Win di panggil oleh kepala sekolahnya untuk menghadapnya. Win melangkah dengan takut, dia takut jika ada sesuatu yang terjadi.
Win itu anak beasiswa, dia takut jika dirinya membuat sebuah kesalahan yang akan menbuatnya kehilangan beasiswa itu.
'Ya Tuhan, aku tak melakukan kesalahan tapi kenapa aku di panggil menghadap kepala sekolah?' Batin Win yang benar-benar ketakutan.
Sesampainya Win di dalam ruang kepala sekolah. Hal lain justru datang menyambut Win. Sesuatu yang sebelumnya tak pernah Win duga.
"Kau akan menjadi tutor privat untuk anak donator sekolah ini, Win."
Win tak langsung menjawab, dia masih bingung dengan apa yang terjadi saat ini.
"Maksud ibu? Aku menjadi guru pribadi anak Tuan donatur?" tanya Win memastikan dan di angguki oleh si kepala sekolah.
"Kau tenang saja, Win. Kau akan mendapatkan bayaran atas pekerjaan itu dan beasiswamu akan aman."
"Benarkah, Bu? Aku bisa mendapatkan uang tambahan dengan menjadi tutor untuk anak donatur sekolah ini?" Win bahagia.
Itu artinya ia bisa mendapatkan uang lebih dan bisa membuat Namthan serta anak panti yang lain senang.
"Benar, bayarannya bahkan perminggu bukan perbulan. Bahkan ia membayar untuk harga yang sangat tinggi." ucap salah satu guru lelaki yang saat itu sedang menberitahu tugas baru dari murid didiknya.
Win itu pintar. Dan seisi sekolah tahu itu, dia sering ikut olimpiade dan lomba lain yang membuat dia bisa mempertahankan beasiswanya.
Win mengangguk hingga membuat anak rambutnya ikut bergoyang." Baiklah Pak, Bu, Aku mau!" ucapnya dengan semangat.
Mendengar jawaban Win membuat kepala sekolah dan guru-guru yang ada di sana bernafas lega, sekaligus senang.
"Kau akan menjadi tutornya dari jam pulang sekolah hingga tujuh malam. Apa tak apa?" tanya sang kepala sekolah. Biar bagaimana pun, Win itu juga masih anak sekolah ia takut jika pekerjaan ini akan semakin mengurangi waktu Win dalam istirahat.
Win mengangguk semangat.
"Iya pak tak apa. Aku mau!" ucapnya tak lupa untuk tersenyum.
"Oke baiklah, ini alamatnya." Setelah kertas berisikan alamat tempat di mana Win harus mengajar, sang kepala sekolah kembali bersuara.
"Win, kau tau kan jika anak Tuan donatur itu aneh? Dia terkenal dengan sikap antisosialnya, lalu beberapa mangatakan jika dia sangat mirip dengan monster yang mengerikan."
Win mengangkat alisnya bingung." Apa wajahnya mengerikan hingga kalian mengatakannya monster?" tanya Win dengan sedikit kekehan di akhirnya.
"Pak, Bu... Kalian tenang saja, aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi tutor terbaik untuknya. Dan iya, berapa usianya? Apa dia masih SD?" tanya Win yang tak tau jika anak donaturnya yang akan segera menjadi majikannya tak berbeda jauh darinya dari segi usia.
"Dia berusia sembilan belas atau dua puluh, aku tak tahu pasti." Win sedikit terkejut tapi tak lama karena ia kembali ternyum.
"Itu bagus, hanya berbeda beberapa tahun saja."
"Heh, kau tak tau saja. Banyak rumor tentang anak Tuan donatur, lagipula jarang ada yang melihat bagaimana rupa dari anak Tuan donatur selama ini." Seorang guru berpendapat.
Kali ini Win terdiam lalu mengangguk dan tersenyum setelahnya.
"Ya sudah. Tak apa kok pak, aku pergi dulu terima kasih atas pekejaan ini!" Win berjalan meninggalkan ruang guru. Langkahnya membawanya mengunjungi perpustakaan.