Chapter 33 : I love you, Shelina

1.4K 38 1
                                    

Sudah satu jam yang lalu Sean terbangun. Namun bukan beranjak dari tempat tidur, pria itu sibuk melakukan kegiatan lain, memandangi wajah sang istri yang tertidur pulas. Di atas ranjang, di bawah selimut yang sama, lima detik berlalu Sean memejamkan mata agar apa yang ia rasakan ini tidak cepat berlalu. Sean terlalu menikmati momen indah bersama wanita yang dari semalaman ia peluk erat untuk menghilangkan mimpi buruknya. Pasti menyenangkan melakukan kegiatan hal sepele dengan orang yang kita cintai.

Sean mengakui tidak berhenti mencintai Elina.

Selama sepuluh tahun Sean memendam rasa dan tak percaya bisa sedekat ini dengan wanita pujaan hatinya, sandaran jiwanya, dan mungkin alasan dibalik kematiannya.

Sean harus mengakui bahwa rasa dendam yang ia miliki pada Elina telah luntur seiring berjalannya waktu. Itupun bukan dendam yang besar melainkan rasa sakit hati yang tak beralasan.

Dilihat dari sudut manapun, itu semua kesalahan Sean. Ia yang tidak berani mengutarakan cintanya. Bertahun-tahun menjadi pria bodoh memendam rasa cinta yang semakin hari semakin dalam.

Bertahun-tahun Sean memiliki berjuta-juta kesempatan namun tak mempergunakan dengan baik. Di Paris, Amerika, Barcelona bahkan detik ini juga, Sean tinggal mengucapkan tiga kata sakti itu keluar dari mulutnya untuk sekadar mengucapkan i love you saja susahnya bukan main.

Pria itu memang pecundang sehingga membuang waktu cukup lama. Sean tetap berpegang teguh pada pendiriannya menunggu momen yang tepat. Sampai momentum yang tepat itu malah berakhir tak sesuai harapan. Berawal dari pria yang mencintainya sampai mati, menjadi pria yang penuh dendam membara karena melihat kejadian malam yang tak menyenangkan.

Namun karena sudah merasa sangat kecewa dan sakit hati, Sean meninggalkan lokasi tanpa menyaksikan adegan selanjutnya yang terjadi pada malam itu.

Dan ketika wanita itu kembali hadir di dunianya, Sean harus mengakui bahwa Sean kalah mutlak. Rasa cintanya ternyata jauh lebih besar dan sangat tulus sehingga tak sebanding dengan rasa sakit hati yang ia terima.

Pancaran sinar matahari pagi yang mengintip lewat celah jendela, semakin memaparkan aura kecantikan Elina. Sean menilai akan keindahan makhluk Tuhan di depannya itu sempurna. Muka mulus tanpa ada jerawat, bulu mata lentik, alis yang tertata rapi, hidung mancung, kulit mulus nan halus mengkilap tanpa noda dan bagian yang sangat ia sukai adalah ranum bibirnya yang pink alami yang selalu menimbulkan hasrat kala hanya memandangnya.

Sepertinya Leonardo dan entah siapa ibu asli Elina, mereka bekerja sama sangat baik saat melakukan seks hingga menciptakan wanita luar biasa cantik.

Atas kejadian yang menimpa kemarin, Sean berpikir Meggie bukanlah ibu kandung Elina. Pria itu sangat mengenal nenek kakek Fransisco dan Mónica dari pihak Meggie maupun Leonardo. Keduanya masih hidup sampai sekarang karena mereka menyempatkan datang saat pernikahan diadakan.

"Bonjour." Sean mengucapkan selamat pagi, ketika melihat Elina sudah membuka kedua matanya.

Menggeliatkan badan dan bengong dalam beberapa detik, seketika Elina terkejut akan posisinya saat ini. Tangan kirinya berjengger melingkar di atas perut kotak-kotak Sean, dan entah bagaimana caranya Elinalah yang mendekatkan diri ke arah sisi ranjang sebelah Sean. Ia sungguh malu kala tersadar pipinya menyentuh dada telanjang Sean.

"Selamat pagi juga." ucap Elina dengan suara serak khas orang bangun tidur sambil menggeser tubuhnya, mencoba menjauh dari Sean.

"Jangan jauh-jauh dariku," Sean menarik kembali lalu mendekap erat tubuh Elina. "Cuaca pagi ini sangat dingin dan biarkan aku memelukmu untuk memberi kehangatan itu. Bersikaplah santai saja."

Elina tidak tahu harus mengatakan apa. Perasaan yang berkecamuk di dadanya ini membuatnya bingung. Ia takut jika benar-benar jatuh hati akan pesona yang diberikan pria itu. Elina memejamkan mata kala Sean terus mengecup puncak kepalanya dan memeluknya sangat erat.

REVENGE DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang