Win mencoba untuk tak panik saat itu. Di depannya seorang pemuda asing tak sadarkan diri dengan wajahnya yang babak belur dan beberapa noda darah di pakaiannya."Bagaimana ini, aku tak mungkin membiarkan dia di sini. Tapi aku juga tak bisa membawanya masuk ke dalam."Win di landa dilema.
Tetapi hati nuraninya jauh lebih besar ketimbang rasa takutnya kepada Bright dan larangannya.
Win langsung memapah pemuda itu untuk masuk ke dalam unitnya.
"Aku akan menolongmu. Ayo, masuk."Win membawa masuk pemuda asing itu.
Win meletakkan tubuh si pemuda di atas sofa. Dia tak bisa membawa pria asing ke kamar dan dibaringkan ke ranjang karena hanya ada satu ranjang disini dan itu adalah miliknya dan Bright.
Bukannya pelit tetapi Win memang tak bisa membiarkan ranjang mereka kotor mengingat ada banyak noda darah di tubuh si pemuda asing itu. Apalagi Bright sangat gila kebersihan. Bisa-bisa Bright itu akan marah habis-habisan saat tahu ranjangnya kotor oleh darah dari pemuda asing.
Win mulai merubah posisi pemuda itu untuk berbaring. Tanpa rasa jijik, Win melepaskan sepatu milik pemuda asing.
"Luka di perutnya sepertinya lumayan dalam dan menbutuhkan jahitan."Win tak terlalu buta dengan pertolongan pertama, Phi nya kan calon dokter.
"Bertahanlah sebentar, aku akan mengambilkan kotak obat dan baju ganti untuk mu."
Win masuk ke kamarnya. Dia mengambil kotak obat dan membuka lemari kecilnya. Win kembali terdiam. Dia menutup pintu lemarinya dan membuka pintu lemari Bright.
Mengingat postur tubuh pemuda tadi yang tinggi tegap seperti Bright, mana bisa baju Win akan pas di tubuh pemuda itu.
"Bright, kumohon jangan marah. Pemuda itu terluka dan aku akan menjadi orang jahat jika membiarkan seseorang yang membutuhkan pertolongan itu."
Win membasuh luka yang sedikit kotor di perut pemuda itu dengan air hangat yang ia rebus di atas kompor di dapurnya dan ya, satu lagi peraturan Bright yang Win langgar hari ini.
"Aaahhsss..."
"Maafkan aku, aku akan lebih pelan."Win sedang membersihkan wajah pemuda itu yang mulai tersadar.
Dengan sempurna lebam dan luka kecil di wajah pemuda asing itu telah Win obati. Hanya luka di perut pemuda itu yang belum berani Win obati lebih lanjut. Mungkin dia akan memohon kepada Bright nanti untuk mengobati luka di perut pemuda itu yang sudah sadar dan menatap Win dengan sepenuhnya sekarang.
"Istrirahatlah, aku akan membuatkan teh hangat untukmu-"
"Siapa kau?"tanya pemuda itu.
Tangan Win di tahan oleh si pemuda asing ketika Win ingin kembali ke dapur dan membuatkan teh hangat.
"Aku? Namaku Win."Tak pernah lupa untuk memberikan senyumannya, jika seperti ini Win selalu bisa menarik perhatian semua orang.
"Win?"gumam pemuda itu.
"Aku akan membuat teh hangat agar kau bisa meminumnya. Sebentar ya,"ucap Win sambil melepaskan tangan si pemuda asing tadi.
Di dapur yang tanpa sekat itu, pemuda itu masih mengawasi Win. Win tampak sedikit kesulitan untuk menuangkan air panas di dalam panci ke gelas.
Walaupun perutnya masih terluka tetapi pemuda itu dengan cepat berjalan ke arah Win dan mengambil ahli panci itu dengan menggunakan kain lap untuk mengahalu panas.
"Eh?"Win tampak sedikit bingung.
"Ini panas, tanganmu bergetar. Bisa-bisa kau yang akan terluka."