Pengantar susu

4.4K 220 3
                                    

Win Metawin seorang yatim piatu yang tinggal di panti asuhan. Dia berusia tujuh belas tahun saat ini. Walau begitu, Win sudah bekerja sangat keras di usia mudanya, tak seperti kebanyakan anak lain di usianya. Win membanting tulang dengan menjadi pengantar susu di pagi hari, lalu pergi ke sekolah dan di sore hari ia akan berjualan jus buah di taman kota yang ramai. Itu adalah kebiasaannya yang sudah menjadi pekerjaannya.

"Win, bunda bisa bekerja. Kau fokus saja pada sekolahmu." Seorang wanita duduk di kursi roda itu mengelus rambut Win yang sedang mengikat tali sepatu usangnya.

Win menangkat kepalanya dan tersenyum ke arah wanita yang masih nampak cantik itu.

"Bunda, Win yang paling tua di sini jadi Win akan mencari uang dan membantu Bunda. Lagipula adik-adik yang lain masih butuh mainan dan susu jadi biarkan Win bekerja untuk itu ya, Bunda.." ucap Win dengan begitu lembut dan di penuhi dengan senyuman menenangkan membuat wanita itu tersenyum haru.

"Tapi Win.., Bunda takut jika kau kelelahan dan akan berdampak kepada pendidikanmu." ucap wanita yang memiliki nama Namthan. pengurus panti asuhan itu. seorang wanita yang tak muda namun belum bisa di katakan muda.

Win menggeleng, dia meletakkan jemarinya di depan bibir Namthan dan memulai kembali untuk meyakinkan Namthan jika ia bisa dan mampu untuk sekolah sambil bekerja.

"Bunda tenang saja, Win bisa untuk mengatur semuanya lagi pula Win tetap belajar dan mendapatkan nilai bagus, jadi beasiswa Win akan tetap aman."

Namthan tersenyum," Kau ini, ya udah jika itu adalah keinginanmu tapi ingat pesan Bunda jangan terlalu lelah hingga sakit."

Win mengangguk," Siap Bu kapten." Namthan tersenyum dan mengusap pipi Win."Oke Bun. Win berangkat dulu ya. Dadah."

*****

Win mengayuh sepeda bututnya, sekarang masih jam lima pagi biasanya anak seusianya bahkan masih tidur tapi Win sudah menahan dingin dan mengayuh sepedanya menyusuri perumahan orang kaya yang sepi. Dia mengantarkan susu-susu hangat.

"Wah, rumahnya besar-besar sekali..." gumam Win, dia sudah sering mengantar susu kemari. Namun, tetap saja ia akan di buat melongo dengan rumah-rumah atau bisa di sebut seperti istana mungkin.

"Aku akan bekerja keras agar bisa membuat rumah seperti itu. Nanti Bunda dan adik-adik bisa senang juga." Ucapnya sambil memarkirkan sepedanya di pinggir gerbang salah satu rumah paling besar di sana.

Win masuk dan pak satpam membuka gerbangnya."Win, kau sudah datang, Ayo masuk langsung bawa saja susunya ke dalam." ucapnya.

Win mengangguk dan tersenyum." Terima kasih pak." ucapnya dengan ceria.

Win memang sudah sangat akrab dengan satpam maupun pelayan di setiap rumah mewah itu karena setiap seminggu tiga kali Win akan mengantarkan susu hangat ke perumahan mewah ini.

"Bibi, aku membawakan susunya!" ucap Win menyapa seorang wanita tua yang sedang menyapu.

"Win, akhirnya kau datang. kufikir kau akan datang terlambat." Wanita tua itu menghampiri Win dan mengambil alih susu-susu yang Win bawa.

"Hehehe. Tidak, Bi."

Setelah menyerahkan susu itu, Win kembali pamit kepada wanita tua yang berstatus sebagai pelayan itu.

"Baiklah, aku harus segera ke sekolah, Bibi."

"Eh, sebentar!" Pelayan tua menahan lengan Win

"Ada apa Bi? Apa susunya basi?" tanya Win yang raut wajahnya menjadi cemas.

Wanita tua itu menggelng," bukan, Win. Ayo kau masuk dan sarapan dulu, kau pasti belum makan, kan?" Rupanya si pelayan tua itu meminta Win untuk mampir dan sarapan.

"Bibi, aku sudah sarapan di panti, dan lagipula... aku akan terlambat nanti." Win menolak dengan sangat hati-hati, takut menyakiti hati si pelayan tua.

Si pelayan tua itu mengangguk."Aku paham. Itulah sebabnya ayo masuk dan aku akan membuatkan bekal untuk kau bawa ke sekolahmu."

Jika begini Win tak bisa untuk mengatakan tidak. Toh dia menerima pemberian dari Bibi Marta, Win bisa menghemat uang sakunya untuk makan siang di sekolah.

"Bibi benar? Apa tak merepotkan?" tanya Win.

Marta si pelayan itu mengangguk." Iya, jadi ayo masuk dan tunggu Bibi untuk menyiapkannya."

Win ikut masuk ke dapur rumah besar itu, lagi dan lagi matanya dibuat membulat karena semua yang ada di sana sangat mahal dan mewah.

Di saat Marta sedang sibuk mengemas bekal untuk Win, Win mengamati sekitar yang sepi.

"Rumah sebesar ini mengapa sangat sepi?" Gumamnya pada dirinya sendiri.

Entah rasa penasaran Win yang memang sangat besar, Win mulai berjalan di sekitar sana. Fokusnya adalah pada suara piano yang sangat indah.

"Siapa yang bermain piano, ya?" Gumamnya yang terus berjalan hingga ke lantai atas.

Di ujung tangga Win sudah bisa melihat seorang pria dengan pakaian mahalnya yang tengah duduk bermain piano dan membelakangi nya.

Dengan memandang pria itu, Win merasa kagum.

"Wah.." batin Win.

Saat Win ingin menghampiri pria itu, Marta menariknya

"Bibi?" kaget Win saat Marta membawanya pergi dari sana dengan cepat dan tanpa suara.

"Ada apa Bi?" tanya Win saat mereka sudah kembali ke dapur.

Marta menghela nafasnya, "Win, Untunglah aku datang tepat waktu. Jangan mendekati tuan muda, dia itu sedikit...ah, sudahlah," ucap Marta.

Win menggelengkan kepalanya dan tersenyum,"Bibi ini bicara apa? Dia terlihat seperti anak biasa yang di karuniai bakat bermain piano sebagus itu," bela Win.

Marta menggeleng," Kau tak tau, dia itu adalah monster. Jangan mendekatinya jika kau kemari. Oke?"

Win akhirnya hanya dapat mengangguk." Baik, Bibi tenang saja."

"Nah ini bekalnya, sekarang berangkatlah ke sekolah. Dan ini, ada beberapa kue di keranjang ini, kau bisa membawanya ke panti saat pulang dan bagikan pada anak lainnya." ucap Marta.

Mendapatkan roti-roti kering itu membuat Win tersenyum cerah. Adik-adik di panti pasti sangat suka, sekiranya itulah yang Win pikirkan.

"Terima kasih Bibi. Kau memang sangat baik."

Sesaat setelah Win kekuar dari gerbang tinggi rumah itu, Marta dikejutkan dengan kehadiran Tuan muda rumah itu.

"Bibi Marta," panggil sebuah suara pria laki-laki yang berdiri di tengah anak tangga.

Marta berbalik dan seketika ia bergetar karena seperti sedang ketahuan oleh monster, Tuan muda di rumah ini. Bright.

Karena tak kunjung mendapatkan jawaban atas pertanyaan dari Marta, Bright sengaja melemparkan gelas kosong, hingga terdengar suara sangat nyaring.

Prangg!

"Siapa dia, Bibi Marta?" tanya Bright sekali lagi.

Marta semakin menundukkan kepalanya dan berbicara dengan tergagap-gagap.

"Di-a hanya pemuda pengantar susu yang tinggal di panti asuhan, Tuan Bright."






























Next

My Obsession (BrightWin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang