SHEZA | 38

27.2K 1.4K 622
                                    

38 : Penjelasan

38 : Penjelasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦋🦋🦋

Setelah dari butik, Julian mengajakku mampir di restoran bintang 5 miliknya. Kami memakai ruangan VIP yang berada di lantai gedung paling atas sehingga bisa menikmati pemandangan kota dengan lampu-lampu cantiknya.

"Gue seneng malam ini bisa ada di sini bareng lo," ujar Julian.

"Iya," jawabku seadanya sambil memotong steak di hadapanku.

"Udah suka sama gue?"

Aku menggeleng tanpa membalas tatapannya, kemudian melahap sepotong daging di garpuku.

"Gapapa, besok gue tanyain lagi."

"Kalo jawaban gue tetep sama?"

"Hati manusia bisa berubah-ubah, tapi kalo hati lo tetep kekuh nolak gue, gapapa gue akan tetep nanyain lo terus sampe gue gagal dalam waktu yang udah kita sepakatin."

"Good luck," balasku.

Selesai makan dan mengobrolkan hal-hal yang agak intens mengenai hubungan kami, Julian mengantarku pulang, dia benar-benar menepati perintah Papa, yaitu memulangkanku di bawah jam 9 malam.

Aku keluar, kemudian Julian menurunkan kaca mobilnya.

"Tunggu, She," ucapnya meraih sesuatu di kursi belakang. "Please accept my gift."

Cowok itu memberikan tas yang sudah pernah aku tolak, tas yang katanya dia ingin berikan kepadaku sebagai hadiah mensiversary hubungan kami.

Setelah menatap tas itu cukup lama, perlahan aku mengambilnya dari tangan Julian. Cowok itu mengukir senyum manis, lalu pamit pergi meninggalkanku sambil melambaikan tangan.

Aku masuk rumah, menaiki tangga menuju kamar. Mulai membuka daun pintu, mendadak seseorang mendorongku cukup kuat, dia ikut masuk lalu langsung mengunci pintu dari dalam.

Dengan jantung berdegup hebat, mataku membulat, bibirku sedikit terbuka untuk beberapa saat lantaran kaget dengan tindakan Alvian barusan.

"Keluar!" usirku menatapnya sengit. "Gue bilang keluar!"

Alvian berjalan maju yang dengan refleks membuatku melangkah mundur, tengkukku memanas dengan keringat dingin yang mulai keluar. Alvian ini sedang kesurupan atau apa? Kenapa ekspresinya datar tapi tatapannya tajam menyorotku.

Semakin cowok itu mendekat, tanpa sadar langkahku sudah habis, punggungku menabrak laci.

"Berenti di situ!" suruhku merinding.

Namun Alvian tidak mau mendengar.

"Berenti atau gue teriak?!"

"Lo gak akan bisa lakuin itu," jawab Alvian percaya diri.

SHEZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang