Hari demi hari berlalu. Sejak kejadian hari itu pula, Michella menjauhi Jévgas secara terang-terangan. Ia bahkan sudah tak melaksanakan piket OSIS lagi, dan menyerahkannya pada Albi a.k.a Ketua OSIS.
Awalnya Albi heran mengapa Michella ingin Albi saja yang melaksanakan piket OSIS, namun Michella dengan mudah menjawab "Udah enek gue lama-lama liat muka mereka mulu".
Albi pun mau tak mau mengiyakan permintaan Michella. Mungkin Michella sedang berada di fase lelah menghadapi mereka semua, pikirnya.
Dan karena hal itu, Michella kini sudah jarang, atau mungkin tak pernah lagi bertatapan muka dengan Jévgas.
Ia keluar dari kelas hanya sebatas ke kantin, itupun hanya sebentar. Ia benar-benar meminimalisir adanya pertemuan dengan Jévgas.
Seperti saat ini, Michella dengan tenang memakan bekalnya di temani oleh sebuah layar ponsel yang menampilkan sebuah film kartun berbentuk sponge. Ia juga sesekali tertawa saat melihat adegan yang menurutnya lucu. Bahkan suara gelak tawanya mengambang memenuhi ruang kelas yang sunyi itu.
Tuk.
Tuk.
Terdengar suara sepasang sepatu yang berbenturan dengan keramik kelasnya. Ia langsung saja memberhentikan tawanya dan menaikkan pandangannya menatap seseorang yang baru saja datang.
"You avoid me, Alea"
Mood nya seketika berubah drastis saat mendengar suara itu. Selera makannya tiba-tiba saja menguap terbang begitu saja. Kartun di hadapannya pun seketika sudah tak menarik lagi untuk ia tonton.
Ia menghela nafasnya lelah. Tangannya bergerak untuk menutup kotak bekalnya yang masih terisi setengah.
"Gue ngga hindarin lo" jawab Michella seadanya.
"Bohong!" Orang di hadapannya tak percaya dengan perkataan Michella barusan.
"Gue cuma ngelakuin apa yang harusnya dari awal gue lakuin" jelas Michella dengan badan yang menghadap orang di hadapannya.
"Dengan gue yang sering berinteraksi ama lo, itu jadi bikin lo semena-mena ama gue"
"Lo kira gue ngga tau? Kalo lo mau bales dendam ama apa yang gue lakuin di masa lampau"
"Lagian, gue juga udah minta maaf kan?"
"So, stop deket-deket sama gue. Dan anggap hal kemaren itu ngga ada" final Michella.
Orang di hadapannya tampak terpancing emosi, terlihat dari wajahnya yang memerah marah, urat-urat yang menonjol, gigi yang bergemelatuk, dan tangan yang terkepal kuat.
Tanpa di duga, orang itu mengangkat tangannya dan mencekik leher Michella. Tubuh Michella terbentur kerasnya dinding yang berada di belakangnya, di karenakan orang itu mendorongnya sangat kuat.
"Fuck, sakit di bayar maaf itu ngga adil!"
Matanya melotot tak percaya dengan aksi yang di lakukan orang itu. Wajahnya kini sudah memerah akibat kehabisan nafas, tangannya pun tak berhenti memukul-mukul tangan yang mencengkram lehernya.
Salah seorang murid yang hendak memasuki kelas seketika berteriak histeris saat melihat kekerasan tersebut.
Karena teriakan itu, para murid lain mulai berbondong-bondong melihat apa yang terjadi di dalam kelas tersebut. Mereka semua tak kalah terkejut dengan murid yang sebelumnya.
Tak ada yang berani menghentikan aksi tersebut karena mereka masih menyayangi nyawa mereka.
Saat ada yang hendak memanggil guru serta mencari pertolongan, tiba-tiba saja salah seorang murid datang dan membelah kerumunan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JÉVGAS [On Going]
Teen FictionJévian Gasvaro, orang-orang biasa memanggilnya Jévgas. Laki-laki dengan sejuta pesonanya yang mampu memikat hati kaum hawa dalam waktu sekejap. Tapi sayang seribu sayang, di balik wajah tampan nan rupawan nya itu ternyata dia adalah seorang laki-lak...