Chapter 39 : Tidak memilih keduanya

578 16 0
                                    

On mansion Julian Rathore

Selesai dari pemakaman, Elina bergegas naik taksi melaju ke mansion Julian yang terletak di perbatasan ujung dekat pesisir sungai Tiber. Alasan pergi ke mansion Julian adalah untuk meluruskan hubungannya dengan Julian agar tak salah paham.

Benar yang dikatakan Jennie, ia memang seharusnya mengambil keputusan bijak, baik untuk dirinya, Julian dan Sean.

Namun anehnya sudah dua jam lebih ia menunggu di lantai dua, Julian belum juga muncul. Info kepala pelayan, Julian tidak bekerja hari ini. Pria itu sedang latihan menembak di halaman belakang. Ada hal aneh. Tidak seperti biasa Julian tidak langsung mendatanginya dan menyapa menghampiri langsung. Tidak salah lagi, Julian sengaja menghindar.

Tidak bisa menunggu lebih lama lagi, Elina memutuskan pergi dari ruang kerja Julian. Menuruni undakan tangga dengan langkah cepat. Sudah hafal betul lokasi letak mansion Julian, wanita itu langsung belok sebelah kiri yang menghubungkan jalan pintas melewati dapur untuk menuju hamparan luas perkarangan halaman belakang.

Begitu sampai di ambang pintu kayu, Elina melihat ada lima laki-laki berada di sana. Yang ia kenal tentu Suga dan sisanya tidak tahu. Dan pria yang ia cari-cari, saat ini sedang berdiri di tengah-tengah mereka.

Di bawah sinar matahari terik menyinari, tato dada pria itu mengkilap sebab Julian tak memakai sehelai kain untuk menutupi bagian atasnya. Sedangkan bagian bawah masih tertutupi oleh celana jeans robek-robek di area paha dan dengkul. Julian sedang membidik pistol pada papan target dan saat pria itu menarik pelatuk, titik tengah yang berada di papan target sudah bolong tak melenceng sama sekali, tepat sasaran.

"Aku mencarimu." kata Elina ketika sudah berhasil mendekat ke sisi Julian.

"Bukankah aku sudah bilang untuk menunggu." Julian menoleh sambil membuang puntung rokoknya lalu diinjak menggunakan ujung sepatunya. Ia tahu Elina— wanitanya, tidak suka dengan asap rokok, maka dimatikan benda tersebut agar wanita itu tidak terbatuk bahkan sesak napas karena menghirup nikotin.

"Kau lama sekali. Aku lumutan menunggumu di ruang kerjamu," keluh Elina. "Aku ingin bicara empat mata denganmu, Julian." kata Elina kemudian.

"Suga." panggil Julian.

"Yes, Sir." sahut Suga datang menghampiri.

"Bawa yang lain ke markas Un Lupo untuk latihan bela diri. Sebelumnya kau ke rumah mama untuk jemput Jennie karena kalian pun harus berlatih di sana." kata Julian sambil menyerahkan pistolnya ke tangan Suga.

Suga menghela napas kasar sambil menerima pistol tersebut. Hukuman menyebalkan masih berlanjut dan tidak tahu kapan akan berhenti. Suga pun menuruti perintah yang diberikan lalu mengajak anak buah yang lain pergi meninggalkan halaman belakang membiarkan keduanya berbicara empat mata.

"Apa yang ingin kau katakan?" tanya Julian setelah tubuh Suga dan anak buah yang lain hilang dari garis pandangnya.

"Mengenai kejelasan hubungan kita," kata Elina pelan sambil melihat respon wajah Julian. Ketika raut wajah itu mengerutkan kening tak paham, segera Elina memberi penjelasan. "Kurasa kau tidak perlu berharap lebih akan perasaanmu terbalas. Karena aku sudah memutuskan, sepertinya aku tidak bisa mencintaimu seperti yang kau harapkan."

"Kau memilih Sean?" tebak Julian. Sepertinya ia memang sudah kalah telak.

"Aku tidak memilih siapapun di antara kalian." Elina menegaskan.

Julian menghela napas berat. "Apa yang kurang dariku Elina? Selama lima tahun aku selalu bersamamu. Di saat kau kehilangan putramu, aku orang yang berusaha mati-matian agar kau tidak mengakhiri hidupmu. Aku selalu ada di setiap kau membutuhkan pertolongan."

REVENGE DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang