SHEZA | 44

27.9K 1.5K 204
                                    

44 : Cookies

44 : Cookies

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦋🦋🦋

Seminggu setelah ajakan Alvian, pagi ini dia membawaku ke rumah Om Alvaro. Ini rumah baru mereka setelah pindah ke Jakarta, sangat besar dan luas. Rumahnya tetap terawat meski yang punya tidak menempati, karena di rumah itu terdapat lumayan banyak pegawai yang tetap bekerja.

Ada dua security yang berjaga di pos, langsung lari membuka pintu gerbang begitu menyadari kedatangan mobil Alvian. Di sisi halaman aku melihat lelaki dewasa sedang memotong rumput, sepertinya tukang kebun.

Begitu turun dari mobil, kami juga disambut hangat oleh empat pelayan yang berbaris di teras depan pintu. Sepertinya mereka sudah menyiapkan diri atas kedatanganku dan Alvian.

Ralat, ternyata bukan empat pelayan. Melainkan lima bersama yang baru keluar dari pintu. Wanita itu jauh lebih dominan, tidak ikut berbaris tapi langsung menghadap Alvian, apakah dia kepala pelayan?

"Dapur sudah saya siapkan, Tuan."

Tuan? Sungguh panggilan majikan di rumah ini seperti itu? Haha, sebenarnya tidak masalah. Tapi rasanya cukup asing melihat Alvian diperlakukan bak pangeran.

"Terima kasih," jawab Alvian lalu menggandengku masuk.

Sial, aku tidak berhenti untuk berdecak kagum begitu masuk rumah Om Alvaro. Dengan nuansa warna white gold yang mendominasi, rumah ini seperti kerajaan. Bahkan rumah Om Alvaro jauh lebih besar dari rumah Papa. Lelaki itu benar-benar tajir melintir.

Tapi kenapa Sandra tidak mau merawat diri sejak awal dengan kekayaan Ayahnya yang melimpah? Dasar, gadis bodoh.

Lima pelayan tadi membuntuti kami sampai ke dapur.

"Ada yang bisa saya bantu lagi, Tuan?" tanya wanita itu.

"Tidak, kalian pergi saja."

Mereka menurut dan meninggalkan dapur. Hanya tersisa kami berdua, Alvian mulai mengeluarkan bahan-bahan di kulkas lalu dia taruh di kitchen counter.

"Mau ngapain, sih, Al?" tanyaku penasaran.

Surprise apa yang ingin dia tunjukan?

"Ngasih lo kejutan."

"Mana?"

"Ini," jawab Alvian menunjuk bahan-bahan di depan kami.

Alisku seketika menaut.

"Gue mau bikinin lo sesuatu, sekalian mau flexing keahlian masak gue. Lo duduk aja di sana."

Senyum gemas, aku melipat tangan ke depan dada, seperti kata Alvian aku duduk di kursi tinggi dekat meja bar. Alvian mulai melepas jaket, menyisakan kaus oblong dan dilapisi afron hitam.

SHEZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang