SHEZA | 16

43.8K 1.9K 1K
                                    

16 : Garasi

16 : Garasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦋🦋🦋

Berjalan menuju kantin dengan aku yang memimpin langkah, kepalaku terasa mau pecah mendengar obrolan dua insan di belakangku yang membahas tentang pelajaran dan pelajaran.

Gak ada pembahasan lain yang lebih menarik apa? Misal saling tukar nomor hp teman yang cakep dan populer gitu.

"Minggir lo, gue mau duduk sini!" perintahku mengusir lima orang di salah satu meja kantin.

Para murid perempuan itu saling bertukar pandang dengan raut bingung. Sepertinya mereka dari kelas 12, aku mengenali wajah salah satu dari lima gadis itu.

"Meja lain masih kosong, She," jawab salah seorang dari mereka.

"MINGGIR!" Nadaku meninggi.

"Kita sama-sama bayar sekolah kali, lo jadi dekel yang sopan dikit lah!" imbuh yang paling dominan, apakah dia leader-nya?

"Anak anjing!" umpatku meraih tempat sendok lalu kuayunkan ke arah gadis menyebalkan itu.

Sialnya aksiku digagalkan oleh Sean yang tiba-tiba menghalangi gadis itu dengan berdiri di hadapanku.

Prak!

Gadis-gadis yang duduk di meja berteriak kaget begitu tempat sedok yang di dalamnya lengkap terdapat sendok, garpu, serta sumpit mendarat di rahang Sean. Mereka segera beranjak dari duduk menatapku seakan tidak percaya. Sedetik setelahnya kantin menjadi sunyi, semua mata mengarah kepadaku.

Sean terpaku dengan wajah berpaling ke samping, masih seperti posisi saat aku melemparkan tempat sendok ke rahangnya tadi. Sejenak ia menarik napas kemudian berbalik badan ke arah para gadis yang tampak cengo itu.

"Maafin adek gue, ya? Sorry udah ganggu kenyamanan kalian. Duduk lagi aja di sini, sebagai tanda permintaan maaf gue bakal bayarin makanan kalian," ucap Sean.

"Sean, lo gaperlu lakuin itu!" seruku.

Mengabaikan seruanku, Sean menggandeng Sandra pergi ke meja kosong di ujung sana. Melirik sinis ke arah gadis sialan tadi, aku segera membuntuti Sean karena merasa bersalah.

"Maaf," ucapku setelah ikut duduk, menatap Sean dengan wajah memelas.

"Iya," jawab Sean, entah mengapa aku merasa dia tidak tulus mengucapkan itu.

"Sean, maaf."

"Gue maafin."

"Boong!"

SHEZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang