Chapter 69 : Surat peninggalan

650 20 0
                                    

Paris, Prancis
05 Desember

"Mom, aku sudah menemukan kebahagiaanku sendiri." Elina mengadu sambil menggengam tangan Sean erat.

Entah mengapa Elina mengajak Sean berkunjung ke makam ibunya. Tangan lain bergerak mengusap batu nisan. "Sebentar lagi mom akan memiliki cucu lagi, kembar. Kali ini aku berdoa pada Tuhan supaya mereka lahir selamat dan kelak tumbuh dewasa menjadi pria baik. Merry Christmas, Mom."

Sengaja Elina ucapkan sekarang karena kandungannya sudah semakin membesar menginjak hampir sembilan bulan. Ia sudah tidak bisa berpergian jauh lagi dan ini perjalanan mereka terakhir sebelum mengunjungi Spanyol. Sean berencana menghabiskan malam natal di mansion de Rojas.

Ketimbang tidak bisa mengatakan sama sekali lebih baik diucapkan saja selagi sempat, pikir Elina.

"Merry Christmas to Mrs. Sherina Parisa Cottilard too." kata Sean juga.

Ia berjongkok di samping Elina yang tengah duduk di kursi lipat yang sengaja dibawa, sambil menaburkan kelopak mawar merah dan menyirami air suci.

Begitu selesai, Sean mengucapkan kalimat yang membuat hati Elina tersentuh. "Terimakasih sudah memilih melahirkan Elina. Putri mom bukan kesalahan melainkan anugerah bagi hidupku." kata Sean sungguh-sungguh.

Setelah itu mereka meninggalkan pemakaman keluarga menuju panti sebelum kembali ke negara sang istri. "Kami akan mampir ke mall membeli perlengkapan pernak-pernik panti." kata Elina pada Emily ketika sampai perkarangan panti.

Sebelum kembali ke bandara, mereka meminta izin pulang pada Emily— yang saat ini beralih menjadi ketua yayasan pada panti asuhan menggantikan mendiang Claira. Warisan rumah tersebut diberikan untuk anak-anak terlantar.

"Jaga kesehatanmu, Elina. Si kembar pasti akan letih jadi istirahat jika capek." Emily memberi saran Elina karena sudah hamil besar masih berpergian ke luar negeri walau menggunakan private jet sekalipun seharusnya tidak boleh. Tak luput tangan keriputnya bergerak mengusap perut Elina. Ia tersenyum merasakan ada tendangan kecil menyapa.

"Lihatlah mereka merespon ucapanmu." Elina girang merasakan pergerakan luar biasa aktif dari dalam sana. "Mereka pintar dan tidak rewel seolah menikmati perjalanan kami dan senang berkelana."

"Keliling dunia keputusan kami berdua. Banyak waktu yang sudah terbuang sia-sia," kata Sean selesai memasukkan beberapa koper dalam bagasi. Saat di Prancis mereka menginap di panti dalam beberapa hari. "Aku ingin menghabiskan waktu bersama istriku tanpa diganggu oleh siapapun. Semua pekerjaan kutinggalkan. Sengaja kuhabiskan masa-masa sekarang menggantikan waktu bodohku. Setelah istriku lahiran pasti dia akan sibuk mengurus bayi-bayi kami ketimbang suaminya." Sean sengaja memanyunkan bibir manja dan bukan mendapat kecupan hangat malah mendapat cubitan kecil di pinggangnya.

"Jangan mengada-ngada. Aku bisa membagi waktu untuk bayi kecilku dan bayi besarku." Elina melingkarkan kedua tangan memeluk pinggang Sean. Bersandar pada dada bidang suaminya yang selalu jantungnya berdegup kencang. Sejak hamil ia selalu ingin bersandar di atas tubuh suaminya tidak mau lepas sama sekali.

Sebelum ke makam, tadi pagi saat tidak menemukan Sean di ranjang, Elina mengamuk dan menghubungi ponsel Sean beratus-ratus kali. Baru satu jam kemudian pria itu datang dengan bau anyir yang aneh. Namun Elina tidak sempat bertanya dan luluh begitu saja oleh suara lembut permintaan maaf Sean dan memberinya sebuket mawar merah.

Rasa kesal langsung menguar begitu saja. Hal itu mendapat kekehan kecil dari Emily yang turut bahagia melihat sosok gadis kecil yang selalu dimusuhi ibunya kini mendapat kebahagiaan bertubi-tubi.

"Ngomong-ngomong kalian tidak perlu mempersiapkan kado untuk anak panti."

"Tidak apa-apa," sela Elina sopan. "Sungguh tidak merepotkan."

REVENGE DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang