Jahat? Siapa peduli

641 57 12
                                    


Bright menjadi lulusan terbaik di kampusnya dengan bidang jurusan yang tak main-main, kedokteran. Bahkan tak sulit bagi Bright untuk mendapatkan banyak tawaran sekolah pendidikan dokter spesialis dan kemudahan untuk bekerja di banyak rumah sakit, dalam maupun luar negeri.

Kecerdasan dan kepopuleran Bright semasa dia ada di kampus membuat pemuda yang beranjak dewasa itu dikenali banyak orang.

Mereka menginginkan Bright yang ahli dalam banyak hal untuk bekerja di bawah naungan mereka.

Bayaran yang berikan janjikan tentu membuat Bright dan Win sempat terkejut.

"Itu sangat banyak, Bright."Win tahu dia harusnya bahagia dengan Bright yang kini memiliki uang dan segalanya. Namun di sisi lain, Win justru merasa takut. Ketakutan besar yang entah bagaimana ia dapatkan setiap malam di setiap mimpinya.

"Meta, bukankah itu bagus? Aku bisa mendapatkan uang yang banyak dan ini adalah salah satu keinginan ku menghujani dirimu dengan harta dan kekuasaan maka hidup kita bahagia."

Pertanyaan Bright dan anggapan pemuda itu tentang harta dan kekayaan sangat berbeda jauh dengannya.

Win menggeleng pelan sedikit menjauh dari Bright. Dia mulai berkata menyalurkan apa yang ada didalam hatinya.

"Semua harta kekuasaan itu tak selamanya membuat kita bahagia."Setelah mengatakan itu, Win bangkit dan masuk ke dalam kamar mandi mengunci pintu rapat dan menyalakan kran air.

"Bright sudah menyelesaikan kuliahnya lebih cepat dari perkiraanku dan aku? Aku malah masih menjadi Bebannya."Win benci menjadi lemah hari demi hari.

Dia seakan hanya anggrek tak berguna yang menopang hidup di Pohon beringin Bright.

"Dan karena Bright sudah lulus, sudah saatnya dia memilih jalan yang benar."Saat itu hati dan pikiran Win campur aduk.

Emosinya stabil, dia menjadi lebih sering menangis dalam kesendirian seperti saat ini. Win tak membiarkan Bright tahu jika dia tengah menangis.

"Aku sudah bersama Bright sejauh ini. Aku sudah menemaninya untuk sukses. Dan... Sekarang waktunya Bright untuk kembali ke keluarganya. Dia dan Belinda harus menjadi kekasih seperti yang diinginkan oleh Tante Anna."Win menghapus sisa-sisa air matanya.

Lalu dia keluar dan menghampiri Bright dengan senyuman."Bright, ikut denganku sore nanti ke suatu tempat ya?"Pinta Win.

Bright memang sudah tidak sibuk saat dia kuliah dulu. Dia kini hanya tinggal menyelesaikan sekolah singkatnya untuk mendapatkan spesialisasi dokter.

"Kita mau ke mana?"Bright tentu senang dia ingin menghabiskan banyak waktu dengan Win.

"Ke makan Bunda Namthan."jawab Win.

Sore itu keduanya menyusuri area makam yang sepi dan tenang. Keduanya melangkah ringan menuju gundukan tanah tempat Namthan dikuburkan satu tahun yang lalu.

"Dia ibu kandungmu Bright dan aku ingin kau berjanji sesuatu padaku."Saat keduanya duduk bersimpuh di tanah berumput itu, Win meminta dengan Bright untuk membuat janji dengannya.

"Kini kau sudah berjanji kepadaku Bright dan kau tak boleh mengingkari janji itu."Win menegaskan sekali lagi.

Sedikit heran mulai Bright rasakan."Memangnya apa yang kau tuntut dari janjiku?"Pertanyaan Bright datang terakhir dan hal itu salah besar dalam situasi itu.

"Berjanjilah untuk menjadi kekasih Belinda dan patuhi keinginan orang tuamu, Bright."

Sret!

Win kaget saat Bright menghempaskan jarinya yang tadi tertaut dengan kelingkingnya.

My Obsession (BrightWin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang