Chapter 10 : Blue Alesha

1.4K 40 2
                                    

Tidak sampai lima menit dari Elina mencari informasi mengenai patung helios, ternyata mobil sudah sampai di halaman luas mansion milik Sean.

Elina menilai, bahwa mansion Sean tiga kali lebih luas dari mansion milik Daddy Leon.

"Kita sudah sampai, Tuan Muda." kata sang sopir memberitahu Sean yang sudah menengok ke seat belakang.

"Kau bisa turun duluan, Marlon."

"Terima kasih, Tuan." ucap sopir yang bernama Marlon.

Sebelum Marlon turun, Elina ingin mengucapkan sesuatu. "Terima kasih sudah mengantarkan kami dengan selamat, Marlon."

"Sama-sama, Nyonya." kata Marlon sambil menundukkan kepala, lalu membuka handle pintu untuk turun dari mobil.

Begitu pintu mobil sudah tertutup. Sean menyodorkan satu kemasan setrip dan satu botol minum kepada Elina.

Dilihat dari kemasan saja, Elina sudah mengetahui apa isinya, pil after morning.

"Padahal aku bisa membelinya sendiri."

"Hanya memastikan kau meminum pil itu."

"Kau takut aku berbohong?"

"Aku tidak akan membiarkan kehidupan lain di rahimmu, Elina."

Elina tidak menanggapi perkataan menyakitkan dari Sean. Dengan kesal ia langsung merobek setrip dan mengambil 3 pil sekaligus. Memasukkan ke ujung lidah lalu menenggak botol minum untuk membantu menelan pil tersebut masuk.

"Lihat, aku sudah meminumnya." desis Elina.

"Bagus."

"Jangan lupa Elina, kita harus berpura-pura harmonis jika di depan orang tua."

"Baiklah, my beloved husband." Elina mengatakan itu sembari membelai halus rahang wajah Sean.

Setelah mengatakan bualan itu, Elina bergegas turun dari mobil. Kemudian, disusul tiga puluh detik oleh Sean yang baru saja turun dari mobil.

Sean mulai menyatukan telapak kanannya pada tangan kiri Elina, berjalan beriringan sambil bergandengan tangan bak pasangan suami istri yang harmonis.

Langkah kaki Sean dan Elina mengarahkan mereka untuk pergi ke ruang keluarga. Sedangkan Ben, dia harus kembali ke kantor untuk mengurus pekerjaan.

"Lihatlah, Elvander dan Shelina sudah sampai mansion. Kau tidak perlu khawatir lagi, Grace sayang."

Suara berat berwibawa itu berasal dari ruang keluarga. Terlihat pria paruh baya sedang duduk di sofa tertinggi. Disinggahi oleh pria yang mirip sekali dengan Sean versi tua— tapi masih terlihat gagah.

Orangtua Sean memang menyukai memanggil anaknya dengan sebutan, Elvander. Tapi memang dasarnya mereka lebih suka memanggil orang dengan nama depan agar mudah mengingat.

Grace sedikit mengomel. "Kau lama sekali, Elvander. Kau apakan menantu kesayangan mom, hm?"

"Elina tadi mandinya lama, mom."

Tidak mempedulikan anak lelakinya. Grace memeluk Shelina dengan erat.

"Shelina, kau tidak disakiti oleh Elvander kan, sayang." tanya Grace yang sudah melepas pelukannya.

Belum saja mom. batin Elina.

"Maaf, mom. Sean lama kesini karena menungguku tadi bersiap-siap dulu."

"Tak apa. Pasti Elvander membuat menantu mom kewalahan, kan?" Kata Grace menyeringai senang.

"T-tidak mom—"

Sean menyela ucapan Elina. "Mom, sudahlah, aku dan Elina sudah sampai sekarang."

"Elvander, lebih baik kau sana bersama ayahmu saja." usir Grace.

REVENGE DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang