Rasa Canggung

667 45 0
                                    


Win tak berani menatap mata Bright saat ini sama halnya dengan Bright yang merasa tak enak untuk menatap Win. Kedua pemuda itu kini agaknya terlihat canggung saty sama lain.

"Bright/Meta-"

Keduanya kembali bersuara di saat yang sama lagi. Sudah hampir tujuh kali mereka seperi ini dan herannya setelah itu tak ada yang bicara.

"Kau dulu, Meta... Kau mau apa?"Bright akhirnya memberanikan dirinya untuk menanyai Win.

Win sedikit ragu untuk mengatakannya akan tetapi pemuda itu tetap memilih untuk bertanya kepada Bright perihal miliknya yang berdarah.

Saat Bright ingin menyentuh Win, Win ingat betul jika baru saja sebentar milik Bright masuk ke dalam lubangnya, lubangnya sudah berdarah lalu kemudian Win sama sekali tak mengingat apapun lagi.

"Anu.... lubangku-"Win benar-benar ragu bercampur malu untuk mengatakan kata 'lubangku' di hadapan Bright yang kini sudah seratus persen menatap dan mengamati wajah Win.

Win tak pernah merasa malu atau secanggung ini sebelumnya dengan Bright akan tetapi kali ini Win rasa telinga dan pipinya sudah memerah semua akibat Bright yang sudah menemukan keberanian untuk menatap Win jauh lebih lama.

"Lubangku, berdarah ya? Anu..."Win semakin ragu hingga Bright mendaratkan telapak tangan besarnya untuk mengusap pergelangan tangan Win yang ramping.

"Meta... maafkan aku. Seharusnya aku bisa mengendalikan diriku untuk tak menyentuhmu seperti itu. Aku-"

"Tidak, Bright... bukan seperti itu, aku hanya merasa..."Win takut jika setelah Bright tahu lubangnya yang mengeluarkan darah maka pemuda itu akan berbalik jijik kepadanya walau seratus persen apa yang ia bayangkan itu mustahil untuk terjadi.

Bright yang mulai menyadari gerak gerik Win yang baru saja siuman usai beberapa jam yang lalu tak sadarkan diri memilih untuk memeluknya.

"Aku tahu lubangmu berdarah dan jika kau takut aku merasa jijik, kau tenang saja itu tak akan terjadi."

Win yang berada di pelukan Bright entah mengapa menjadi sangat lega ketika itu namun ada satu pertanyaan lagi yang muncul di dalam hatinya.

'Bright sudah tahu tentang lubangku yang berdarah kan? Apa aku bisa menanyakan kepada Bright perihal masalah ini?"batinnya.

Setelah bertarung dengan batinnya sendiri Win memutuskan untuk menanyakan darah itu.

"Sebenarnya ini bukan pertama kalinya lubangku berdarah Bright."

Win bercerita jika sebelum ini di pagi hari terkadang Win akan mendapati darah yang keluar saat dia tengah melalukan hajatnya.

"Aku ini sebenarnya kenapa Bright?"tanyanya dengan pelan seraya menatap kedua bola mata Bright secara intens.

Bright tahu jika dia tak akan mungkin menyembunyikan tentang penyakit yang Win alami dari Win selamanya.

Melihat wajah teduh Win sekali lagi ia menghela nafas dan benar-benar menjelaskan kepada Win tentang kondisinya.

"Meta... aku tahu aku lelah membohongi dirimu selama ini tetapi dengarkan aku baik-baik."

Win mengangguk dan terus memberikan sentuhan lembut di tangan dan lengan Bright agar ia mau menjelaskan yang sejujurnya tanpa kebohongan.

"Kau mengidap hemofilia."

Tangan Win terlepas dari kegiatannya memberikan ketenangan kepada Bright untuk beberapa saat Win merasakan nyeri di telinganya ketika dia mendengar sebuah nama penyakit baru yang akan memenuhi list penyakit yang hinggap di tubuhnya.

"Meta, aku--"

"Hemofilia Bright?"Win memotong kalimat Bright.

Mata almond milik Win itu menuntut kembali sebuah kebenaran dari Bright yang tak kuasa untuk melihat betapa hancurnya Win saat dia mengetahui tentang penyakit langka ini.

"Itu... bagaimana aku bisa nengidap penyakitnitu? Aku--"Win tak pernah mendaptkan gejala hemofilia ketika dia masih anak-anak seperti dulu lalu bagaimana bisa hemmofilia malah menyerang orang yang menginjak dewasa sepertinya?

"Meta dalam kasusmu memang sedikit langka. Kau tervonis hemofilia saat dewasa awalnya kau sudah lebih dulu mengidap autoimun yang mana aku dan para dokter menarik kesimpulan jika hemofilia yang kau idap secara tak langsung ada kaitannya dengan autoimun yang kau idap."

Bright tau seburuk apa yang sudah ia ceritakan kepada Win tentang penyakit barunya bahkan Win kini sudah menundukkan kepalanya guna menyembunyikan air mata yang pemuda itu keluarkan.

"Meta,"panggil Bright dengan sangat pelan. Pemuda calon dokter itu segera mendekatinya dan membawa pemuda yang paling berharga di dalam hidupnya itu untuk masuk kedalam dekapannya.

Bright berbisik di telinga Win,"Meta, kau tenang saja. Aku akan memastikan jika penyakit itu tak akan menyakitimu. Aku... aku akan membuat dan menemukan obat untuk penyakit mengerikan itu."

Batin Win menggeleng putus asa. Ia tak bodoh untuk tahu Hemofilia adalah salah satu penyakit langkah yang akan membuat penderitanya terlihat seperti orang yang benar-benar lemah dan tak boleh terluka sedikitpun.







****






Sore itu Bright pergi ke luar untuk membeli beberapa buah dan susu untuk stok persediaan mereka. Win menolak untuk itu dan dia memilih untuk tetap berbaring di atas ranjang sambil terus melihat telapak tangannya sendiri yang terlihat rapuh.

Air matanya kembali jatuh ke atas permukaan kulitnya,"Bright... Hikss.. Hemofilia bukan penyakit yang bisa disembuhkan..."

Win takut. Sangat takut bahkan untuk keluar dari rumah susun ini, ia takut jika dia terluka dan dampak paling serius yang akan dia terima adalah kematian.

"Aku tak takut mati, aku hanya takut jika kau menjadi gila karna kepergianku Bright."Win memeluk erat-erat tubuhnya.

"Aku pernah berjanji akan bersama denganmu hingga sukses dan aku memastikan itu, aku tak boleh terluka hingga akan mengancam nyawaku."untuk pertama kalinya Win benar-benar tak ingin terluka. Pemuda itu bertekad untuk tetap sehat dan baik-baik saja hingga Bright menjadi versi sukses dan terbaik di dalam hidupnya.

"Bright, mulai detik ini aku berjanji untuk menjadi diriku lebih dari sebelumnya. Aku tak akan terluka seperti yang kau mau,"tekadnya begitu kuat hingga dering ponsel Bright mengalihkan perhatiannya.

"Tante Anna?"sungguh sudah hampir cukup lama ia tak berhungan dengan ibu dari Bright itu.

Awalnya Win ragu untuk menjawab panggilan itu tetapi akhirnya dia tetap menjawabnya.

"Bright! Kau sudah hampir lulus kan? Aku benar-benar tak mau tahu! Kau harus mau melanjutkan perusahaan ayahmu dan bertunangan dengan Belinda setelah kau wisuda!"

Napas Win langsung tercekat saat itu dengan memberanikan dirinya untuk menyapa.

"Tante, apa kabar... ini aku, Win."

"Win?"Anna nampak terkejut di seberang sana.

"Apa ada Bright di sana?"

"Maaf Tante, Bright sedang keluar dan dia meninggalkan ponselnya dirumah."Win tahu jika Anna akan selalu membencinya bahkan kini Win yakin jika Anna tak akan mampu menyayangi Bright dengan tulus.

Anna yang licik mulai tersenyum di sebrang sana,"Win, kau sudah tau yang sebenarnya. Kau tahu banyak hal tentang Bright dan keluarga kami kan?"

Win hanya mengangguk sambil meremas risau ponsel itu.

"Temui aku tanpa ketahuan oleh Bright. Kapan pun aku ada di mansion. Kau hanya perlu datang dan kita akan membicarakan masalah yang sangat penting."

"Terkait kehidupan Bright..."Anna menambahkan dan langsung menutup panggilan itu.






















*****

My Obsession (BrightWin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang