51 : LDR
“Semua akan baik-baik saja jika kita saling mempercayai.”
— Sheza —
🦋🦋🦋
Ikut Om Alvaro dan Sandra mengantar Alvian ke Bandara, rasanya aku sangat sedih karena hari ini Alvian akan berangkat ke UK untuk melanjutkan pendidikannya.
Alvian berpamitan pada Om Alvaro, lalu Sandra, kemudian padaku. Cowok itu memeluk hangat tubuhku, dia benamkan wajahnya ke pundakku.
Tanpa sadar aku meneteskan air mata.
"Aku berangkat, ya?" bisik Alvian.
"Hati-hati."
"Kalo ada kesempatan aku pasti pulang dan nemuin kamu."
"Iya."
Karena sudah ada pemberitahuan bahwa pesawat yang akan ditumpangi Alvian akan segera berangkat, cowok itu melepas pelukan kami. Dia mengusap pipi basahku dengan lembut, senyum manis seolah meyakinkan bahwa hubungan jarak jauh bukanlah masalah besar.
"Jangan nangis dong, 'kan nanti ketemu lagi."
Aku memegangi ujung jaket Alvian seakan tidak rela ditinggalkan olehnya. Sandra merangkul pundakku, berusaha menenangkan.
"Nanti masih bisa saling kirim pesan dan telepon kok, She, apalagi sekarang sudah ada aplikasi yang punya fitur video call," kata Om Alvaro.
Terpaksa aku melepas jaket Alvian, cowok itu menarik senyuman dengan berat. Aku yakin dia sedang merasakan hal yang sama sepertiku. Alvian mengecup keningku, kemudian memeluk Sandra dan Om Alvaro. Dia pergi sambil melambaikan tangan.
Mataku tak berhenti mengamati punggung Alvian yang semakin menghilang
***
Aku rasa hubungan jarak jauh memang tak semengerikan itu. Alvian selalu mengabariku ke manapun dia pergi dan apapun yang dia lakukan.
Bahkan jika ada tugas yang tidak aku mengerti, kini aku tidak merepotkan Diky dan teman-temannya maupun Sean lagi. Aku tinggal mengirimkan foto tugas itu kepada Alvian, kemudian dia akan menjelaskan melalui video. Sejujurnya hal itu sering kulakukan bukan karena aku terlampau bodoh, aku hanya ingin sekedar mendengar suaranya.
Pulang dari sekolah, tanpa melepas seragam atau sepatu, aku langsung merebahkan tubuh ke atas ranjang. Tidak lupa mengabari Alvian bahwa aku sudah sampai rumah.
Tiba-tiba ponsel berdering, Alvian melakukan panggilan video kepadaku. Tentu aku langsung menggeser tanda hijau. Cowok yang wajahnya tampak lelah itu menyenderkan tubuh di sofa, terlihat bahwa ia sedang shirtless. Peluh keringat membanjiri tubuh, rambutnya sampai basah seperti baru melakukan kegiatan yang berat.
"Kamu abis ngapain?"
"Olahraga, babe, apartemen aku ada tempat GYM."
"Kamu ngeGYM dengan penampilan kayak gitu? Kalo dilirik cewek sana gimana?"
"Gitu gimana?"
"Telanjang dada! Mau pamer ABS?"
"Aku baru lepas baju pas sampe unit apart, Sayang," kekeh Alvian. "Gimana tadi di sekolah?"
"Capek, gaenak jadi murid kelas akhir, banyak tugas!" keluhku.
"Bisa?"
"Enggak, bantuin."
"Yaudah, ntar kirim aja."
"Tapi, Al, bukannya di sana udah malem? Emang gak capek abis kuliah lanjut GYM? Gak ngantuk?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SHEZA
Ficção AdolescenteSheza Alexio, merupakan gadis yang nyaris sempurna. Semua orang heran mengapa gadis yang hidup dengan penuh kehangatan sepertinya harus menjadi sosok perundung yang kasar dan begitu arogan. Namun, bukankah orang-orang hanya menilai dari yang terliha...