Chapter 2 : Bertemu

1.6K 48 0
                                    

Barcelona, Spanyol.

Seorang pria dengan tubuhnya yang atletis, masih memandangi ramainya jalan raya lewat jendela kecil di sebuah ruangan klub malam di Barcelona milik Kenzie— salah satu sahabatnya.

Pria itu terlihat sangat modis walau hanya dengan setelan celana jeans dan kaos hitam polos. Sudah pasti yang melekat pada tubuhnya adalah brand mahal.

Langkah kaki jenjang pria itu kembali menuju pada meja bar untuk mengambil segelas vodka. Duduk ditemani sang asisten untuk menunggu kedatangan calon istrinya, Shelina De Rojas.

Sesekali ia melirik jam tangan rolex di pergelangan tangan kirinya. Jika dalam lima menit lagi wanita itu tidak datang, maka ia yang akan mendatangi mansion Leonardo— calon mertuanya.

Ia tidak suka membuang waktu yang tidak jelas. Apalagi menunggu sosok wanita yang tidak penting baginya.

Pria itu adalah Elvander Sean Williams, anak semata wayang yang dimiliki oleh Albert Williams— ayah Sean dan Graceline Johnson— ibu Sean, menjadikan Sean sebagai pewaris utama seluruh aset yang dimiliki kedua orangtuanya.

Ketika usia 24 tahun kepemimpinan perusahaan sudah diwariskan kepada Sean. Ia langsung mengakuisisi perusahaan milik ibunya pada hari pertama kali dirinya menjabat sebagai pemilik Williams Corporation. Tujuannya, untuk dijadikan satu, menjadi perusahaan keluarga secara utuh. Kini Williams Corporation menjadi perusahaan ternama di bidang departemen store dan kilang tambang minyak di setiap sudut dunia.

Cukup. Ini sudah lima menit.

Sean mengambil keputusan untuk mendatangi langsung mansion wanita itu.

"Ben, ayo pergi." Sean mulai berdiri dari kursi yang didudukinya.

"Apa tidak lebih baik kita menunggu sebentar lagi, bos." ucap pria yang dipanggil Ben dengan sangat hati-hati.

"Tidak." Sean menjawab dengan singkat padat dan jelas.

Sean langsung beranjak dari kursi meninggalkan meja dengan membawa jaket tebal berwarna coklat gelap. Saat berjalan, ia seraya memakai jaket itu bak model yang sedang melakukan sesi pemotretan— begitu sangat karismatik dan maskulin. Terlihat sangat mempesona bagi kaum hawa.

Ben— sang asisten pribadi Sean yang duduk berada tidak jauh dari Sean langsung bergegas cepat mengikuti langkahnya.

Sang asisten paham betul bahwa bosnya tidak suka menunggu.

Hanya saja mereka baru menginjakkan kaki di ruangan ini lima menit yang lalu.

Dasar si bos yang tidak sabaran. rutuk Ben dalam hati.

Sean berjalan dengan langkah cepat menuju lift. Ketika sudah sampai sana, Ben memberi saran lagi kepada Sean.

"Bisakah kita menunggu sebentar saja, Boss. Mungkin wanita yang bernama Elina sedang terjebak macet."

"Kau pikir ini negaramu— Jakarta. Macet tidak bisa dijadikan alasan, Ben!!" kata Sean yang sedikit emosi.

"Jakarta itu kota bos, Indonesia nama negaranya." koreksi Ben.

Sean tidak menanggapi perkataan Ben.

Pria itu mulai menekan tombol lift arah ke bawah menggunakan lift khusus VIP klub malam ini.

Setelah masuk di dalam lift, hanya ada keheningan di antara Sean dan Ben.

Tingg...

Lift sudah terbuka.

Sean dan Ben langsung melangkah keluar menuju limusin mewahnya terparkir.

Baru saja beberapa langkah, keduanya dikagetkan oleh suara wanita.

REVENGE DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang