa terus tertawa sementara maluku sudah menggerogoti tubuh dan berakhir bukan hanya wajahku yang memerah, tapi juga leherku. Aku pasti terlihat sangat antusias. Malu, malu, malu. Aku menggeser bokongku ke ujung ranjang lainnya dan memunggungi cowok itu. Ini kelewat memalukan, terutama dengan Harsa yang menertawaiku.

"Sini. Kenapa jauh gitu?" Tangan Harsa menyelinap ke perutku dan menarikku ke belakang dengan mudahnya seolah aku seringan kapas. Dia masih tertawa kecil ketika punggungku menempel dengan tubuh bagian depannya. "Aku bukan ketawain antusiasme kamu, yang bikin lucu itu kamu yang ambil lipbalm."

"Bibirnya kering. Nggak enak." Wajahku aku tutupi bantal kepala. Dadanya masih bergetar karena tawa yang tidak kunjung padam. Dagu Harsa menempel di puncak kepalaku.

"Lipbalmnya rasa apa? Bibirku juga kering."

"Stroberi. Mau pakai juga?" Aku sedikit menoleh untuk melihat jawaban Harsa, tapi yang aku dapati adalah wajahnya yang kelewat dekat dan bibirnya yang menempel dengan bibirku.

Harsa memagut lalu lidahnya menyapu bibir bawahku. Semuanya terjadi sangat cepat hingga aku tidak sempat protes atau memberikan respons sebelum wajah Harsa menjauh dan dia berkata dengan mata yang berkilat nakal, "Benar, ada rasa stroberinya." Bibirnya lalu beradu dan mengeluarkan bunyi pop saat dilepaskan. "Lembab juga. Pakai merk apa?"

Aku hanya dapat melongo tanpa menjawab pertanyaan Harsa. Ini jelas bukan ciuman pertamaku, juga bukan sesi cuddling pertamaku dengan cowok. Jantungku seharus tidak berderap liar saat dia menciumku. Tunggu, itu bahkan bukan ciuman. It's just a peck. A friggin peck.

It annoys me how he can easily make my heart flutter with just a single peck, while he seems completely unaffected. It's as if it's a normal occurrence, yet my palms turn clammy. Just. By. A. Single. Peck.

Holly hell.

Belum lagi Harsa tampak songong dengan cengiran dan sinar usil di matanya. Dia tahu betul efek apa yang dia berikan dengan satu ciuman singkat saja. Sebagai anak kembar yang insting kompetitifnya kuat, aku menolak untuk diremehkan hanya karena satu kecupan saja. Jadi aku mengambil satu langkah drastis dengan membalikkan tubuh dan mendorong tubuh Harsa untuk kembali ke atas ranjang. Kedua tanganku berada di samping kepala cowok yang tertegun dengan perubahan sikapku. Dia yang tiba-tiba saja diam membuka kesempatan bagiku untuk mengayunkan satu kakiku ke sisi lain tubuhnya.

"Memangnya kamu bisa rasain kalau sebentar begitu?" Wajah kami berada dalam satu garis lurus, rambutku menjuntai ke sisi wajahnya, beberapa bahkan ada yang jatuh ke wajah Harsa, tapi dia tidak tampak peduli. Dia fokus kepadaku. Matanya bergerak dari satu mata ke mataku yang lainnya lalu turun ke hidung dan berakhir di bibir.

Do I want to kiss him? Absolutely.

Do I think this is a bad decision? No doubt.

Do I care about it right now? Pfft, I just throw my rationality out of the window.

Jadi aku melakukan hal yang sejak tadi aku pikirkan, tapi menolak untuk melakukannya. Menutup jarak bibir kami dan memagut bibir bawah Harsa sambil sesekali memberikan gigitan pelan. Aku dapat merasakan lipbalm stroberiku di bibirnya. Atau itu dari bibirku? Entahlah, aku tidak peduli. But, boy, he sure can kiss. Dia hanya membiarkanku menciumnya selama beberapa detik sebelum dia juga ikut bermain dengan menghisap bibir atasku dan tangannya berada di kepalaku, menahanku untuk tidak bergerak sambil menarikku mendekatinya.

Rent a Date [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang