Kring....Kring....Kring....Bright masih menangis sambil menekup lutut nya. Dia bahkan tak menyadari jika telapak tangannya saat itu telah basah oleh cairan kental berwarna merah yang merupakan darahnya sendiri.
Pisau yang digenggam oleh Bright menusuk terlalu dalam ke setiap celah di telapak tangannya.
Kring....Kring....Kring....
Masih dengan dering telepon yang sama. Bright masih betah mendiamkannya, tak ada yang mampu membuat Bright tenang dan menghentikan aksi gila nya.
"Meta, hingga kau datang dan pulang, kau harus melihat aku yang terluka. Aku harus terluka agar kamu kembali kepadaku."Mindset Bright benar-benat berantakan. dia hanya tahu jika Win yang baik hati tidak akan terluka. Win akan mengabulkan apapun yang Bright minta jika Bright mulai mengancam pemuda itu dengan nyawanya.
"Aku harus terluka untuk mendapatkan pelukan tulusmu lagi."
Bright terguncang. Dia tak stabil pikirannya semakin rumit dan tak menentu hingga saat indra pendengarannya menangkap suara pintu yang diketuk dari luar.
Suaranya sangat amat kontras karena pintu masuk sudah Bright renovasi sehingga bagian luarnya terdapat besi yang kokoh dan suara nyaring saat dipukul.
"Meta."Mata Bright terbuka, ada binar harapan di sana.
Bright mengira jika yang mengetuk pintu di depan sana adalah Win. Bright buru-buru berdiri dari tempatnya lalu dengan cepat dia menghampiri pintu. Di saat itu pun, Bright sama sekali tak melupakan pisau di genggamannya.
Wajah Bright yang penuh harap saat membuka pintunya karena niat hati Bright adalah untuk menyambut Win dengan luka di tangannya agar pemuda yang sangat berharga bagi Bright itu mau kembali meliriknya dan mendengarkan semua yang Bright minta.
Brak!
Ceklek!
Bright membuka pintunya. Wajahnya yang berantakan sudah bersiap untuk menerima pelukan dari Win, akan tetapi sosok yang ada dihadapanNya saat ini bukanlah Win. Melainkan... Miki.
Miki Yang wajahnya tak beda jauh dari Bright, berantakan dan dibanjiri air mata mulai memaki Bright dengan menunjukkan ponsel di tangannya.
"Bright! kenapa kau tak menjawab telfonku, hah?"Miki bertanya kepada Bright. Saat itu Miki terlihat seperti seseorang yang habis menangis parah, Kedua matanya merah.
Bright semakin meremas pisau di telapak tangannya. Emosinya sangat tak stabil di dalam imajinasi Bright, dia bahkan bisa saja melukai Miki yang menurutnya sangat amat mengganggu dan berisik. Dan lagi, Bright sama sekali tak memiliki masalah ataupun hubungan apapun lagi dengan Miki.
"Aku bahkan lupa untuk memblokir nomormu."Bright semakin menatap Miki penuh kebencian.
Dia mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah tangga di ujung kamar milik Win dan Bright.
"Pergi!"
Bentakan yang Bright berikan sama sekali tak membuat Miki takut kali ini. Sebaliknya, Miki malah semakin menantang dengan berani ini menyentuh lengan Bright, tetapi jelas saja Bright langsung menepis dengan Miki.
"PERGI! AKU BISA SAJA MELUKAI DIRIMU SEKARANG! PERGILAH!"
Bright Berteriak marah usai mendorong pundak Miki sehingga membuat tubuh dari mantan sahabat Win itu jatuh kebelakang.
"WIN! DIA DI RUMAH SAKIT! BODOH!"
Debaran penuh rasa takut seketika menyerahnya jantung dan hati Bright. Otaknya berpikir saat telinganya mendengar suara lantang Miki.