Chapter 49 : Keraguan

486 18 0
                                    

"Untuk apa kau ikut?"

"Kenapa kau bertanya?"

"Jangan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan lain. Aku tidak suka."

"Jangan membuat kesepakatan bersama terus tapi berujung pada keegoisan dan sesuka hati melangar janji." ujar Elina sengaja menyindir Sean yang sedang fokus menyetir. "Aku benci orang seperti itu."

Setelah itu terjadi keheningan.

Saat ini mereka berada di jalan raya menuju rumah sakit Quironsalud. Mobil dikemudikan oleh Sean sendiri setelah Elina memaksa diri untuk ikut. Berhubung habis melakukan hubungan badan, mereka berdua membutuhkan waktu lama untuk membersihkan diri di kamar mandi terpisah. Dan bertambah lama ketika Elina mengeluh celana jeans yang tersedia di lemari tidak muat lagi sebab sepertinya lingkar perut dan pahanya terlihat membesar.

"Aku tidak punya banyak waktu lagi untuk mengurus pakaianmu." kata Sean ketika melihat Elina masih mengenakan handuk putih di bawah ketiak.

"Be patient please. Lima menit lagi, oke?"

"Dua menit. Jika lewat dari itu akan kutinggal." ancam Sean agar Elina bergerak cepat.

Elina memasang wajah cemberut ketika mencoba sekali lagi barangkali ada yang pas tapi sayangnya, banyak celana bagus tidak bisa dikancingkan. Kini ia menyesal sudah karena efek makan malam semalam, membuat lemak bertranformasi lebih cepat menumpuk di tubuhnya. Semua pakaian berukuran S terasa sangat sesak saat dipakai. Pada akhirnya, karena berburu waktu juga, Elina terpaksa memilih mengenakan celana kulot model karet. Tapi tetap saja masih terasa sempit di bagian pinggang.

Sedangkan Penélope dan Benny lima belas menit lebih awal telah pergi menuju rumah sakit. Mereka lebih memilih tidak mau mengurusi drama rumah tangga Sean dan Elina yang berujung perdebatan. Terlebih Penélope harus buru-buru cepat sampai rumah sakit karena dia ternyata diutus oleh pihak kejaksaan menangani kasus penembakan Michael dan Felicia.

Oh Tuhan! Beban hidup Penélope semakin bertambah berat. Ia harus mengupas tuntas penyelidikan ulang kembali pada kasus pembunuhan Mónica atas suruhan Sean dan ditumpuk masalah kejaksaan yang memberinya kasus baru. Dan sebalnya, kedua kasus tersebut terhubung pada Elina.

Wanita itu sepertinya selalu dikaitkan dan memiliki sangkut paut akan kematian seseorang.

"Julian bukan sayap pelindungmu yang bisa kau jadikan lagi sebagai penolong dalam hidup." Sean memberi petuah setelah beberapa detik terjeda karena saling diam.

Elina tidak minat merespon. Saat ini pikiran dia melanglang buana entah kemana.

"Percaya atau tidak, banyak musuh berasal dari orang terdekat dan begitu pun sebaliknya. Terlebih musuh dalam selimut lebih menyakitkan." kata Sean tajam.

Perjalanan hidup penuh lika-liku yang pahit dan manis memberi pelajaran bagi Sean. Dalam hidup jangan mempercayai siapapun 100%. Baik itu orang tua, sanak saudara, sahabat, teman, terlebih rekan bisnis dan pada diri sendiri.

Terdapat dua hal yang Sean percayai, uang dan senjata. Dua benda itu sangat mematikan dan bisa mengendalikan orang.

Elina duduk diam sambil menfokuskan matanya memandang mobil di depan. Pikirannya sedang kalut dan kosong. Ditambah kepalanya pusing, mendadak perutnya mual dan mulutnya terasa ingin muntah secara bersamaan namun Elina berusaha keras menahan itu semua.

Menahan itu semua tidaklah sulit bagi Elina. Menahan kepahitan hidup pun sudah dijalani sejak ia bayi. Ini bukan apa-apa. Elina sudah terlalu terbiasa akan mual dan muntah yang ditahan. Bisa dibayangkan jika kuliah kedokteran terpaksa dan setiap praktek selalu berurusan dengan darah dan mayat, itu adalah tekanan sendiri baginya. Tentu diawal-awal semester, Elina selalu pingsan dan muntah di laboratorium setiap saat. Dimarahi oleh dosen sampai berencana ingin keluar. Tapi, hingga pada satu titik menjelang semester akhir Elina berhasil melewati masa tersulit itu.

REVENGE DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang