Chapter 54 : Hidup terus berlanjut

548 21 2
                                    

Apa yang diucapkan Sean sungguh-sungguh. Benar adanya tidak ingin membuat Elina menangis. Perlahan-lahan Sean menuntun istrinya masuk kembali ke dalam kamar menuju ranjang.

Sebelum tidur malam, Sean memastikan, menyodorkan sesuatu pada sang istri. "Jangan lupa minum obat-obatmu dulu."

Tanpa menolak Elina patuh menerima lima butir obat dan segelas air putih. Ia tahu sudah ada jadwal minum obat sebelum tidur. Katanya itu anjuran dokter agar penyakit GERD tidak kumat lagi.

Sean menyerengai puas kala Elina mengambil pil berbentuk bulat berwarna kuning yang selama ini adalah asam folat, vitamin B6, DHA, vitamin A, vitamin D dan kalsium. Ia meletakkan gelas di nakas setelah Elina menelan habis tanpa sisa.

"Selamat malam, Mi chérie. Ingat lupakan semua hal yang terjadi dan tidur nyenyak." Perintah Sean ketika membaringkan Elina ke bantal dan menyelimutinya.

"Boleh aku minta satu hal?"

Permintaan Elina dengan suara lembut enggan membuat Sean beranjak dari tepi ranjang kemudian memandangi dalam-dalam seolah dari sorot matanya mengatakan 'tanpa meminta pun dia akan memberi segalanya padamu'.

"Tolong hubungi Mama Rachel, aku merindukan Blue." gumam Elina penuh dengan raut sedih.

Elina sangat merindukan Blue dan ingin bermain sambil memeluknya, melihat tumbuh kembang putrinya. "Aku mohon padamu, katakan pada Mama Rachel bahwa saat ini aku berada di Barcelona dan sebutkan alamat mansionmu. Aku lupa nomornya. Mungkin kau bisa meminta nomor teleponnya dari Julian atau Fransisco —"

Suara Elina terdengar memelas meminta kebaikan hati Sean.

"Jangan memohon seperti itu!" potong Sean cepat dengan nada suara melembut sambil meraih salah satu telapak dan mengenggam erat, menunduk sekilas. "Akan kucari sendiri tanpa meminta bantuan dari mereka. Besok siang akan kupastikan Blue sudah berada di mansion menemanimu."

Elina menyunggingkan sudut bibirnya, tidak merekah tapi sedikit tersenyum dan itu kelihatan manis. Ia pun perlahan mulai memejamkan mata. Lelah akan aktivitas yang terjadi sebelumnya. Pikiran dan tenaganya terkuras.

Sean mencondongkan badan, mengecup pucuk rambut dan kening istrinya. Selanjutnya berdiri, melepas tangan terjalin, berbalik arah, memadamkan lampu dan menutup pintu pelan-pelan.

Selain itu dengan tanganku sendiri akan kupastikan juga bahwa Blue benar darah dagingku atau bukan.

Satu hal yang perlu diluruskan dari pikiran Sean adalah warna mata Blue adalah berwarna biru terang. Jika memang Sean orang pertama kali yang berhasil menanamkan benihnya, kemungkinan besar keturunannya kelak akan berwarna sama dengan keluarga sang ibu atau ayah. Namun sangat disayangkan kedua belah pihak keluarga setelah Sean telusuri sampai mendalam hingga kakek nenek moyang sepanjang silsilah keluarga De Rojas dan Williams, tidak ada kerabat yang memiliki bola mata berwarna biru langit cerah.

Jika dipikirkan matang-matang kala Benny memberitahu Elina berlama-lama di makam seseorang bernama Brown Alexander, Sean berkeyakinan dalam hati sangat kuat jika Brown adalah putranya saat mendengar fakta bahwa Elina pernah mengandung.

Fakta rumit ini memang mengenai persoalan warna bola mata. Karena yang dia tahu, gen orang tua lebih kuat dalam menentukan pertumbuhan fisik sang jabang bayi. Selain itu kromosom setiap manusia sudah terbentuk sejak dalam kandungan.

Sean tidak tahu kegundahan apa yang diyakininya sekarang. Status Blue masih dalam pertimbangan. Bukan tidak mau mengakui hanya saja masih ada perang batin.

Jika memang benar Brown putra kandungnya, Elina kelewatan tidak memberitahu pernah memiliki putra yang meninggal pun tidak tahu karena alasan apa. Ia masih memendam perasaan kecewa yang bersarang dalam dirinya. Merasa bersalah atas ketololan diri sendiri yang masih belum mengingat detail kejadian dimana ia menghamili Elina.

REVENGE DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang