Bright marah. Saat marahnya yang tak terkendali itu dia bisa saja melukai siapa pun bahkan Win yang merupakan seseorang yang begitu berarti di mata Bright tak bisa mengelak."BRIGHT! KAU MENYAKITIKU!"
Teriakan Win mampu membuat Bright kembali tersadar. Dia melepaskan tangannya dari pundak Win.
Di saat Bright ingin menyentuh pundak Win, Win menghindar.
"Me-ta? Aku tak bermaksud menyakitimu."Bright berkata dengan terbata-bata. Dia seolah tak menyadari perbuatannya yang membuay pundak Win ngilu.
Win masih tetap menghindar dari Bright dan itu tak membuat otak Bright waras. Sebaliknya, Bright malah kembali di luar kendali dan apa yang kali ini dilakukan oleh Bright mampu membuat jantung Win hampir loncat dari tempatnya.
"BRIGHT! JAUHKAN PISAU ITU!"Win berteriak di tengah-tengaj tenggorokan yang terada tercekik.
Di depannya, Bright tengah mengayunkan pisau yang entah sejak kapan ada di dekatnya. Bright ingin melukai pundaknya sendiri.
"BRIGHT!"Win berteriak dan meminta Bright untuk membuang jauh-jauh pisaunya akan tetapi Bright tak melakukan itu.
Giliran Bright yang kini mundur menjauhi Win yang mana hal itu menambah rasa sesak di dalam hati Win.
"Meta, aku-aku sudah menyakitimu! Aku akan menebusnya."Bright semakin mundur bahkan saat itu tujuan Bright adalah balkon.
Win semakin menggeleng ketakutan. Bayang-bayang akan Bright yang ingin loncat ke sungai saat mereka kecil kembali menghantui Win.
"Bright, jangan... Bright kemari. Jangan ke sana!"Win membujuk Bright. Kali ini Win tak lagi berteriak marah, dia melembutkan suaranya.
Bright menangis. Wajah Bright tampak kacau saat itu.
Bright menangis dengan menatap Win sedangkan Win terus maju secara perlahan. Dia takut Bright akan nekad dan loncat dari balkon.
Walaupin unit mereka ada di lantai lima yang tak terlalu tinggi tetapi tetap saja loncat dari sesuatu yang tinggi pasti akan sakit.
"Meta, ak-u.... Hiks...Hiks..."Bright bahkan menangis sampai terisak. Suaranya menjadi sedikit tak jelas.
Pisau yang Bright genggam juga semakin menusuk dalam pundaknya.
Mata Win dapat dengan jelas melihat noda merah yang mulai membasahi kemeja abu-abu yanh Bright kenakan saat itu.
Semuanya bertambah semakin dramatis saat hujan semakin deras. Percikan airnya bahkan mampu menyentuh kaki Win yang mulai merasa dingin.
"Meta, aku tak suka ka-u bersama dengan yang lain. Ak-u merasa takut dan sa-kit...Hiks...Hiks... Dan aku juga sudah menyakitimu! Aku membenci diriku yang menyakitimu... Hiks...Hiks..."Tangisan Bright di malam itu mengoyak dalam hati Win.
Bukan maksud Win untuk menyakiti Bright. Bright telah salah paham.
Win menghapus air matanya. Dia mencoba memberikan senyuman terbaik miliknya yang merupakan favorit Bright. Dengan merentangkan tangannya seolah menanti agar Bright datang untuk memeluknya, Win berkata dengan pelan.
"Bright, kau tak menyakitiku. Bright, aku yang salah. Aku yang seharusnya minta maaf kepadamu."Lagi, Win memgalah demi Bright. Dan sekali lagi, Win membuat Bright melakukan dan mempercayai semua hal yang salah.
"Bright kemari, aku ingin memelukmu."Win masih membujuk Bright.
Tetapi hati Bright kali ini lebih keras ketimbang biasanya.