Chapter 48 : Sisi gelap Julian

591 21 0
                                    

Ini part 4200 lebih! Jadi kalean bacanya jgn buru-buru pelan-pelan aja ya 🎀 Happy reading!

***
Ketika menegak wine, ingatan keduanya melayang pada kejadian di pernikahan Alice Lucky.

Máximo meringis sakit kala wajahnya berdenyut nyeri akibat pukulan bertubi-tubi yang diberikan Sean. Beruntung Benny yang sama jabatannya sebagai budak bos dari Sean berhasil menghentikan Sean dan menenangkan pria itu agar tidak melayangkan tinju lagi. Kalau tidak, mungkin badan Máximo berakhir di bangsal ranjang rumah sakit.

"Masih beruntung aku menolong istrinya. Sialan kau Sean keparat!" Geram Máximo meluapkan emosinya saat dia berjalan keluar dari sayap mansion menuju parkiran. Ditendangnya beberapa kerikil yang menghalangi jalan.

Pikirannya bertambah kacau seperti benang kusut setelah mendapat telepon dari sang ayah yang mengatakan dia terkena masalah dengan anak perusahaan milik Williams.

Lagi dan lagi malam hari ini penuh kesialan. Máximo dan ayahnya harus berurusan dengan Sean Motherfucker Williams. Rasanya Máximo ingin membenturkan kepalanya ke dinding saat mendengar ponselnya berdering terus-menerus sepanjang jalan. Mengganggu pikirannya yang semakin berantakan.

Hari yang sial. Sungguh sialan malam ini.

Máximo menggerutu dan terus mengumpat menyesali hari ini. Dia merasa kepalanya sudah penuh dan tinggal menunggu waktu untuk meledak. Ia tidak mau mengangkat ponselnya. Tanpa mengangkat pun dia sudah tahu siapa yang menelponnya. Dari nada deringnya Máximo mengabaikan panggilan dari Nancy. Ya, Máximo membuat nada dering khusus untuk wanita pirang itu. Nancy, wanita yang datang bersamanya ke pesta tapi gara-gara Sean keparat Williams itu dia harus pulang sendiri. Wanita itu pasti akan marah saat berjumpa lagi di rumah sakit. Tapi perasaanya sedang tidak baik dan memilih mematikan ponsel.

Máximo tidak mau diganggu oleh siapapun termasuk ayahnya dan Nancy. Kedua orang tersebut muncul jika ada maunya.

"Ingat hukum bertahan. Harusnya kau menyerang balik jika tahu rasanya dipukul."

Suara berat pria terdengar menasehati. Pencahayaan parkiran yang minim membuat Máximo harus mengerjapkan mata beberapa kali untuk melihat siapa yang berdiri di belakang mobilnya.

Oh ternyata pria bersetelan abu-abu gelap itu adalah teman lamanya dulu saat kuliah.

"Dasar lemah." hina pria itu lagi.

Asisten dan bos sama-sama bermulut pedas. Máximo mengolok dalam hati seraya menghabiskan minumannya.

"Bagaimana bisa aku melawan, Julian? Setiap aku bergerak, Sean Bastard Williams itu mengunci tubuhku dengan kuat. Dia seperti kerasukan setan memukulku seperti samsak hanya karena aku menolong istrinya yang pingsan. Sialan, lebih baik aku membiarkan Elina jatuh pingsan tadi."

Ingatan hari itu muncul lagi.

Máximo merogoh saku mengambil kunci.

"Biar aku yang menyetir." Dengan cepat Julian berebut dan berjalan ke depan arah kursi kemudi.

Máximo mengangguk dan menurut. Bagus ada yang membantunya pulang ke rumah karena tulang badannya terasa remuk.

Untuk menit selanjutnya, Máximo telah duduk di kursi penumpang dan mengamati sejak tadi pergerakan mobil sudah jalan di badan jalan raya menjauh dari lokasi pernikahan menuju grand hyatt hotel.

"Wait... dari mana kau tahu lokasi aku menginap." Máximo mengerutkkan kening heran karena Julian tidak menyalakan maps di mobil.

"Informasi begini saja sangat mudah bagiku. Tidak sampai seperkian detik." Julian memegang roda kemudi dan menerobos jalan raya malam yang sudah tidak ramai pada pukul 12 malam. Para manusia sudah terlelap di alam mimpi.

REVENGE DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang