"Bro"
Seseorang yang asik berjoget ria dengan para wanita, terpaksa menghentikan aktifitasnya itu dan menoleh ke arah seseorang yang baru saja memanggilnya.
"Hoi, Jévgas" sapanya seraya memeluk tubuh orang itu, ala sohib.
Jévgas hanya diam tak membalas.
"We should talk" ujar Jévgas sedikit keras, khawatir suaranya akan kalah dengan suara dentuman musik yang begitu kencang.
Sang empu mengangguk. Dengan sempoyongan ia berjalan menuju sofa yang berada di sana.
"Lo mau ngomong apa?" tanyanya dengan tubuh yang ia sandarkan di sofa.
"We stop here"
Tubuhnya seketika menegak saat mendengar hal tersebut. "What?!"
"Our friendship stops here"
"And stop calling me again"
Setelahnya Jévgas bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan orang itu.
Sang empu langsung saja mengejar Jévgas.
"Woi, lo ngga bisa gitu dong!!"
"Did you forget what i did for you at that time?"
Langkahan kaki Jévgas reflek berhenti.
"Gue rasa, perlakuan gue selama ini cukup buat balas semua jasa-jasa lo" ujarnya tanpa menatap sang empu.
Kaki Jévgas kembali melangkah seperti semula dan berlalu meninggalkan orang itu sendirian.
"Sial!"
ෙ◌ෟ ⟨ ❀❀❀ ⟩ ෙ◌ෟ
Tak terasa, hari ini sudah hari Senin. Pertandingan Bhara Cup sudah selesai sejak 3 hari yang lalu.
Dan kini adalah pengumuman sekaligus pembagian hadiah atas pertandingan kemarin.
"Alhamdulillahhirabbil alamin, dalam pertandingan Bhara Cup kemarin. Sekolah kita berhasil meraih Juara 1 dalam kategori basket putri, dan Juara 2 dalam kategori basket putra!!"
Lapangan upacara seketika ricuh oleh suara tepukan tangan.
"Kepada tim basket, di mohon untuk maju dan mengambil hadiah"
Para pemain basket langsung saja maju ke tengah lapangan.
"I'M SO PROUD OF YOU, ALEA!!"
Suara tepukan tangan seketika berhenti. Lapangan pun langsung menjadi senyap.
Mereka semua sontak menolehkan wajahnya ke arah sumber suara. Guru-guru bahkan turut mengalihkan pandangannya.
Ia adalah Jévgas. Sang pelaku tanpa rasa bersalah, berdiri dengan tenang di barisan kelasnya setelah berhasil membuat senyap satu lapangan.
"Jévgas, otak ko ketinggalan kah pas kita ke club semalem?" tanya Daffa berbisik-bisik.
"Kayaknya dia masih kobam deh" sahut Gibran dengan wajah yang menunduk malu di karenakan mereka kini menjadi pusat perhatian.
Sedangkan Michella, wajahnya kini sudah memerah. Entah memerah karna panas, atau karna malu.
Hal itu sukses menuai banyak bisikan-bisikan dari para murid.
"Eh bukannya Jévgas cuma jadiin Michella pelampiasan ya?"
"Gue jadi Michella udah malu banget sih"
KAMU SEDANG MEMBACA
JÉVGAS [On Going]
Dla nastolatkówJévian Gasvaro, orang-orang biasa memanggilnya Jévgas. Laki-laki dengan sejuta pesonanya yang mampu memikat hati kaum hawa dalam waktu sekejap. Tapi sayang seribu sayang, di balik wajah tampan nan rupawan nya itu ternyata dia adalah seorang laki-lak...