Sejak menyalon dan terpilih menjadi ketua OSIS, Bright menjadi jauh lebih sibuk.
Win senang karena itu artinya Bright perlahan mulai bisa berbaur dan menyatu dengan orang lain, tak menempelinya setiap saat.
Akan tetapi terkadang di satu waktu tertentu, Bright menyalahgunakan kekuasaannya sebagai ketua OSIS.
Bright sering secara sengaja menutup ruang UKS hanya untuk Win tidur sendiri atau meminta guru olahraga untuk bicara kepada Win jika Win tak perlu mengikuti pelajaran olahraga. Dan bahkan meminta kepala sekolah untuk menyediakan kantin dengan makanan sehat dan segar setiap hari. Semuanya Bright lakukan hanya demi Win seorang.
"Meta, apa kau tak mau ke UKS saja? Akh harus rapat OSIS dan itu memakan waktu yang lama." Bright seperti biasanya, nampak cemas ketika dia harus meninggalkan Win di keramaian.
Win menggeleng dan tersenyum untuk menenagkan Bright yang gelisah."Tak perlu, Bright. Aku akan di kelas dan membaca buku saja," ucap Win dengan memperlihatkan buku baru yang baru saja dibelikan oleh Bright beberapa waktu yang lalu.
Awalnya Bright nampak tak ingin tapi karena Win yang terus memaksa, jadilah Bright meninggalkan Win di dalan ruang kelas untuk rapat.
Di dalan ruang kelas yang mulai sepi, karena semuanya pergi olahraga. Win termenung. Tanganbya menopang wajahnya dan matanya melihat teman-teman sekelasnya yang bahagia bermain bola basket di lapangan.
Win ingin sekali ikut dalan permainan itu tetapi dia yakin jika Bright tak akan memberinya izin untuk itu.
Alasannya? Win memiliki jantung yang lemah dan Bright ingin sebisa mungkin meminimalisir semua keadaan yang membahayakan bagi Win.
Win menoleh untuk melihat jam."Rapat OSIS Bright masih lama, jadi tak masalah kan jika aku keluar untuk melihat teman-teman? Aku tak akan ikut olahraga tapi aku hanya ingin melihat dari dekat." Win membawa bukunya ikut serta dengannya lalu turun ke lantai bawah... kelapangan bola basket.
"Nak Win? Ke-napa ada di sini?" entah Win yang berlebihan atau bukan. Tetapi Win merasa jika gurunya sendiri berbicara gagap saat melihat Win yang datang ke sini.
Win menggeleng sambil tersneyum. Kebiasaan Win itu menjadi orang baik, murah senyum dan pemikat siapapun.
"Tidak, pak. Aku hanya ingin melihat teman-teman olahraga saja. Bolekkan?"
Pak guru itu nampak bingung. Ingin menolak Win, tali wajah Win benar-benar tak bisa ditolak.
"Baiklah tapi duduk di sana ya? Di tempat teduh dan sedikit jauh dari lapangan," ucap pak guru yang diangguki Win.
Setelah itu Win berjalan ke tempat yang di maksud oleh guru. Tapi saat melihat pak guru yang kembali ke ruang guru, Win tersenyum dan malah duduk di tempat yang sedikit dekat dengan lapangan. Bukannya apa-apa tapi Win ingin bisa melihat pertandingan bola basket tanpa menggunakan kacamata.
Win duduk dengan tenang. Dia melepaskan kacamata miliknya dan mulai fokus memandangi teman-temannya yang berlarian mengejar bola basket. Hingga salah seorang dari mereka menyadari keberadaan Win.
Dia adalah Drake. Drake keluar dari lapangan dan mendekati Win.
"Hai Win!" tanpa menunggu lebih lama, Drake langsung duduk di sebelah Win.
"Drake, kenapa kau kesini? kan pertandingan basketnya belum selesai?" tanya Win.
Drake terkekeh. Dia lalu semakin memandang wajah Win. Sudah lama rasanya bagi Drake untuk dapat memandangi wajah adem milik Win.
Sejak adanya Bright, Win seolah memiliki tembok penghalang yang sangat besar untuk dapat kembali bersosialisasi dengan siapapun.
"Dimana Bright? Dia tak ada bersamamu?" Drake malah menanyakan hal lain.