"Berita siang hari ini, telah terjadi penyerangan di katedral Notre Dame pada pukul 10.45 waktu setempat. Polisi masih belum bisa menemukan siapa dalang akan tindakan tercela itu. Dalam penyerangan tersebut diketahui lima belas orang tewas akibat luka tembak. Sementara itu, identitas para korban masih diselidiki lebih lanjut oleh pihak berwenang dan polisi baru mengenali satu wajah korban bernama Paulus Marelli yang merupakan pendeta besar di katedral tersebut."
Sekujur tubuh Elina yang sebelumnya membaik kembali meremang saat mendengar berita buruk tersebut.
Sudah satu jam dilewati ia mendekam sendiri di kamar, sedangkan Sean pergi setelah menguncinya dan belum balik sampai saat ini. Elina pun juga tidak tahu saat ini berada diantah berantah.
Entah kemana Sean membawa dirinya, ia tak sempat bertanya dan tak melihat lingkungan sekitar. Saat kejadian dirinya begitu lemas dan hanya bisa berdiri di belakang punggung Sean, mengikuti setiap pergerakannya. Saat pria itu menyuruhnya bersembunyi pun ia seperti anak kucing yang menuruti perintahnya.
Detik itu juga, Elina semacam melihat adegan action yang begitu nyata dan banyak nyawa yang tergeletak di ruangan katedral akibat saling tembak.
"Masyarakat sekitar yang mendengar suara ledakan dan tembakan mendatangi lokasi kejadian. Mereka mendesak polisi harus secepatnya mengupas tuntas kasus tersebut. Mereka mengatakan bahwa si pelaku kejahatan benar-benar terkutuk dan berdoa kepada Tuhan agar secepatnya terkena azab."
Sebelum pergi, Sean berpesan menyuruhnya agar tetap tenang dan akan membereskan semua masalah ini termasuk memastikan keadaan Blue dan Claira masih selamat.
Namun nyatanya keadaan di luar atmosfernya semakin mencekam.
"Kepala kepolisian, Mario Lemire, mengatakan bahwa penyerangan ini sudah direncanakan dengan sempurna karena semua cctv di sudut katedral dalam masa perbaikan. Penjaga gerbang memberi kesaksian bahwa katedral selama dua jam sudah dipesan khusus untuk melaksanakan misa kematian seseorang."
"Selain itu, saksi mengatakan juga bahwa; setelah tidak terdengar lagi bunyi tembakan, satpam penjaga mengenal pengusaha ternama dengan inisial SW masuk ke dalam mobil dan melesat pergi setelah berhasil menabrak gerbang ketika para penjaga mencoba mencegat orang yang berada di TKP sebelum polisi datang menginterogasi."
"Saat ini, polisi berusaha mencari keberadaan pengusaha tersebut untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Saya, Elodie Verlon melaporkan dari lokasi—"
Ucapan reporter yang belum selesai, terputus kala Sean yang tiba-tiba datang langsung mematikan televisi tersebut.
"Kenapa dimatikan?" tanya Elina.
Walau diucapkan dalam suara sangat lirih Sean masih bisa mendengar. "Tidak penting." katanya.
"Penting bagiku. Aku belum tahu keadaan Blue. Keadaan Claira. Kau menyuruhku tetap tenang tapi—"
Perkataan Elina tidak sanggup dilanjutkan karena rongga dadanya terasa menyakitkan. Kepalanya terus berdenyut membuatnya terasa sangat pusing. Bayangan yang tidak-tidak mulai muncul secepat kilat. Dia butuh kepastian akan keadaan Blue dan Claira.
Jika Sean melindunginya, lalu siapa yang menyelamatkan mereka dari tembakan orang berbaju hitam?
Pikiran Elina kembali kalut akan perkiraan yang tidak-tidak. Susah payah ia mencoba menenangkan diri dengan mengambil sebotol air putih di atas nakas samping ranjang, diteguknya sampai habis. Namun usaha tersebut gagal, mengingat harus memastikan bahwa keduanya dalam kondisi baik-baik saja.
Apalagi Sean mengunci bibirnya rapat-rapat tidak mau bersuara.
"Mereka selamat, bukan?" Elina mencoba bersuara kembali dengan suara bergetar lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE DESIRE
RomantizmCERITA INI MENGANDUNG UNSUR ADEGAN DEWASA, KEKERASAAN DAN KATA-KATA KASAR. BIJAKLAH DALAM MEMBACA! DARK ROMANCE 21+ | Sean yang sudah berusia 29 tahun, terpaksa menikah dengan wanita pilihan ayahnya. Pernikahan ini dilaksanakan atas dasar perjodohan...