Lake of the Mont-Cenis, France
Setelah meninggalkan sekolah, Elina menuju waduk terdekat untuk menenangkan diri dan jiwa. Seusai pulang sekolah selama ini ia selalu menyempatkan waktu ke tempat itu untuk bermeditasi. Jika tidak, ia pasti akan mengalami gangguan mental karena menghadapi cacian pedas dari siswa siswi yang menghujatnya. Atau yang paling parah memilih jalan pintas yaitu bunuh diri.
Sekalipun pernah depresi tidak membuat Elina kehilangan akal sehat. Ia belum mau mengakhiri hidupnya jika belum merasa benar-benar gila. Dan satu yang paling utama, Elina masih punya Tuhan untuk mengadu nasib buruknya.
Gadis itu akan berdiam diri, duduk dengan khidmat di gereja sembari mendengarkan ceramah dari pendeta membuat sedikit hatinya tentram. Sesekali pun pernah memanjatkan doa kepada Tuhan agar bisa bertemu dengan sang ayah.
Memang paling benar jika ada masalah mendekatkan pada Tuhan merupakan solusi terbaik.
Akses ke waduk sangat mudah hingga berjalan kaki cukup dua puluh menitan pun akan sampai. Saat Elina tiba selalu dibuat takjub oleh keindahan alam yang tidak pernah ada kata bosan. Langsung saja Elina merentangkan tangan lebar-lebar sembari menarik napas dalam-dalam dengan mata terpejam. Merasakan angin sore berhembus menerpa kulit dan menghirup aroma air yang menenangkan.
Menikmati keindahan alam sunggulah membuat suasana hati berubah menjadi lebih baik dan tenang.
"Pemandangan danau moraine sangat memukau dan indah ketimbang waduk yang selalu kau datangi ini. Setiap hari ke sana aku jamin kau tidak akan pernah bosan dan ingin menetap."
Mendengar suara yang sangat familiar membuat Elina membuka kelopak mata. Menolehkan kepala, ia sedikit terkejut mendapati Julian di sisi sebelah kiri. Berdiri gagah dengan kaos polo hitam melekat di tubuhnya yang bagus. Sontak saja kedua iris mata mereka bertemu dalam beberapa detik namun Elina cepat mengalihkan.
Elina kembali memandang lurus pada pegunungan yang terbentang luas mengagumkan. Tidak ingin bertanya mengapa Julian yang ia tahu seharusnya berada Roma, Elina menyahut pernyataan pria itu sebelumnya mengenai danau yang berada di Kanada itu dengan sedikit berkomentar.
"Aku belum pernah datang langsung," kata Elina jujur, membiarkan Julian tetap bersamanya. Tidak berniat mengusir karena segala bentuk amarahnya tadi sudah ia buang jauh-jauh sejak melangkah pergi keluar gerbang sekolah.
"Tapi aku sangat penasaran." lanjut Elina.
Memutuskan pindah sekolah adalah bentuk pertama cara Elina melupakan segala rasa sakit akan bisikan-bisikan setan yang selalu menganggu hidupnya di area sekolah selama ini.
Bukankah lebih baik tidak perlu mengingat lagi luka yang ditorehkan dari orang yang menyakitimu bukan?
Ucapan Madame Maureen memang benar. Hal itu akan menyakitkan jika Elina memilih untuk bertahan. Bertahan hanya untuk terluka di dalam pertemanan toxic hanya akan mempengaruhi kondisi psikis. Lebih baik Elina memilih pergi untuk menghilangkan rasa sakit. Serta untuk hari yang akan datang, Elina mencoba tidak mau mengungkit lagi kenangan buruk itu. Sekuat tenaga dan pikiran ia akan berusaha agar baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE DESIRE
RomanceCERITA INI MENGANDUNG UNSUR ADEGAN DEWASA, KEKERASAAN DAN KATA-KATA KASAR. BIJAKLAH DALAM MEMBACA! DARK ROMANCE 21+ | Sean yang sudah berusia 29 tahun, terpaksa menikah dengan wanita pilihan ayahnya. Pernikahan ini dilaksanakan atas dasar perjodohan...