Question of the day: mie rebus atau mie goreng?vote, komen dan follow akun WP ini + IG & X & Tiktok @akudadodado.
Thank you :)
🌟Aku menahan napas meski paru-paruku sudah berontak minta diisi dengan udara. Harsa menyedot udara juga perhatianku sepenuhnya.
Harsa melarikan matanya ke sepanjang tubuhku seperti pagi tadi. Seolah dia tengah memetakan sesuatu. Ke tempat yang seharusnya tidak seharusnya dia pelajari. Lagi-lagi kulitku yang mengikuti gerakan matanya seolah beriak dengan gairah.
Harsa diam selama lima kedipan mataku yang rasanya melakukan slow motion. Di kedipan keenam dia membuang kaki dan mendorongku ke sisi tempat tidur dan masuk ke dalam selimut di bagian sisinya. Punggungnya menjadi satu-satunya hal yang aku lihat sementara aku hanya dapat mengedip mata berkali-kali dengan mulut yang terbuka. Suaraku masih mati di tenggorokan, tapi paru-paruku mengambil napas rakus dalam diam.
Menjeda diriku sendiri dengan bernapas. Siapa tahu kepalaku menjadi lurus dan tidak dikabuti oleh hal-hal aneh yang mencoba hinggap dan tinggal lebih lama.
Tiba-tiba dia berbalik lagi dan menarik garis tak kasat mata di antara kami berdua. "Ini batasnya. Jangan lewatin ini kalau nggak mau honor kamu saya potong lima puluh persen." Saat silabel terakhir keluar dari mulutnya, aku hanya dapat menatap punggung Harsa lagi. Kali ini selimut tebal sudah menutupi setengah kepala yang rambutnya berantakan.
What the hell just happened?
Harsa tidak pernah menyentuhku jika bukan karena sandiwara kami. Tidak pernah di luar itu. Seperti ada jarak profesional yang memang kami ciptakan yang menjagaku di sisi lain dari hubungan romantis; hubungan profesional antara bos dan sekretaris. Untuk sesaat dia melupakan itu dan kami bercanda seperti ... aku tidak tahu seperti apa dan tidak mau memikirkan jenis bercandaan kami yang melibatkan fisik itu apa.
Kami menjadi canggung dan aku memutar otak keras untuk mengeluarkan kami dari situasi ini. Mengembalikan kami ke jalur yang benar tanpa aku yang salah paham dan berpikir yang tidak-tidak.
Tanganku mengambil ponsel di nakas samping tempat tidur. Sengaja menyalakan fitur suara agar setiap foto yang aku ambil terdengar oleh Harsa. Jepretan keempat dia menoleh sedikit karena rasa penasran.
"Kamu foto-foto apa?"
"Ini." Aku mengangkat kakiku yang masih diikat dengan ikat pinggang Harsa. "Lumayan buat bahan blackmail."
Harsa membuang napas pendek dari hidungnya. "Nggak bakalan ada yang percaya itu punya saya."
"Are you kidding me? Bapak kan pakai aksesoris itu-itu doang. Ini belt pasti Bapak punyanya dari jaman sebelum saya lahir. Orang-orang yang deket sama Bapak pasti tahu."
Matanya yang tadi sudah terpejam kini terbuka perlahan saat menyadari kebenaran ucapanku. Kini matanya terbuka lebar hendak keluar dari soketnya. Aku menyengir lebar melihat hal itu.
"Kalau Bapak potong honor saya, ini saya sebarin ke Pak Tata. Bayangin kaki saya diiket sama ikat pinggang Bapak. Orang-orang bakalan mikir apaan coba?"
Aku berdendang senang saat Harsa buru-buru bangun dan melepaskan kakiku dari ikat pinggangnya. Semua gerakannya cepat dan tidak menyia-nyiakan satu tarikan pun. Dia misuh-misuh dan aku nyengir semakin lebar.
"Bapak berpengalaman banget ngiket sama bukanya. Ini kink orang kaya yang perlu saya pelajari atau gimana? Saya masih serius nih bagian made by order."
Hara hanya menggerutu hal yang tidak dapat aku dengar pun aku pahami. Lilitan terakhir terlepas dari kulitku yang kini sedikit memerah. Aku mengerang kesal pura-pura. Mengelus pergelanganku yang memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rent a Date [FIN]
ChickLitTAMAT & PART LENGKAP May contain some mature convos and scenes Menurut perjanjian, Robyn hanya boleh berurusan sekali dengan kliennya. Itu idealnya, tapi hidup Robyn tidak pernah berjalan sesuai dengan rencana. Robyn justru kembali bertemu dengan H...