SHEZA | 50

25.5K 1.3K 66
                                    

50 : Sweet Seventeen

50 : Sweet Seventeen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦋🦋🦋

Kegiatan menyenangkan macam apa yang bisa mengisi hari libur panjang yang membosankan ini? Aku benar-benar bosan. Apalagi tidak bisa bertemu Alvian karena dia sedang sibuk menyiapkan segala tetek bengek yang berhubungan dengan perkuliahannya di UK.

Ceklek

Tanpa permisi Ryan masuk kamarku.

"Kak, temenin nonton anime, yuk!" ajaknya.

Tunggu dulu, apa aku tidak salah dengar? Mulut yang biasanya memanggilku dengan sebutan nama itu kini menambahi embel-embel "Kak" pada kalimatnya.

Aku melirik jam. "Hampir jam 12 mending lo tidur, atau gak nonton sendiri di kamar. Btw biasain, deh, lo panggil gue kakak, ya, itu lebih enak didenger soalnya."

Bocah lelaki itu berdecak menghampiriku, dia gelayuti lenganku tidak seperti biasanya. Tidak, pasti dia bukan adikku. Spontan aku mendorong Ryan, aku pegang kening anak lelaki itu.

"Lo gak lagi kesurupan, 'kan?" tanyaku memicingkan mata.

"Enggak, Kak, ayolah temenin gue! Ngabisin dua episode aja, deh," rengeknya.

Karena menghargai Ryan yang untuk pertama kalinya memanggilku kakak setelah bertahun-tahun lalu sejak terakhir kali dia memanggilku begitu, jadi aku mengiyakan permintaan bocah berambut gondrong dengan kulit sawo matang dari warna aslinya yang jika dibandingkan akan lebih putih dariku. Ryan sedang gemar-gemarnya bermain bola di lapangan terbuka tak perduli siang ataupun sore.

Ternyata di ruang keluarga sudah ada Sean, cowok itu sudah lebih dulu menonton anime.

"Lah itu ada Bang Sean?" tanyaku pada Ryan.

"Ya biar rame," balas Ryan menarikku duduk di sofa.

"Ada Sheza, gue balik kamar, deh, ya?" pamit Sean.

"Abaaaangg ... temenin adek!"

Mau tidak mau kami berdua duduk di samping Ryan, dengan terpaksa aku menonton film yang jauh dari kata seleraku. Tapi tampaknya Sean mulai menikmati film itu. Aku menguap lebar mulai merasakan kantuk, saat mataku hampir tertutup...

Dor!

"ARGHHH...!!!" Suara tembakan serta jeritan lantang Bunda dari arah kamar terdengar jelas.

Dor!

Sekali lagi suara tembakan terdengar, kontan aku, Sean, dan Ryan yang terperanjat panik langsung lari ke kamar Papa dan Bunda. Ternyata kegaduhan itu juga didengar Bik Jum dan Mbok Karti sehingga dua wanita itu mengikuti kami menuju kamar Papa dan Bunda.

"Aaarrgghhhh ... Papa! Bunda!" jeritku.

"Bundaaaa...!!!" teriak Sean dan Ryan.

Di atas ranjang berbalut seprei putih sana, sepasang suami istri sudah bersimbah darah. Ada dua orang lelaki bertopeng layaknya perampok berdiri tak jauh dari ranjang. Tangisku tak terbendung, takut dan marah campur aduk jadi satu.

SHEZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang